Anda di halaman 1dari 21

KASUS

Seorang wanita, berusia 35 tahun mengeluh nyeri perut bagian bawah ,datang
dengan infertilitas primer yang sudah dialami selama 6 tahun dan dismenorea
berat dan dispareunia yang dialami hampir setahun. Tidak ada gejala lain seperti
gangguan BAB (dyschezia), disuria atau perdarahan pervaginam abnormal. RPT :
endometriosis derajat 3. Diagnosis ini dinyatakan secara histologis setelah dua kali
laparoskopik diagnostik abdominal dalam konteks evaluasi infertilitas. Riwayat
operasi dilakukan salpingektomi sisi kiri dan adhesiolisis, dengan perbaikan pasca-
operasi yang minimal.

• Pada pemeriksaan pelvik, lokasi nyeri terdapat di ligamen uterosakral yang


dijumpai melalui pemeriksaan bimanual, dan tidak dijumpai massa pelvik.
• USG transvaginal pelvik dilakukan untuk mengidentifikasi uterus yang besar
dengan tanda sonografik adenomiosis.
• MRI menunjukkan adanya hiposignal pada urutan T1 dan T2, diduga lesi
infiltrasi endometriotik pada ligamen uterosakral kanan.
• Laparoskopi dijumpai perlekatan antaran uterus dan rektum anterior telah
diidentifikasi. Tuba fallopi kanan menempel pada sebuah nodul di dalam
ovarium berukuran 2 cm, yang mana diduga kuat sebagai infiltrasi
endometriotik berat. Selain itu, untuk adhesiolisis yang luas, salpingektomi
dan ooforektomi kanan juga dilakukan.
• Tuba fallopi kanan dengan panjang 3,9 cm dan diameter 0,4 cm memiliki
warna kuning keemasan. Lumen mengalami dilatasi dengan penebalan plika
dan dindingnya. Permukaan serosa tidak beraturan, diduga perlekatan
bilateral fokal. Massa ovarium mengandung nodul cokelat kekuningan yang
irreguler pada jaringan dengan diameter 2 cm.
• Pemeriksaan histopatologi tuba fallopi menunjukkan infiltrasi yang
melimpah pada lamina propria dari histiosit berbusa yang dicampur
dengan beberapa sel radang, meliputi limfosit, sel plasma, sesekali
neutrofil dan tidak ada keterlibatan stroma, dan plika tuba fallopi yang
tertutup rapat. Histiosit tampaknya mengandung lipid yang sangat
banyak. Temuan yang sama muncul di nodul ovarium, dimana
peradangan ini berhubungan dekat dengan jaringan ovarium normal.
• Tidak ada mikroorganisme yang dijumpai menggunakan pewarnaan
gram. Metode imunohistokimia dilakukan pada paraffin dan
menunjukkan pewarnaan CD68 yang kuat dalam histiosit yang berbusa.
Tuba Fallopi kanan, dengan dugaan aspek peradangan pada
infiltrasi endometriosis berat
ENDOMETRIOSIS
• Endometriosis adalah suatu keadaan jaringan yang mengadung unsur-
unsur stroma dan granular endometrium terdapat secara abnormal
pada berbagai tempat seperti peritoneum pelvis yang paling sering, di
ovarium, ureter, septum rektovaginal.
• Namun dari data di Indonesia yang belum dapat diperkirakan sekitar
13,6 - 69,5% pada kelompok infertilitas. Akibat endometriosis
dijumpai 25% pasangan infertil, dan infertil idiopatik dijumpai 80%.
Faktor Resiko
• wanita yang ibu atau saudara perempuannya menderita
endometriosis,
• wanita usia produktif (15 – 44 tahun),
• wanita dengan siklus menstruasi yang pendek (<27 hari),
• usia menars yang lebih awal dari normal,
• menstruasi yang lama (>7 hari),
• peningkatan jumlah estrogen dalam darah dan terpapar toksin berasal
peptisida, pembakaran sampah medis, dan pengelolahan kayu.
Etiologi
• Menstruasi retrograde
• Teori imunologik dan genetik
• Teori metaplasia
• Teori emboli limfatik dan vascular
Patofisiologi
Manifestasi klinis
• Dismenorea
• Nyeri panggul kronik
• Dispareunia
• Diskezia atau dysuria
• Infertilitas
Pemeriksaan Penunjang
• CT scan dan MRI panggul
• Pemeriksaan histologi
• Laparoskopi
• Serum CA 12
TATALAKSANA
• Pengobatan simtomatik
• Kontrasepsi oral
• Progestin
• Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRH)
TATALAKSANA
• Pembedahan konservatif  merusak jaringan endometriosis dan
melepaskan perlengketan perituba dan periovarian yang menjadi
sebab timbulnya gejala nyeri dan mengganggu transportasi ovum.
• Pembedahan semikonservatif  Pasien yang dilakukan histerektomi
dengan tetap mempertahankan ovarium
• Pembedahan radikal  Histerektomi total dengan ooforektomi
bilateral dan sitoreduksi.
INFERTILITAS
• Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan pada pasangan suami
istri yang setelah menikah 1 tahun atau lebih dengan catatan
pasangan tersebut melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa
adanya pemakaian alat kontrasepsi.
• Sementara di Indonesia, angka kejadian perempuan infertil pada usia
30-34 tahun mencapai 15%, pada usia 35-39 tahun meningkat 30%
dan pada usia 40-44 tahun meningkat sampai 64%.
ETIOLOGI
1. Penyebab infertilitas pada wanita yaitu:
• Gangguan ovulasi
• Gangguan tuba dan pelvis
• Gangguan uterus
2. Penyebab Infertilitas pada pria akibat dari kelainan urogenital
kongenital atau didapat, infeksi saluran urogenital, suhu skrotum yang
meningkat (varikokel)
FAKTOR RESIKO
1. Usia
2. Gangguan ovulasi
3. Gangguan pada vagina
4. Gangguan pada uterus dan tuba
5. Infeksi organ reproduksi
6. Faktor lingkungan
KLASIFIKASI
1. Infertilitas primer  tidak pernah hamil pada wanita yang telah
berkeluarga meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur
tanpa perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12
bulan.
2. Infertilitas sekunder  tidak terdapat kehamilan setelah berusaha
dalam waktu 1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah
berkeluarga dengan hubungan seksual secara teratur tanpa
perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya pernah hamil.
PENEGAKKAN DIAGNOSA
1. Anamnesis
Anamnesis untuk mencari penyebab infertilitas pada wanita.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi vital sign yang terdiri dari
tekanan darah, nadi, respiratory rate, suhu badan, ditambah
menghitungan indeks massa tubuh body mass index (BMI).
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam mendiagnosis infertilitas pada wanita,
yaitu biopsi endometrium pada hari pertama menstruasi,
histerosalfingorafi, histeroskopi, laparaskopi atau laparatomi.
PENATALAKSANAAN
• Penangan infertililtas didasarkan atas 2 hal yaitu mengatasi faktor
penyebab / etiologi dan meningkatkan peluang untuk hamil.
Penanganan infertilitas harus ditujukan pada pihak pria (suami) dan
wanita (istri).
DISKUSI
• Lesi endometriosis ditandai dengan adanya perdarahan endometrium,
yang mewakili pemicu pada perkembangan inflamasi kronis dan fibrosis.
• Secara klasik, gangguan ini menyebabkan disfungsi pelvik dan distorsi
anatomis yang menyebabkan nyeri pelvik kronis dan infertilitas.
• Hasil patologis dari inflamasi xanthogranulomatosus mungkin mewakili
bentuk berat dari lesi endometriotik, yang dapat menjelaskan gejala
kekambuhan pada pasien.
• Perdarahan implan endometrioid dan proses inflamasi kronis ciri khas
endometriosis dapat menjelaskan proses xanthomatosus dan akumulasi
histiosit berbusa yang sangat banyak.
KESIMPULAN
• Riwayat yang lama endometriosis secara histologis dengan riwayat
operasi multipel sebelumnya, mungkin menyebabkan perkembangan
respon inflamasi berlebihan yang kronis, seperti yang dijumpai pada
XGSO.
• Inflamasi xanthogranulomatosus mungkin langka tetapi
keagresifannya seperti penyakit yang umum terjadi, yaitu
endometriosis.

Anda mungkin juga menyukai