Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
1. Apliana Walla
2. Ardiana Lede Tuka
3. Asandi Rohi
4. Bruce lauwoie
5. Dicky D. Lak apu
6. Fridayani Taus
7. Gaudensius Obe
8. Hironima Sali Deram
9. Rexy Pakali
10. Ririn Aryani
11. Theresia P. Teto
12. Very Unu
13. Vivi Koroh
Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas :
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan
perempuan yaitu 2 : 1.
Keluhan Utama :
Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada wajah
atau kaki.
Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS ) :
Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal
berikut: Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji
onset keluhan bengkak pada wajah dan kaki apakah disertai dengan
adanya keluhan pusing dan cepat lelah, kaji adanya anoreksia pada klien,
kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat
perlu mengkaji apakah klien pernah menderita
penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan
penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada
masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan
Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural :
Adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang
bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan
koping yang maladaptif pada klien
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran
biasanya compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya
perubahan.
• Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura
karena distensi abdomen
• Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan
bisa dijumpai.
• Sistem persarafan : Dalam batas normal.
• Sistem perkemihan : Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
• Sistem pencernaan : Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali,
nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
• Sistem musculoskeletal : Dalam batas normal.
• Sistem integument : Edema periorbital, ascites.
• Sistem endokrin : Dalam batas normal
• Sistem reproduksi : Dalam batas normal.
B1 (breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut
sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan
respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura
B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban
volume
B3 (Brain)
Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola.
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen
B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai
dari keletihan fisik secara umum
Pemeriksaan diagnostic
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik,
proteinuria, terutama albumin. Keadaan ini juga terjadi
akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus
Pengkajian penatalaksanaan medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan
ginjal lebih lanjut dan menurunkan resiko komplikasi.
Diagnosa Keperawatan
-Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan
permiabilitas glomerulus.
-Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan
berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap
kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
-Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
penampilan
-Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas
tubuh yang menurun
-Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan imobilitas, edema, penurunan pertahanan tubuh
Intervensi Keperawatan
-Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan : Tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan
keseimbangan intake dan output.
Kriteria Hasil :
Edema hilang atau berkurang.
Berat badan kembali normal.
Tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Berat jenis urin dan protein normal.
Intervensi :
Monitoring intake dan output cairan.
Observasi perubahan edema.
Batasi intake garam.
Ukur lingkar perut, perrtambahan berat badan setiap hari.
Monitor tanda-tanda vital.
Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program.
Kolaborasi untuk pemeriksaan lahoratorium.
-Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu
makan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan meningkatkan selera makan.
Kriteria Hasil :
tidak terjadi mual dan muntah
menunjukkan masukan yang adekuat
mempertahankan berat badan
Intervensi :
Monitor pola makan pasien.
Berikan pola makan porsi kecil frekuensi sering.
Anjurkan pasien untuk makan-makanan dalam keadaan hangat.
Catat jumlah atau porsi yang dihabiskan.
Sediakan makanan dalam suasana yang menyenangkan, santai,
bersih selama makan.
Batasi intake sodium selama edema dan therapy steroid.
Timbang berat badan.
-Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
penampilan
Tujuan : Tidak terjadi gangguan citra tubuh.
Kriteria hasil :
Anak mau mengungkapkan perasaannya.
Anak tertarik dan mampu bermain.
Intervensi :
Gali perasaan dan perhatian pasien terhadap
penampilannya.
Catat aspek positif dari penampilan terhadap
berkurangnya edema.
Anjurkan aktivitas dalam batas toleransi.
Dukung sosialisasi dengan orang yang tidak terinfeksi.
Berikan umpan balik yang positif.
-Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun
Tujuan : Pasien terbebas dari infeksi atau tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi.
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Leukosit dalam batas 4.10-38.00 ribu / mmkk.
Suhu tubuh normal (36-37 ° C )
Intervensi
Jauhkan pasien kontak dengan orang yang terinfeksi.
Lakukan cuci tangan sebelum dan setelah tindakan dengan baik dan benar.
Tempatkan pasien dalam ruangan non infeksi.
Lakukan tindakan atau prosedur dengan teknik aseptic.
Jaga pasien dalam kondisi hangat dan dan kering.
Monitor tanda tanda vital, tanda vital untuk mengetahui infeksi secara
dalam.
Berikan perawatan yang rutin pada alat invasive yang di pasang dalam
tubuh misal infus.
Kolaborasi pemberian antibiotik.
-Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas, edema,
penurunan pertahanan tubuh
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria Hasil : Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan kulit dan iritasi.
Intevensi :
Ubah posisi tidur tiap 4 jam.
Gunakan bantal atau alas bantal yang lunak untuk mengurangi daerah yang tertekan.
Lakukan massage pada daerah yang tertekan dengan baby oil.
Inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi.
Evaluasi :
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik
diharapkan sebagai berikut:
Kelebihan volume cairan teratasi
Meningkatnya asupan nutrisi
Gangguan citra tubuh teratasi
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan kulit dan iritasi
Pengertian
Keadaan ini ditandai dengan hilangnya banyak plasma
protein atau karena albumin yang masuk kedalam urine.
Penyebab kebocoran ini adalah peningkatan
permeabilitas membrane glomerular. Penyakit-penyakit
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas membrane
termasuk; glomerulonefritis kronik. Zat-zat protein
abnormal dalam dinding pembuluh darah (amyloidosis)
dan perubahan minimal sindroma nefrotik
Etiologi
Sindrome nefrotik bawaan di turunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternotetal. Resisten terhadap semua pengobatan gejala adalah edema pada masa
neonates. Pencangkokan ginjal dalam masa neonates telah dicoba tetapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan kehidupannya
Syndrome nefrotik sekunder disebabkan oleh :
Malaria atau parasit lain
Penyakit kolagen seperti lupus eritematous diseminata , purpura anafilaktoid
Glomerulonefritis akut, glumerulonefritis kronis, thrombosis vena renalis
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilaiman, garam, emas, sengatan lebah,
racun oak, air raksa.
Amilodosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano proliferative
hipokomplementemik
Syndrome nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Berdasarkan histopatologi yang
tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan electron. Churg dkk
membagi dalam empat bagian
Kelainan minimal dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan
mikroskop electron tampak foot processus sel terpadu. Dengan cara imunofluoresensi
ternyata tidak terdapat igG atau immunoglobin beta-IC pada dinding glomelurus. Golongan
ini lebih banyak terdapat pada anak dari pada orang dewasa .
Nefropati membranosam semua glomerulus menunjukan
penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa poliferasi sel.
Glomerulonefritis proliferative eksudatif difus terdapat
proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembekalan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler
tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang
timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan
progresif dan pada sindrom nefrotik prognosis jarang baik,
tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah
pengobatan yang lama.
Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata
6.
Tanda dan Gejala
penatalaksanaan
pengobatan syndrome nefrotik akut terdiri dari obat-
obatan kortikosteroid dan imunosupresif yang
ditujukan terhadap lesi pada ginjal, diet tinggi protein
dan rendah garam, diuretik, infus albumin intravena,
pembatas aktivitas, selama fase akut, serta menjauh
kan pasien-pasien dari sumber infeksi