Anda di halaman 1dari 54

EPILEPSI

Nur Aisya Sinan Sari Mode, S. Ked


K1A1 14060
Definisi
• epilepsi :
- gangguan SSP yang ditandai dg
terjadinya bangkitan (seizure, fit,
attack, spell) yang bersifat
spontan (unprovoked) dan
berkala
- kejadian kejang yang terjadi
berulang (kambuhan)
• Kejang : manifestasi klinik dari
aktivitas neuron yang berlebihan
di dalam korteks serebral
• Manifestasi klinik kejang sangat
bervariasi tergantung dari daerah
otak fungsional yang terlibat
Profil EEG pada penderita epilepsi
Epidemiologi
• Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada
kondisi tanpa serangan, pasien terlihat normal dan
semua data lab juga normal, selain itu ada stigma
tertentu pada penderita epilepsy  malu/enggan
mengakui
• Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama,
menurun sampai umur 50 th, dan meningkat lagi
setelahnya terkait dg kemungkinan terjadinya penyakit
cerebrovaskular
• Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur 18 th
Dampak penyakit

• Aspek psikososial (masalah medik, psikologis, sosial, dan


ekonomi
• Aspek medik : meningkatnya biaya perawatan, perlunya
tenaga terlatih yang terampil, fasilitas teknik dan
tersedianya obat antiepilepsi (OAE)
• Aspek ekonomi : terbatasnya lapangan kerja,
meningkatnya pengangguran
• Aspek psikologis : rasa cemas, kehilangan kepercayaan
diri
• Aspek sosial : stigma negatif tentang penyakit dan
penderita
Prognosis

• Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang mengalami


epilepsy akan sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan
bisa lepas obat
• 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis
 pengobatan semakin sulit  5 % di antaranya akan
tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari
• Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi
mental, dan gangguan psikiatri dan neurologik  prognosis
jelek
• Penderita epilepsi memiliki tingkat kematian yg lebih tinggi
daripada populasi umum
Lanjutan prognosis…

Penyebab kematian pada epilepsi :


• Penyakit yg mendasarinya dimana gejalanya berupa
epilepsi misal : tumor otak, stroke
• Penyakit yg tidak jelas kaitannya dg epilepsi yg ada
misal : pneumonia
• Akibat langsung dari epilepsi : status epileptikus,
kecelakaan sebagai akibat bangkitan epilepsi dan
sudden un-expected death
Etiologi
• Epilepsi mungkin disebabkan oleh:
– aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang
mempengaruhi otak
– gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di
otak akibat trauma otak pada saat lahir atau cedera lain
– pada bayi  penyebab paling sering adalah asfiksi atau
hipoksia waktu lahir, trauma intrakranial waktu lahir,
gangguan metabolik, malformasi congenital pada otak,
atau infeksi
– pada anak-anak dan remaja  mayoritas adalah epilepsy
idiopatik, pada umur 5-6 tahun  disebabkan karena febril
– pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi  idiopatik,
karena birth trauma, cedera kepala, tumor otak (usia 30-50
th), penyakit serebro vaskuler (> 50 th)
Patogenesis
Kejang disebabkan karena ada
ketidakseimbangan antara
pengaruh inhibisi dan eksitatori
pada otak
Ketidakseimbangan bisa terjadi
karena :
• Kurangnya transmisi inhibitori
– Contoh: setelah pemberian
antagonis GABA, atau selama
penghentian pemberian agonis
GABA (alkohol, benzodiazepin)
• Meningkatnya aksi eksitatori 
meningkatnya aksi glutamat atau
aspartat
Central transmitter substances
Diagnosis
• Pasien didiagnosis epilepsi jika mengalami serangan
kejang secara berulang
• Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain dari gejala,
diperlukan berbagai alat diagnostik :
– EEG
– CT-scan
– MRI
– Lain-lain

A CT or CAT scan (computed


tomography) is a much more
sensitive imaging technique than X-
ray, allowing high definition not only
of the bony structures, but of the soft
tissues.
Klasifikasi epilepsi

• Berdasarkan tanda klinik


dan data EEG, kejang
dibagi menjadi :
– kejang umum (generalized
seizure)  jika aktivasi
terjadi pd kedua hemisfere
otak secara bersama-sama
– kejang parsial/focal  jika
dimulai dari daerah
tertentu dari otak
Kejang umum terbagi atas:
• Tonic-clonic convulsion = grand mal
– merupakan bentuk paling banyak terjadi
– pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur
– bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
– terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan,
sakit kepala atau tidur
• Abscense attacks = petit mal
– jenis yang jarang
– umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
– penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai
– kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari
• Myoclonic seizure
– biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur
– pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba
– jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal
• Atonic seizure
– jarang terjadi
– pasien tiba-tiba kehilangan
kekuatan otot  jatuh, tapi bisa
segera recovered

Petit mal
Kejang parsial terbagi menjadi :
• Simple partial seizures
– pasien tidak kehilangan kesadaran
– terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari tubuh
• Complex partial seizures
– pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan
mengunyah, meringis, dll tanpa kesadaran

Kejang parsial
Sasaran Terapi
Mengontrol supaya tidak terjadi kejang dan
meminimalisasi adverse effect of drug

Strategi Terapi
 mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik
syaraf yang berlebihan  melalui perubahan pada
kanal ion atau mengatur ketersediaan
neurotransmitter
Prinsip umum terapi epilepsi:
– monoterapi lebih baik  mengurangi potensi adverse effect,
meningkatkan kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi
lebih baik dari monoterapi dan biasanya kurang efektif karena
interaksi antar obat justru akan mengganggu efektivitasnya dan
akumulasi efek samping dg politerapi
– hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif 
toleransi, efek pada intelegensia, memori, kemampuan motorik
bisa menetap selama pengobatan
– jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi non-sedatif, jika
gagal baru diberi sedatif atau politerapi
– berikan terapi sesuai dgn jenis epilepsinya
– Memperhatikan risk-benefit ratio terapi
– Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat
mungkin dalam jangka waktu pendek
– mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan
sesuai dg kondisi klinis pasien  penting : kepatuhan
pasien
– ada variasi individual terhadap respon obat antiepilepsi
 perlu pemantauan ketat dan penyesuaian dosis
– jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan
 pelan-pelan dihentikan dan diganti dengan obat lain
(jgn politerapi)
– lakukan monitoring kadar obat dalam darah  jika
mungkin, lakukan penyesuaian dosis dgn melihat juga
kondisi klinis pasien
Monitoring kadar obat dalam serum (TDM = Therapeutic Drug Monitoring )

Tujuan :
• Untuk mengevaluasi kepatuhan penderita
• Menilai faktor farmakokinetika dan farmakodinamika obat 
menelusuri kemungkinan apabila terjadi kegagalan terapi
• Mengidentifikasi kadar obat yg efektif utk mengenali
perubahan2 yg mungkin dpt menimbulkan kejang/bangkitan
atau efek samping
• Menentukan obat apa yg kemungkinan dpt menimbulkan efek
toksik apabila digunakan lebih dari satu macam obat
Kendala :
Fasilitas & biaya pemeriksaan laboratorium
Pendekatan monoterapi

• Tujuan utama : mengendalikan bangkitan epilepsi dg satu jenis obat


• Obat yg dipilih adl obat yg terbaik atau paling sesuai utk bangkitan
tertentu dan penderita sendiri
• Apabila obat pertama jelas2 terbukti tdk efektif, maka obat jenis kedua
harus diberikan
• Penghentian obat pertama secara mendadak tidak dianjurkan karena akan
menimbulkan bangkitan ulang, penurunan dosis dianjurkan 20% dari dosis
total harian setiap 5 kali waktu paroh obat
• Dalam praktek pendekatan monoterapi mungkin sulit diterapkan secara
konsisten mengingat perlu tenaga profesional, fasilitas laboratorium yg
mendukung serta kerja sama yg baik antara penderita dan keluarga
Tatalaksana terapi
• Non farmakologi:
– Amati faktor pemicu
– Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya :
stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan
jadwal tidur, terlambat makan, dll.
• Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi
Obat-obat anti epilepsi
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
• Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik
• Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
• agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi inhibitori dg
mengaktifkan kerja reseptor GABA  contoh: benzodiazepin, barbiturat
• menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat 
contoh: Vigabatrin
• menghambat GABA transporter  memperlama aksi GABA  contoh:
Tiagabin
• meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien 
mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool 
contoh: Gabapentin
Pemilihan obat : Tergantung pada jenis epilepsinya

Kejang Umum (generalized seizures)


Kejang
parsial Tonic-clonic Abscense Myoclonic,
atonic

Drug of Karbamazepin Valproat Etosuksimid Valproat


choice Fenitoin Karbamazepi Valproat
Valproat n
Fenitoin

Alternative Lamotrigin Lamotrigin Clonazepam Klonazepam


s Gabapentin Topiramat Lamotrigin Lamotrigin
Topiramat Primidon Topiramat
Tiagabin Fenobarbital Felbamat
Primidon
Fenobarbital
ALGORITMA Diagnosa positif
TATALAKSANA
EPILEPSI Mulai pengobatan dg satu AED
Pilih berdasar klasifikasi kejang
dan efek samping

Ya Sembuh ? Tidak

Efek samping dapat ditoleransi ? Efek samping dapat ditoleransi ?

Ya Tidak Ya Tidak

Tingkatkan dosis Turunkan dosis


Kualitas hidup Turunkan dosis Tambah AED 2
optimal ?

Pertimbangkan,
Sembuh?
Ya Tidak Hentikan AED1
Atasi dg tepat Tetap gunakan Ya Tidak
AED2
Lanjutkan
terapi
lanjut
lanjut
lanjutan

Lanjutkan Tidak sembuh


terapi
Efek samping dapat ditoleransi ?
Tidak kambuh
Selama > 2 th ? Tidak Ya

ya tidak Hentikan AED yang tdk Tingkatkan dosis


efektif, AED2, cek interaks
Tambahkan AED2 yang lain Cek kepatuhan
Hentikan Kembali ke
pengobatan Assesment Sembuh ?
awal
Y Tidak
a
Lanjutkan terapi Rekonfirmasi diagnosis,
Pertimbangkan pembedahan
Atau AED lain
Status epileptikus

• = kejang umum yang terjadi selama 5 menit atau


lebih atau kejadian kejang 2 kali atau lebih tanpa
pemulihan kesadaran di antara dua kejadian tersebut
• Merupakan kondisi darurat yg memerlukan
pengobatan yang tepat untuk meminimalkan
kerusakan neurologik permanen maupun kematian
Etiologi
Tipe 1 Tipe 2
(tidak ada lesi ( Ada lesi struktural)
struktural) • Anoksia/hipoksia
• Infeksi • Tumor CNS
• Infeksi CNS • CVA
• Gangguan metabolik • Overdose obat
• Turunnya level AED • Hemoragi
• Alkohol • Trauma
• Idiopatik
Terapi ?
• Non-farmakologi:
– Tanda-tanda vital dipantau
– Pelihara ventilasi
– Berikan oksigen
– Cek gas darah utk memantau asidosis respiratory atau
metabolik
– Kadang terjadi hipoglikemi  berikan glukosa

• Farmakologi : dengan obat-obatan


Algoritma tatalaksana pada status epileptikus
Profil obat

• Karbamazepin (carbamazepin)
Dimetabolisme di liver carbamazepin – 10, 11 –
epoxide (metabolit aktif) 
Antikonvulsan
Neurotoksisitas  ES : mual, bingung, mengantuk,
pandangan kabur, ataksia
ES jarang : agranulositosis
Kons serum meningkat linier dg dosis (beda dg fenitoin)
• Fenitoin
Terhidroksilasi di liver mell sistem penjenuhan enzim,
kec metab bervariasi antar individu
Diperlukan sampai 20 hari u mencapai kadar level
stabil sesudah perub dosis shg perlu dicegah ↑
dosis secara gradual atau sampai tjd tanda gangg
serebral (nistagmus, ataksia, pergerakan involuntar)
Perlu monitoring kons serum scr ketat  ↑ dosis
kecil menghasilkan kadar toksik obat dlm serum
ES lain : hipertrofi gusi, jerawat, kulit berlemak,
gambaran muka kasar dan hirsutism
• Lamotrigin
Dapat digunakan dlm btk tunggal, spt fenitoin dg ES <
ES : pandangan kabur, bingung, mengantuk
Reaksi kulit serius terutama pd anak kecil
• Fenobarbital
Kmk sama efektifnya dg karbamazepin & fenitoin pd
pengobatan kejang tonik-klonik dan parsial, ttp ES
sedatif >
Toleransi tjd pd pemakaian jangka panjang dan
withdrawl scr tiba2 yg dpt memicu status
epileptikus.
ES : simptom serebral (sedasi, ataksia, nistagmus),
mengantuk (pd dws), dan hiperkinesia pd anak2
Primidon dimetab mjd metabolit aktif antikonvulsan,
salah satunya adl fenobarbital
• Vigabatrin, gabapentin, dan topiramat
Digunakan sbg : “ add-on” drugs pd penderita epilepsi
yg tdk mencapai efek baik dg obat antiepilepsi lain
Vigabatrin sedikit / jarang digunakan krn dpt
mengurangi daerah pandang (visual fields) sampai
1/3 penderita
Gabapentin & karbamazepin juga digunakan utk
mengobati nyeri neuropatik (shooting & stabbing)
yg krg berespon thdp analgesik konvensional
• Ethosuximide
Hanya efektif pd pengobatan kejang mioklonik (tanpa
efek kehilangan kesadaran)
• Valproat
Keuntungan : risiko sedatif <, spektrum aktivitas luas &
ES mual, peningkatan BB, perdarahan & rambut
rontok relatif kecil
Kerugian utama : kdg2 respon idiosinkratik
menyebabkan toksisitas hepatik parah / fatal
• Benzodiazepin : Clonazepam
Antikonvulsan poten, efektif pd absences, tonic-clonic
seizures & myoclonic seizures
Bersifat sedatif dan toleransi kuat dimana tjd pada
pemberian oral yg lama
Pemberian obat antiepilepsi pada anak

• Terjadi defisiensi kognitif spesifik akibat : bangkitan epilepsi,


faktor etiologi, munculnya bangkitan pada usia dini, sering
mengalami bangkitan, dan obat antiepilepsi
• Pengaruh beberapa obat antiepilepsi :
• Fenobarbital →hiperaktif
• Fenitoin (dosis tinggi)→enselofati progresif, retardasi mental
dan penurunan kemampuan membaca
• Karbamazepin dan asam valproat →gangguan kognitif ringan
• Valproat (dosis tinggi)→mengganggu fungsi motorik
Efek obat antiepilepsi pada anak

• Jurnal Pediatr Neurol. th 2006 : obat2 antiepilepsi


(asam valproat, carbamazepin, oxcarbazepin) dapat
menurunkan densitas tulang pada anak.
• Perlu monitoring pemakaian jangka panjang pada
anak, di samping perlu dipertimbangkan pemberian
suplemen utk tulang.
Pertimb pemakaian pd wanita
• Estrogen menghambat reseptor GABA,
mempotensiasi aktivitas glutaminergik
• Progesteron efeknya berlawanan dg estrogen dan
mempotensiasi aktivitas reseptor GABA &
mengurangi kec neuronal discharge
• Obat2 antiepilepsi terutama induser enzim metab
hepatik juga pengaruhi hormon dg peningkatan
metab hormon steroid & menginduksi produksi
hormon seks terikat globulin shg menyebabkan
penurunan fraksi hormon steroid yg tak terikat
(unbond)  mengurangi efikasi hormon
Penatalaksanaan epilepsi pada lanjut usia

• Perlu pertimbangan : penyakit lain yg menyertai,


polifarmasi yg menyebabkan interaksi obat,
perubahan fisiologi tubuh (absorpsi obat, ikatan
protein, metabolisme dan eliminasi obat)
• Prinsip terapi : dosis tunggal atau dua kali sehari, tidak
ada efek samping atau minimal, tidak ada interaksi
obat atau minimal, ikatan protein rendah,
farmakokinetik linier, tidak berpotensi reaksi alergi
atau idiosinkrasi, dan ada ketersediaan dlm bentuk
parenteral
Contoh aplikasi klinis

Obat2 antiepilepsi gol enzym – inducer misal topiramat


menyebabkan kegagalan oral kontrasepsi pd wanita
shg perlu dosis oral kontrasepsi yg tinggi (≥ 50 μg)
• Sedang valproat, BZ dan sebag besar antiepilepsi
baru yg non enzyme – inducer
 tidak punya efek tsb
Pd sebag besar wanita epilepsi kecenderungan kejang
meningkat pd masa menstruasi (catamenial seizures)
dan saat ovulasi  hal ini berhub dg progesteron
withdrawl & perub rasio estrogen – progesteron,
pada kondisi ini lebih baik dg obat antiepilepsi
konvensional
Pada kehamilan

Akibat epilepsi pd kehamilan :


Kejang maternal 25 – 30% penderita
Komplikasi kehamilan
ES pd fetus meliputi penyakit dan obat antiepilepsi
• Kejang maternal akibat efek lgs pd seizures
threshold dan penurunan kons obat antiepilepsi dlm
serum terkait dg peningkatan klirens obat, protein
binding, disposisi obat dll pd kehamilan
• Efek obat antiepilepsi pd kehamilan  malformasi
kongenital
Barbiturat & fenitoin  congenital heart malformation,
orofacial clefts & malformasi lain
Valproat & carbamazepin spina bifida (neural tube
defect) & hypospadias
ES pd kehamilan yg bukan akibat obat antiepilepsi :
hambatan pertumb, psikomotor, retardasi mental,
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
KIE pada wanita epilepsi yg hamil

• Intake asam folat (~0,4 – 1 mg/hari) pd


prenatalmencegah efek teratogenik
• Obat antiepilepsi secara monoterapi, dosis serendah
mgk mengurangi efek teratogenik
• Obat2 antiepilepsi yg lebih baru punya efek
teratogenik <
• Pemberian vit K pd bulan terakhir kehamilan dg dosis
10 mg oral setiap hari mencegah koagulopati
KIE pada ibu menyusui

• Meski distribusi obat antiepilepsi dilaporkan rendah


pada air susu, namun perlu diperhatikan efek pada
bayi (sedasi, iritabilitas, poor feeding) terutama pada
pemakaian barbiturat & benzodiazepin
Penghentian pengobatan epilepsi

• Tergantung jenis bangkitan / kejang dan prognosis


epilepsi
• Jenis bangkitan untuk memperkirakan tingkat
kekambuhan, misalnya :
• Epilepsi absence atau petit mal →tingkat kekambuhan
rendah
• Berturut-turut makin tinggi tingkat kekambuhan : klonik
atau mioklonik, kejang tonik-klonik, parsial sederhana
dan parsial kompleks, selanjutnya kejang yang terdiri dari
lebih dari satu jenis
Bagaimana pada wanita perimenopause

• Berpengaruh pd keparahan epilepsi kmk krn fluktuasi


hormon seks (terutama yg memiliki riwayat
catamenial seizures)
• Efek HRT juga belum jelas pd pengontrolan kejang,
namun perlu monitoring timbulnya kejang pd
pemberian suplemen estrogen
Jika terapi farmakologi gagal, bagaimana ?

• Perlu dipertimbangkan terapi operatif (terutama utk


epilepsi refrakter/kambuhan)
• Yang paling aman & efektif : reseksi lobus temporal
bagian anterior, jenis yang lain : reseksi korteks otak,
hemisferektomi, pembedahan korpus kalosum,
reseksi multilobar pada bayi
• Lebih kurang 70-80% penderita yg mengalami operasi
terbebas dari bangkitan, walaupun beberapa
diantaranya harus tetap minum obat
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai