Anda di halaman 1dari 13

Journal

Reading
Epistaxis First-Aid Management: a Needs
Assessment
among Healthcare Providers

Disusun Oleh: Hendra Adibia Setiaka 1102016083

Pembimbing : dr. Hastuti Rahmi, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK TELINGA HIDUNG DAN


TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 01 MARET 2021 – 14 MARET 2021
Abstrak
Tujuan: Untuk melakukan penilaian terhadap kebutuhan tindakan pertolongan pertama epistaksis yang dilakukan
oleh dokter keluarga dan staf UGD di London, Ontario, Kanada.
Metode: Kuesioner pilihan ganda berbasis kertas dibagikan kepada peserta. Perekrutan peserta dilakukan dalam
dua bagian: 1) 28 Emergency Medicine (EM) attending physician, 21 pelatihan dokter residen di UGD, dan 26
perawat UGD disurvei saat bertugas di UGD; 2) 27 dokter keluarga yang memberikan perawatan langsung atau
darurat dan yang mengikuti continuing medical education (CME) juga disurvei. Responden diminta untuk
mengidentifikasi di mana menerapkan kompresi pada hidung dan bagaimana posisi pasien selama epistaksis akut.
Hasil: Mengenai tempat menerapkan kompresi, 19% dokter keluarga, 43% EM physicians, 24% dokter residen,
dan 8% perawat UGD merespons dengan benar. Mengenai pemosisian, semua kelompok menanggapi serupa
dengan 54-62% menanggapi dengan benar. Dua puluh satu persen EM physicians, 19% dokter residen, 11% dokter
keluarga, dan 4% perawat menjawab dengan benar kedua pertanyaan tersebut.
Kesimpulan: Kebanyakan dokter keluarga, EM physicians, perawat UGD, dan dokter residen tidak dapat dengan
benar mengidentifikasi tindakan pertolongan pertama dasar untuk epistaksis akut. Studi ini mengidentifikasi area
di mana pengetahuan kurang dan potensi perbaikan dalam manajemen dan pendidikan pasien.
Pendahuluan
Epistaksis adalah masalah umum dan berpotensi mengancam nyawa. Insiden epistaksis seumur hidup
pada populasi umum adalah 60%.
Beberapa bukti telah dikeluarkan yang menunjukkan bahwa staf UGD (dokter dan perawat)
menggunakan tindakan pertolongan pertama yang tidak tepat dalam manajemen epistaksis awal.
Tindakan pertolongan pertama dasar untuk epistaksis harus diketahui oleh semua orang yang bekerja
di UGD dan merupakan tindakan dari bantuan hidup dasar.
Secara singkat, mendudukkan pasien dan memiringkan kepala ke depan dapat melindungi jalan napas
dan mencubit hidung ke septum selama 10 sampai 15 menit mampu memberikan tekanan pada
pleksus Kiesselbach, yang merupakan sumber perdarahan pada 95% kasus.
Namun demikian, masih banyak mitos yang menyebar seputar pertolongan pertama epistaksis.
Kesalahpahaman yang umum seperti memiringkan kepala ke belakang dan memberikan tekanan pada
tulang hidung (rhinion).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengetahuan tentang manajemen pertolongan
pertama epistaksis yang diketahui oleh dokter layanan primer, EM physicians, perawat UGD dan
dokter residen yang rotasi pada Emergency Medicine.
Metode
Intrumen dan Pengukuran Hasil
Kuisioner pilihan ganda berbasis kertas disiapkan untuk menilai ke’familier’an peserta
terhadap tindakan pertolongan pertama epistaksis
Melalui forced-choice questions, peserta ditanya di mana harus memberikan tekanan
pada gambar hidung (tulang hidung, punggung tengah/rhinion, atau ala)
Tekanan yang diterapkan pada ala dengan kepala dimiringkan ke depan dianggap
benar. Peserta juga ditanya tentang tingkat kepercayaan mereka untuk setiap
tanggapan (tidak yakin, agak yakin, atau sangat yakin).
Statistik deskriptif dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS Statistics
Version 22.0 (IBM Corp., Armonk, New York).
Peserta Studi
Grup yang disurvei termasuk dokter keluarga yang berpraktik, EM attending physicians,
perawat UGD, dan dokter residen dari berbagai tingkat pelatihan dan dari berbagai
program pelatihan yang saat ini sedang dalam rotasi EM.
Hasil
Secara total, 102 survei yang diselesaikan
dimasukkan untuk analisis. Responden terdiri
dari 28 EM attending physicians (43% dari total
fakultas), 26 perawat UGD, 21 dokter residen
dalam rotasi EM, dan 27 dokter keluarga.
Sebagian kecil dari setiap kelompok menjawab
dengan benar ketika ditanya di mana harus
menerapkan kompresi dan lebih dari setengah
responden dengan benar memposisikan kepala
pasien. (Diagram)
Hasil

Ketika menilai tanggapan untuk kedua pertanyaan bersama-sama, hanya 21% dari EM attending
physicians, 19% dokter residen, 11% dari praktisi perawatan primer, dan 4% perawat menjawab
dengan benar.
Sebagian besar EM physicians dan praktisi perawatan primer yang salah menanggapi salah satu
pertanyaan di atas menyatakan bahwa mereka "sangat yakin" dengan tanggapan mereka. (Tabel)
Diskusi
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan umum tentang pertolongan pertama epistaksis
buruk pada populasi penyedia layanan kesehatan ini.
Selain itu, sebagian besar dokter keluarga dan EM attending physicians menjawab bahwa mereka
"sangat yakin" saat memberikan tanggapan yang salah.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa para dokter ini tidak hanya kurang informasi tentang hal ini, tetapi
mungkin memiliki kesalahpahaman yang sangat kuat tentang bagaimana penanganan awal pada
epistaksis.
Sayangnya, temuan tersebut merupakan hal yang wajar. Dalam survei terbaru dari dokter junior di 50
UGD yang berbeda di Inggris Raya (UK), 42% melaporkan tidak memiliki pengajaran formal tentang
manajemen epistaksis dan 38% melaporkan bahwa topik tersebut dibahas dalam waktu kurang dari
15 menit.
Masalah ini juga tampaknya luas secara global. Sebuah studi oleh Alyahya et al. mahasiswa
kedokteran di Arab Saudi menemukan bahwa hanya 41% yang mengidentifikasi area yang benar
untuk penerapan tekanan pada hidung, dengan mayoritas melaporkan pengetahuan ini didapatkan
secara otodidak.
Diskusi
Dalam sebuah studi pasien epistaksis yang ditemui oleh ahli THT, semua pasien
telah bertemu dokter terlebih dahulu sebelum ditemui ahli THT, tetapi hanya
kurang dari setengahnya yang telah menerima saran/edukasi
manajemen
tentang pertolongan pertama epistaksis.
Eze dkk. menyurvei EM physicians tentang praktik mereka mengedukasi pasien
dan membuat grafik sebelum dan sesudah intervensi. EM physicians diberikan
presentasi dan brosur tentang manajemen pertolongan pertama epistaksis oleh
departemen THT. Awalnya, 17% pasien kembali ke UGD dengan epistaksis
berulang. Pada studi fase kedua, setelah presentasi dan pemberian selebaran
brosur, hanya 8% yang kembali ke perawatan dengan epistaksis berulang.
Diskusi
Ambiguitas juga masih ada dalam instruksi yang terdapat pada publikasi baru
dari Journal of Family Practice yang meninjau pernyataan manajemen epistaksis
yaitu "menerapkan tekanan digital pada bagian tulang rawan hidung" dan
pentingnya instruksi ini tidak ditekankan. Untuk lebih meningkatkan
pengetahuan pasien, kita perlu memastikan pengajaran dan edukasi petugas
kesehatan baik dalam instruksinya maupun kepentingannya.
Diskusi
Meskipun penelitian penulis saat ini menyoroti defisit pengetahuan di penyedia
layanan kesehatan yang disurvei, ada keterbatasan dalam penelitian ini yang
memerlukan diskusi.
Survei ini adalah single-center study dan oleh karena itu, memiliki keterbatasan
yang melekat pada kemampuan generalisasinya.
Survei forced-choice mungkin tidak menangkap secara spesifik apa yang dokter
katakan kepada pasien sebagai edukasi atau seluk-beluk alasan di mana mereka
seharusnya mengompres hidung.
Kesimpulan
Mayoritas dokter keluarga, EM attending physicians, perawat UGD, dan dokter
residen pada rotasi EM yang disurvei pada penelitian single centre ini, salah
dalam mengidentifikasikan tindakan pertolongan pertama untuk epistaksis akut.
Pengajaran khusus tentang topik ini diharapkan dapat mengatasi dan
meningkatkan kurangnya pengetahuan yang diidentifikasi oleh penelitian
penulis, dan selanjutnya meningkatkan perawatan dan keselamatan pasien.
Daftar Pustaka
Sowerby dkk. 2021. Epistaxis First-Aid Management: a Needs Assessment
among Healthcare Providers. London: Departement of Otolaryngology
University of Western.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai