Anda di halaman 1dari 38

PENYAKIT THALASEMIA

PADA ANAK

Lidia Aditama Putri, SST., M.KM


 Setelah mengikuti perkuliahan ini,
mahasiswa diharapkan mampu :
Patofisiologi Kelainan Kongenital dan pada
masa pertumbuhan pada sistem
hematologi : thalasemia
PENDAHULUAN
 Talasemia merupakan salah satu jenis anemia
hemolitik dan merupakan heriditer yang
diturunkan secara autosomal yang paling
banyak dijumpai di Indonesia 6 – 10 dari setiap
100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini.
 Kalau pasangan carrier menikah, kemungkinan
untuk mempunyai anak penderita talasemia
berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat
(carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan
bebas talasemia.
 Sebagian besar penderita talasemia adalah
anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
 Talasemia adalah sekelompok heterogen gangguan
genetic pada sintesis Hb yang ditandai dengan tidak
ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.
 Pada thalasemia alfa, sintesis rantai alfa globin
berkurang.
 pada thalasemia beta, sintesis rantai beta globin
tidak ada (di beri nama thalasemia β0) atau sangat
berkurang (thalasemia β+).
 thalasemia terjadi akibat kelainan kuantitatif
sintesis rantai globin.

Sumber: 
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/19584
34-definisi-thalasemia/#ixzz1x5GWXOX6
RISIKO THALASEMIA PADA
PASANGAN “CARRIER”
RISIKO THALASEMIA PADA PASANGAN
“CARRIER” HUKUM MANDEL
 Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-
gen yang mengatur pembentukan dari rantai
globin sehingga produksinya terganggu.
 Gangguan dari pembentukan rantai globin ini
akan mengakibatkan kerusakan pada sel
darah merah yang pada akhirnya akan
menimbulkan pecahnya sel darah tersebut.
Berdasarkan dasar klasifikasi tersebut, maka
terdapat beberapa jenis talasemia, yaitu
talasemia alfa, beta, dan delta.
TALASEMIA ALFA

 Pada talasemia alfa, terjadi penurunan


sintesis dari rantai alfa globulin. Dan
kelainan ini berkaitan dengan delesi pada
kromosom 16. Akibat dari kurangnya sintesis
rantai alfa, maka akan banyak terdapat
rantai beta dan gamma yang tidak
berpasangan dengan rantai alfa. Maka dapat
terbentuk tetramer dari rantai beta yang
disebut HbH dan tetramer dari rantai gamma
yang disebut Hb Barts. Talasemia alfa sendiri
memiliki beberapa jenis.
Delesi pada empat rantai alfa
 Dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak
Hb Barts. Gejalanya dapat berupa ikterus, pembesaran hepar
dan limpa, dan janin yang sangat anemis. Biasanya, bayi yang
mengalami kelainan ini akan mati beberapa jam setelah
kelahirannya atau dapat juga janin mati dalam kandungan
pada minggu ke 36-40. Bila dilakukan pemeriksaan seperti
dengan elektroforesis didapatkan kadar Hb adalah 80-90% Hb
Barts, tidak ada HbA maupun HbF.
Delesi pada tiga rantai alfa
 Dikenal juga sebagai HbH disease biasa disertai dengan anemia
hipokromik mikrositer. Dengan banyak terbentuk HbH, maka
HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga
dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Jika dilakukan
pemeriksaan mikroskopis dapat dijumpai adanya Heinz Bodies.
Delesi pada dua rantai alfa
 Juga dijumpai adanya anemia hipokromik
mikrositer yang ringan. Terjadi penurunan
dari HbA2 dan peningkatan dari HbH.
Delesi pada satu rantai alfa
 Disebut sebagai silent carrier karena
tiga lokus globin yang ada masih bisa
menjalankan fungsi normal.
TALASEMIA BETA

 Disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta. Dapat


dibagi berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu talasemia
mayor, intermedia, dan karier. Pada kasus talasemia mayor
Hb sama sekali tidak diproduksi. Mungkin saja pada awal
kelahirannya, anak-anak talasemia mayor tampak normal
tetapi penderita akan mengalami anemia berat mulai usia 3-
18 bulan. Jika tidak diobati, bentuk tulang wajah berubah
dan warna kulit menjadi hitam. Selama hidupnya penderita
akan tergantung pada transfusi darah. Ini dapat berakibat
fatal, karena efek sampingan transfusi darah terus menerus
yang berupa kelebihan zat besi (Fe)[3]. Salah satu ciri fisik
dari penderita talasemia adalah kelainan tulang yang berupa
tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol
(disebut gacies cooley), penonjolan dahi dan jarak kedua
mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah dan
keropos[4].
KLASIFIKASI THALASEMIA
 Secara molekuler talasemia dibedakan atas :

Thalasemia α (gangguan pembentukan rantai α)

Thalasemia ß (gangguan p[embentukan rantai ß)

Thalasemia ß-Р(gangguan pembentukan
rantai ß dan Ð  yang letak gen nya diduga
berdekatan).

Thalasemia Ð  (gangguan pembentukan rantai Ð)


 Secara klinis talasemia dibagi dalam 2
golongan yaitu :

Thalasemia Mayor (bentuk homozigot)


Memberikan gejala klinis yang jelas

Thalasemia Minor biasanya tidak


memberikan gejala klinis
GEJALA KLINIS THALASEMIA
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat
sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun,
yaitu:

 Lemah

 Pucat

 Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur

 Berat badan kurang

 Tidak dapat hidup tanpa transfusi


Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik,
bentuk heterozigot.

Thalasemia minor/thalasemia trait :

 ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.


 Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
Gizi buruk

 Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah


diraba

 Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati


(Hepatomegali ), Limpa yang besar ini mudah ruptur
karena trauma  ringan saja
 Gejala khas adalah:

Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek,


tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua
mata lebar dan tulang dahi juga lebar.

Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering


ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena
penimbunan besi.
PATOFISIOLOGI THALASEMIA
 Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan
sekunder.

Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan


eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit intrameduler.
Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam
folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang
mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
 Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada

gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin


berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi
antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus
karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta
proses hemolisis.
 Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua
polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.
 Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
 Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam
rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara
terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
 Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua
polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.
 Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada
gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
 Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam
rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara
terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin
defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini
menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
 Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama
ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit.
Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang
terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau
terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak
sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
 Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow
memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan
pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus
pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi
RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone
marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran
perubahan-perubahan sel dara merah, yaitu
mikrositosis, anisositosis, hipokromi,
poikilositosis, kadar besi dalam serum
meninggi, eritrosit yang imatur, kadar Hb
dan Ht menurun.
 Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien
mengandung HbF dan A2 yang tinggi,
biasanya lebih dari 30 % kadang ditemukan
hemoglobin patologis.
PENATALAKSANAAN THALASEMI
A
 Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk
menyembuhkan pasienthalasemia. Transfusi darah
diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6
gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu
makan.
 Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl.
Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan
akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang
disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah
dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
 Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2
tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis,
disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat
besi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

a. Asal keturunan/kewarganegaraan

Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa


disekitar laut tengah (mediterania). Seperti
turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia
sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit
darah yang paling banyak diderita.
b. Umur

Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya


jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak
anak berumur kurang dari 1 tahun.
Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru
datang berobat pada umur sekitar 4 – 6
tahun.
c. Riwayat kesehatan anak

Anak cenderung mudah terkena infeksi


saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb
yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena
adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama untuk
thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak
adalah kecil untuk umurnya dan ada
keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan
ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor
sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan
anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering
mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai
dengan usianya.

f.  Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak
usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal
mudah merasa lelah.
g. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Care)

Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu


dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa
dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko,
maka ibu perlu diberitahukan mengenai
risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir.
h. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering
didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah
serta tidak selincah anak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar
dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu
hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol
akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh
anemia kronik
6) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat
pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali ).
7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB
nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih
kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada
usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya,
tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis,
atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tahap adolesense karena adanya anemia
kronik.
9) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah
sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit
menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
PENATALAKSANAAN
KEPERAWATAN
1. Perawatan umum : Makanan dengan gizi
seimbang
2. Perawatan khusus : 
1) Transpusi darah diberikan bila kadar Hb
rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak
terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2) Splenektomi. Dilakukan pada anak yang
berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa
terlalu besar sehingga risiko terjadinya
trauma yang berakibat perdarahan cukup
besar.
3) Pemberian Roborantia, hindari preparat yang
mengandung zat besi.
4) Pemberian Desferioxamin untuk menghambat
proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi
Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui
usus dianjurkan minum teh.
5) Transplantasi sumsum tulang (bone marrow)
untuk anak yang sudah berumur diatas 16
tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit
dilaksanakan karena biayanya sangat mahal
dan sarananya belum memadai.
NURSING CARE PLAN (NCP)
DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Gangguan perfusi jaringan b/d 1. Observasi Tanda Vital.
penurunan oksigenasi ke sel – 2. Observasi perfusi : Warna
sel ditadai dengan pasien Kulit,rabaan,dan sensasi.
mengatakan kepala terasa 3. Tingkat Kesadaran.
pusing, warna kulit pucat, bibir 4. Atur Posisi Semi Fowler.
tampak kering,sclera ikterik , 5. Pemberian O2.
ekstremitas dingin. 6. Kolaborasi Dengan Dokter
Tujuan :gangguan perfusi Pemberian Tranfusi Darah.
jaringan teratasi dengan 7. Cek Hb serial post trafusi
kriteria darah.
• Tanda vital normal
• Ektremitas hangat
• Warna kulit tidak pucat
• Sclera tidak ikterik
• Bibir tidak kering
• Hb normal 12 – 16 gr%
DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Devisit volume cairan dan 1. Onservasi Intake Output
elektrolit berhubungan dengan Cairan.
penurunan input (muntah) 2. Observasi Tanda Vital.
ditandai dengan in-take kurang, 3. Beri pasien minum sedikit
mukosa mulut kering, turgor demi sedikit.
kulit lambat kembali, produksi 4. Terapi cairan secara
urine kurang. parenteral sesuai dengan
Tujuan : deficit volume cairan hasil kolaborasi.
dan elektrolit teratasi dengan 5. Cek elektrolit secara berkala.
kriteria:
• In-take cukup
• Mukosa mulut lembab
• Turgor kulit baik
• produk urine normal
DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman (nyeri) 1. Kaji sekala nyeri.
berhubungan dengan 2. Distraksi relaksasi.
hepatomegali/splenomegali 3. Posisi semi fowler.
yang diatandai dengan nyeri 4. Kolaborasi pemnerian
tekan pada daerah abdomen analgetik.
kwadran kiri atas, abdomen
hipertimpani, perut distensi,
peristaltic usus 10 x/m
Tujuan : gannguan rasa nyaman
(nyeri ) teratasi dengan kriteria :
• Nyeri abdomen hilang/kurang
• Abdomen timpani (perkusi)
• Perut tidak distensi
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai