Anda di halaman 1dari 25

JOURNAL READING

OUTCOMES FOLLOWING CARDIOPULMONARY


RESUSCITATION IN AN EMERGENCY
DEPARTMENT
OF A LOW- AND MIDDLE-INCOME COUNTRY
Selasa, 4 Juni 2019
Disusun oleh: Adelina Pramestuti – 14711027
Penulis
• Umme Salama Moosajee
• Syed Ghazanfar Saleem Halaman
• Sundus Iftikhar Depan Jurnal
• Lubna Samad
International Journal of
Emergency Medicine
2018
Pendahuluan
• Henti jantung (cardiac arrest) adalah gawat darurat medis  berhentinya fungsi mekanis jantung secara tiba-
tiba  sirkulasi darah tidak mencukupi  denyut nadi (-); apnea; kehilangan nadi, tekanan darah, dan
pernapasan spontan
• Dapat ditangani dengan intervensi segera  dapat menyebabkan kematian jika tindakan tepat & tidak segera
• BHD terdiri dari (1) aktivasi sistem tanggap darurat, (2) resusitasi jantung paru (RJP), & (3) defibrilasi dgn
defibrillator eksternal otomatis  sesuai pedoman American Heart Association
• RJP adalah upaya mengembalikan sirkulasi & menjaga kelangsungan hidup organ vital hingga penyebab yang
mendasarinya dapat diatasi & intervensi definitif dapat dimulai.
Pendahuluan (cont’d)
• RJP berhasil  outcome (hasil): return of spontaneous circulation (ROSC) & survival to discharge (STD)
• ROSC didefinisikan kembalinya nadi (sirkulasi) spontan dan pemeliharaannya selama lebih dari 20 menit.
• STD didefinisikan sebagai pasien yang dipindahkan dari ICU ke bangsal, dipindahkan dari satu fasilitas ke
fasilitas lain, atau dipulangkan dari rumah sakit dalam kondisi stabil.
• Diperkirakan pulihnya aliran darah normal pada <30% pasien yang menjalani RJP
Pendahuluan (cont’d)
• UGD di RS mengelola jumlah terbanyak pasien henti jantung  di luar RS yang dibawa ke UGD atau pasien
UGD yang kemudian mengalami serangan
• Menurut literatur, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi hasil RJP di UGD: karakteristik pasien (usia & jenis
kelamin), karakteristik klinis dan RJP spesifik (mekanisme henti jantung, irama awal setelah henti jantung,
pengaturan klinis, durasi RJP)
• Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hasil RJP pada pasien henti jantung di rumah sakit tersier di Karachi,
Pakistan, dan mengidentifikasi prediktor yang terkait dengan hasil positif.
METODE
Metode
• Studi retrospektif menganalisis rekam medis dari semua pasien henti jantung yang menjalani RJP di UGD
Rumah Sakit Indus (The Indus Hospital/TIH), selama periode 8 tahun (Januari 2008 - Desember 2015)
• Rumah Sakit Indus merupakan rumah sakit tersier yang terletak di Karachi, Pakistan, yang melayani populasi
perkotaan besar, menengah ke bawah.
• Sekitar 50.000 pasien datang ke UGD per bulan, dimana 10-15 pasien baik dengan henti jantung maupun
mengalami henti jantung saat penanganan di UGD.
• Rekam medis dari 800 pasien yang menjalani RJP di UGD  468 pasien yg memenuhi kriteria
• Kriteria inklusi : usia ≥18 tahun serangan jantung di dalam atau di luar RS
• Kriteria eksklusi : (1) catatan hilang /data tidak lengkap; (2) DOA; (3) KRS APS; (4) dipindahkan ke fasilitas lain
segera untuk perawatan pasca-serangan; (5) DNR; (6) dari UGD ke ICU/CCU kmd dipindahkan dalam 24 jam ke
fasilitas lain (hasil akhir tidak diketahui)
• Kejadian pertama henti jantung diambil pada pasien yang memiliki >1 episode henti jantung.
Metode
• Demografi & riwayat klinis dicatat untuk menilai prediktor terkait hasil pasca-serangan.
• Karakteristik klinis henti jantung: (1) lokasi; (2) penyebab serangan; (3) henti jantung yang disaksikan; (4) irama
awal yang tercatat pascaa serangan.
• Karakteristik RJP: (1) dilakukan oleh bystander; (2) interval waktu kolaps-mulai RJP; (3) durasi RJP; (4) jumlah
kejutan yang diberikan.
• Hasil RJP ditentukan menjadi ROSC dan STD  kategori STD termasuk pasien yang dipulangkan dari rumah sakit
serta pasien yang dipindahkan ke fasilitas lain setelah masa inap minimum 24 jam setelah ROSC.
• Data dianalisis SPSS versi 21.0 (IBM, Chicago, IL)  analisis deskriptif, mean dan standar deviasi untuk variabel
kontinyu  variable terikat: ROSC dan STD
• Regresi logistik multipel  untuk menilai prediktor untuk ROSC dan STD
• Odd ratio >1 menunjukkan kemungkinan peningkatan hasil (ROSC atau STD), dan nilai p <0,05 dianggap
signifikan.
• Indeks Yauden digunakan untuk menentukan batas usia pasien, waktu kolaps hingga dilakukan RJP, dan durasi RJP.
HASIL
Gambar 1.
Hasil RJP pada pasien henti
jantung

Gambar ini menunjukkan rincian populasi studi, yaitu pasien henti jantung yang
ada di UGD Rumah Sakit Indus selama durasi periode penelitian, berdasarkan
hasil RJP.
Cerebral Performance Category (CPC)
Neurologic outcome after cardiac arrest

CPC 1 (Good cerebral performance  normal life)


• Conscious, alert, able to work and lead a normal life. May have minor psychological or neurologic deficits (mild
dysphasia, non-incapacitating hemiparesis, or minor cranial nerve abnormalities).
CPC 2 (Moderate cerebral disability  disabled but independent)
• Conscious. Sufficient cerebral function for part-time work in sheltered environment or independent activities of
daily life (dress, travel by public transportation, food preparation). May have hemiplegia, seizures, ataxia,
dysarthria, dysphasia, or permanent memory or mental changes
CPC 3 (Severe cerebral disability  conscious but disabled and dependent)
• Conscious; dependent on others for daily support (in an institution or at home with exceptional family effort). Has
at least limited cognition. This category includes a wide range of cerebral abnormalities, from patients who are
ambulatory but have severe memory disturbances or dementia precluding independent existence to those who
are paralyzed and can communicate only with their eyes, as in the locked-in syndrome.
Cerebral Performance Category (CPC)
Neurologic outcome after cardiac arrest

CPC 4 (Coma or vegetative state  unconscious)


• Unconscious, unaware of surroundings, no cognition. No verbal or psychologic interaction with environment.
CPC 5 (Brain death)
• Certified brain dead or dead by traditional criteria.
Pasien lebih muda berpeluang yang secara
signifikan lebih baik utk mengalami ROSC
(p = 0,004) & mencapai STD
dibandingkan dengan pasien yang lebih tua
(p = 0,386)

serangan terjadi di dalam RS lebih


mungkin untuk mencapai ROSC &
STD
Dari 314 pasien OHCA, hampir ½ (n =
40% 14%
138; 44%) serangan disaksikan  hanya
23 kasus, RJP dilakukan oleh bystander
21% 4%
(17% dari serangan yang disaksikan, dan
7% dari OHCA)
117 pasien dengan irama PVT + VF memiliki
peluang jauh lebih tinggi untuk mencapai ROSC
(51,3%) dan STD (42,9%), dibandingkan dengan
irama non-shockable (masing-masing 19,4% dan
41,5%; p <0,0001)

Jumlah kejutan irama shockable berkisar 2-9, tanpa


pasien mencapai ROSC setelah kejutan ke-8  hasil
lebih menguntungkan pada pasien menerima ≤4
kejutan selama resusitasi (65,5% ROSC dan 42,3%
STD) dibandingkan dengan >4 kejutan (39% ROSC
dan 43,8% STD, masing-masing p <0,0001).

ROSC dicapai setelah:


5 kejutan (n = 6), 6 kejutan (n = 11), dan 8 kejutan (n = 6).
STD dicapai setelah
5 kejutan (n = 2), 6 kejutan (n = 2), dan 8 kejutan (n = 3).

PVT: pulseless ventricular tachycardia; VF: ventricular fibrillation


Model regresi logistik multipel akhir, usia pasien (≤49 tahun OR 2,2; 95% CI 1,3-3,6; referensi >49 tahun), serangan disaksikan
(OR 1,9; 95% CI 1,0-3,7; referensi serangan tanpa disaksikan), interval waktu antara kolaps hingga dimulainya RJP (≤30 menit
OR 14,7; 95% CI 4,9-43,4; referensi >30 menit) & jumlah kejutan yang diberikan selama RJP (1-4 OR 3,0; 95% CI 1,4-6,4;
referensi >4 kejutan) secara positif terkait dengan ROSC [lihat Tabel 2].
Model regresi logistik multipel, usia pasien (≤52 tahun OR 2,5; 95% CI 0,9-6,5; referensi >52 tahun), resusitasi oleh bystander
(OR 1,4; 95% CI 0,5-3,8; referensi dilakukan RJP tanpa bystander), & irama awal yang terdokumentasi (PEA OR 5,3; 95% CI
1,5–18,4, VF OR 3,1; 95% CI 1,0–10,2; referensi asistol) merupakan prediktor signifikan secara statistik untuk STD [lihat Tabel
3].
DISKUSI
Diskusi
• Henti jantung adl keadaan gawat darurat medis umum yang membutuhkan intervensi segera yang mencakup RJP.
• Sebuah metaanalisis dari 51 studi henti jantung di RS dari negara barat (1998)  tingkat STD berkisar 13,4-
14,6%; studi di Malaysia  ROSC sebesar 30,2% & STD sebesar 9,5%
• Sulit untuk menentukan hasil RJP di negara berkembang  karena data pra-rumah sakit, UGD, dan rawat inap,
yang sulit diperoleh
• Capaian hasil optimal RJP kualitas tinggi di luar rumah sakit sulit dipastikan pada bystander
• Studi retrospektif penelitian ini  tingkat ROSC berkisar 35-72% & tingkat STD 11-22%
• Hasil yang sebanding dari India  tingkat ROSC dan STD masing-masing 27% dan 7,5% (lebih rendah dari
penelitian ini)
• Tingkat ROSC dan STD hanya di dalam RS dalam penelitian ini  40% dan 14%
Diskusi [cont’d]
• Inisiasi RJP segera meningkatkan hasil secara signifikan.
• Negara-negara dengan keberhasilan resusitasi pasien henti jantung memiliki sistem yang efektif dalam membantu
dan mengangkut pasien, pusat hotline yang efektif, ambulans dengan fasilitas yang lengkap, dan tim perawatan
pra-rumah sakit yang sangat terampil dan berpengalaman.
• Sebaliknya, di Pakistan dan sebagian besar negara berkembang lainnya, pelatihan BHD bagi orang awam tidak
ada, serta ambulan pra-rumah sakit & perawatan paramedis terbatas, (sekalipun diperkotaan)  respon tertunda.
• Sebagian besar pasien diangkut ke RS dengan kendaraan pribadi oleh orang non-medis tanpa BHD yang mumpuni
• Hanya 7% dari 314 pasien yang mengalami serangan di luar UGD menerima RJP pra-RS, dan tingkat ROSC dan
STD masing-masing adalah 21% dan 4%.
• Sebagian besar pasien menderita henti jantung sebelum mencapai rumah sakit; 67% dari populasi penelitian ini
telah mengalami serangan sebelum berada di UGD.
Diskusi [cont’d]
• Bertambahnya usia dikaitkan dengan penurunan STD, sedangkan lainnya mengatakan tidak signifikan pada hasil RJP.
• Usia rata-rata keseluruhan, ROSC, & STD  56, 52, dan 49 tahun  usia yang lebih muda dengan hasil lebih baik setelah
RJP.
• Usia sebagai faktor prognostik independen pada hasil yang diharapkan dapat membantu dalam konseling keluarga selama
dan setelah RJP.
• Henti jantung pada orang dewasa dikaitkan dengan irama awal VF atau VT dalam banyak kasus dan kemudian seiring
waktu menjadi asistol  asistol paling umum terdokumentasikan pada awal RJP (n = 185; 40%) mungkin adanya
penundaan inisiasi RJP.
• ROSC segera lebih baik pada pasien shockable
• Namun, analisis regresi multivariat menemukan bahwa pasien dengan irama PEA dan VF yang terdokumentasikan awal 3-5
kali drpd asistol  mayoritas serangan di luar RS (irama awal tidak tercatat) --. Mungkin bukan irama awal sesungguhnya
• Defibrilasi yang cepat lebih baik dan hasil neurologis yang baik pasca-RJP  shg ketersediaan defibrillator eksternal
otomatis di ruang publik dianjurkan untuk menganalisis irama jantung dan menyarankan penyelamat/ bystander untuk
memberikan kejutan secara tepat waktu, tanpa penundaan yang signifikan di antara pasien yang memiliki irama jantung
awal shockable.
Diskusi [cont’d]
• Jumlah kejutan optimal penelitian ini berkisar 2-4  di luar batasan 4 kejutan selama RJP pasien tidak berespon
pada defibrilasi (baik karena adanya penundaan/patologi yang mendasari)  upaya di luar jumlah kejutan tidak
akan menghasilkan
• Dari data retrospektif penelitian ini, sulit untuk menentukan kualitas kompresi dada yang diberikan dan interval
waktu antara kejutan. Sebuah studi prospektif dapat lebih menjelaskan dampak parameter ini pada hasil.
• Hasil yang baik durasi RJP hingga 10 menit pada pasien yang mengalami henti jantung di rumah sakit. Ishtiaq
dkk. menunjukkan rata-rata durasi RJP selama 15 menit (SD ± 10) pada pasien yang bertahan hidup.
• Goldberger dkk. menunjukkan bahwa durasi rata-rata RJP selama 25 menit berkorelasi dengan tingkat ROSC
terbaik. Dalam penelitian ini, menemukan bahwa durasi rata-rata keseluruhan untuk RJP adalah 20 menit (SD ±
9); hal ini tidak berbeda secara signifikan untuk kelompok ROSC dan STD. Berdasarkan temuan ini dan dari
penelitian lain yang dijelaskan di atas, disarankan agar RJP diteruskan hingga 30 menit untuk semua pasien yang
mengalami henti jantung.
Diskusi - HAMBATAN
• Bagi sebagian besar pasien yang mengalami serangan di luar rumah sakit, informasi akurat tentang kejadian
tersebut sangat sulit untuk dicatat. Untuk parameter di rumah sakit, peneliti harus bergantung pada data yang
dimasukkan dalam rekam medis selama periode 8 tahun oleh sejumlah besar petugas yang berbeda. Hal ini pasti
menyebabkan variabilitas dari segi cara pencatatan informasi.
• Data pasien di luar rawat inap tidak tersedia untuk banyak pasien, dan oleh karenanya, korelasi RJP dengan
manfaat jangka panjang dan kelangsungan hidup tidak dapat diteliti.
• Studi prospektif di masa depan harus dilakukan yang memungkinkan dokumentasi standar peristiwa dan faktor
prognostik yang memungkinkan pemahaman yang lebih akurat tentang penentuan hasil RJP.
KESIMPULAN
Kesimpulan
• Peningkatan
  hasil RJP dikaitkan dengan usia lebih muda, durasi RJP 30 menit, dan jika irama
shockable, jumlah optimal kejutan 1-4. Jika status pra-serangan pasien dapat ditentukan berdasarkan
parameter yang relevan, formulasi tim respon cepat dapat dilaksanakan untuk menstabilkan pasien secara
tepat waktu
SEKIAN &
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai