Anda di halaman 1dari 13

Arsitektur Tradisional

Suku Buton
Oleh Deni Purnama Sudarmo
Suku Buton

• Suku Buton adalah suku bangsa yang menempati wilayah


Sulawesi Tenggara tepatnya di Kepulauan Buton. Suku
Buton juga dapat ditemui dengan jumlah yang signifikan
di luar Sulawesi Tenggara seperti di Maluku Utara,
Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Maluku, dan Papua
dikarenakan migrasi orang Buton di akhir tahun 1920-an.
• Masyarakat Buton memiliki beragam bahasa yang begitu
beragam. Hingga sekarang dapat ditemui lebih dari tiga
puluhan bahasa dengan berbagai macam dialek. Wujud
akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari
adanya penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat Anda
temukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta
memperkaya perbendaharaan bahasa Buton. Contoh nya
bahasa wolio
• Mata pencaharian

Perairan di pulau Buton dan Muna kaya akan ikan tuna dan
ikan ekor kuning. Maka dari itu sebagian besar masyarakat
suku Buton hidup pada bidang perairan menjadi pelaut dan
nelayan. Tetapi sejak kesempatan untuk memperoleh
penghasilan yang cukup di daerah terasa sulit, banyak dari
mereka yang kemudian pergi meninggalkan mata
pencaharian di sektor perairan. Dan kekinian kegiatan
pertanian menjadi kegiatan utama perekonomian. Mereka
menanam padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kapas,
kelapa, sirih, nanas, pisang dan lain-lain termasuk beberapa
jenis sayuran.

• Suku Buton terletak di pulau


Buton yakni di provinsi
Sulawesi tenggara
Arsitektur Tradisional Buton

Kesultanan Buton merupakan kerajaan yang pada masa lalu masyhur dan berjaya di Nusantara.
Bahkan berbagai sumber sejarah menyebutkan bahwa Kesultanan Buton tidak pernah dikuasai
atau tunduk oleh kerajaan ataupun bangsa di dunia. Namun bukan berarti Kesultanan Buton
menjadi sempit akan pengetahuan. Kesultanan Buton pada saat itu bersifat terbuka dan
bersahabat kepada siapapun. Dengan demikian karya nyata peradaban manusia yang beraneka
ragam juga dapat di jumpai di sini. Salah satu dari karya nyata peradaban tersebut, yang
berhubungan erat dengan arsitektur, tentunya adalah rumah adat. Rumah adat Buton, yang
merupakan rumah tempat tinggal suku Wolio, disebut dengan Banua Tada. Banua Tada berasal
dari dua kata Banua dan Tada. Kata “Banua” dalam bahasa setempat berarti rumah sedangkan
tada berarti siku, jadi Banua Tada adalah Rumah siku .
• Banua Tada

Banua tada adalah rumah suku walio atau orang buton di kabupaten
buton. Kata banua dalam bahasa setempat berarti rumah sedangkan tada
berarti siku. Jadi, banua tada dapat diartikan sebagai rumah siku.
Berdasarkan status sosial penghuninya, struktur bangunan ini dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu Kamali, Banua Tada Tare Pata Pale, dan
Banua Tada Tare Talu Pale. Kamali atau yang lebih dikenal dengan nama
Malige berarti Mahligai atau istana, yaitu tempat tinggal raja atau sultan dan
keluarganya. Banua Tada Tare Pata Pale yang berarti rumah siku bertiang
empat adalah rumah tempat tinggal para pejabat atau pegawai istana.
Sementara itu, Banua Tada Tare Talu Pale yang berati rumah siku bertiang
tiga adalah rumah tinggal untuk orang biasa.
Rumah Adat Sultan (Malige/kamali)

Rumah adat Malige/kamlali Merupakan rumah dari Sultan yg


berkuasa di Buton. Rumah adat ini didirikan tanpa tali pengikat
atau paku tapi dengan saling mengait. Meski demikian mampu
berdiri dengan kokoh dan megah, Rumah Malige terbuat dari kayu
yang sangat besar, di mana memiliki 40 tiang penyangga dan
lantainya dibuat dari kayu jati agar kuat. Rumah Malige
berbentuk panggung dan terdiri dari empat lantai.
• Fungsi serta denah rumah adat Malige

Secara umum dapat digambarkan bahwa susunan ruangan dalam istana Malige adalah sebagai
berikut:

1. Lantai pertama terdiri dari 7 petak atau ruangan, ruangan pertama dan kedua berfungsi
sebagai tempat menerima tamu atau ruang sidang anggota Hadat Kerajaan Buton. Ruangan
ketiga dibagi dua, yang sebelah kiri dipakai untuk kamar tidur tamu, dan sebelah kanan
sebagai ruang makan tamu. Ruangan keempat juga dibagi dua, berfungsi sebagai kamar anak-
anak Sultan yang sudah menikah. Ruang kelima sebagai kamar makan Sultan, atau kamar tamu
bagian dalam, sedangkan ruangan keenam dan ketujuh dari kiri ke kanan
dipergunakan sebagai makar anak perempuan Sultan yang sudah dewasa, kamar Sultan dan
kamar anak laki-laki Sultan yang dewasa.

2. Lantai kedua dibagi menjadi 14 buah kamar, yaitu 7 kamar di sisi sebelah kanan dan 7 kamar
di sisi sebelah kiri. Tiap kamar mempunyai tangga sendiri-sendiri hingga terdapat 7 tangga di
sebelah kiri dan 7 tangga sebelah kanan, seluruhnya 14 buah
tangga. Fungsi kamar-kamar tersebut adalah untuk tamu keluarga, sebagai kantor, dan sebagai
gudang. Kamar besar yang letaknya di sebelah depan sebagai kamar tinggal keluarga Sultan,
sedangkan yang lebih besar lagi sebagai Aula.
3. Lantai ketiga berfungsi sebagai tempat rekreasi.

4. Lantai keempat berfungsi sebagai tempat penjemuran. Di samping


kamar bangunan Malige terdapat sebuah bangunan seperti rumah
panggung mecil, yang dipergunakan sebagai dapur, yang dihubungakan dengan satu
gang di atas tiang pula.
Banua Kambero Sebagai Rumah Pejabat
Kesultanan

• Banua kambero merupakan rumah adat yg di tinggali oleh para


pejabat yakni orang yang membantu sultan buton dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Secara garis besar bentuk dan dan ciri khas konstruksi rumah
Pejabat Kesultanan atau Banua Kambero yaitu :

a. Bentuk atap bersusun dua sebagai simbol pembantu sultan dan


pengayom rakyat.
b. Jumlah petak rumah 3-5 petak.
c. Ornamen-ornamen sebagian besar sama dengan rumah untuk Sultan,namun simbol yang
tidak diperbolehkan yaitu ornamen Naga.
d. Adanya penambahan teras di depan rumah sebagai tempat menerima tamu dan sebagai
tempat untuk mengintai gerak gerik masyarakat, ini khusus untuk pejabat Bonto Ogena.
e. Bentuk lantai rumah yang ditinggikan disebelah kanan rumah dan
semakin kebelakang semakin tinggi yang dianalogikan sebagai posisi orang waktu sembahyan
Banua Tada sebagai Rumah Masyarakat

Awal terbentuknya permukiman Wolio di Baluwu dan Peropa


dimulai
dengan terbangunnya rumah-rumah panggung, sebagai pendatang
bentuk rumah yang dibangun masih sangat sederhana yang
kemudian rumah tersebut dikenal sebagai Banua Tada yang
kemudian dijadikan bentuk rumah masyarakat umum pada masa
Kerajaan dan Kesultanan Buton.“Bentuk rumah tada adalah bentuk
awal rumah panggung yang dibangun di Baluwu dan Peropa yang
kemudian menjadi bentuk rumah masyarakat umum“
Bentuk dan ciri banua tada untuk masyarakat berupa rumah
panggung dengan ciri-ciri sebagai berikut :

a. Jumlah petak rumah dua atau 3 petak.

b. Tidak ada simbol-simbol pada bangunan rumah.

c. Atap rumah satu susun.

d. Guci di tempatkan depan rumah


Perkembangan bentuk arsitektur tradisional saat ini
(tranformasi) :pengaruh sosial,budaya,politik dll.

Pengaruh sosial dalam perkembangan suku Buton di masa sekarang ini yaitu perkembangan
teknologi modern yang membuat masyarakat lebih memilih untuk mengikuti arus sehingga
membuat rumah adat tradisional menjadi berkurang seiring berjalannya waktu.
Pengaruh budaya juga sangat penting akan ketahanan tradisi rumah adat ,seiring banyak
budaya yang masuk dan tanpa proses penyaringan yang baik maka budaya –budaya
tradisional seperti rumah adat hanyalah akan menjadi penghias saja dan tidak diteruskan
dari generasi ke generasi.
Pengaruh politik di zaman era modern ini yaitu terfokus pada pertahanan dan
perkembangan politik sehingga membuat adat tradisional menjadi terlupakan bahkan
bahan utama yang di gunakan untuk membuat rumah tradisional semakin berkurang dan
rumah adat sekarang lebih di fokuskan untuk di jadi kan tempat wisata di banding kan di
lestarikan menjadi rumah masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai