Anda di halaman 1dari 46

ADAB

PENUNTUT
ILMU
POKOK BAHASAN
1. Adab Terhadap Ilmu
2. Adab Terhadap Terhadap Guru
3. Adab Terhadap Kitab
4. Adab Terhadap Majelis
ADAB TERHADAP
ILMU (1)
• Mengikhlaskan niat dalam
menuntut ilmu. Semata-
mata hanya mengharap
wajah Allah Ta’ala, bukan
tujuan duniawi.
• Seorang yang menuntut
ilmu dengan tujuan
duniawi diancam dengan
adzab neraka Jahannam.
ADAB TERHADAP
ILMU (2)
Senantiasa
menunjukkan
pengaruh rasa takut
kepada Allah dalam
gerak-geriknya,
pakaiannya dan
seluruh cara
hidupnya.
ADAB TERHADAP ILMU (3)
Membersihkan dirinya dari akhlak-akhlak
tercela, seperti:
Hasad (dengki), riya, ujub (kagum pada diri sendiri),
meremehkan orang lain, dendam dan benci, marah
bukan karena Allah, berbuat curang, sum’ah (ingin
didengar kebaikannya), pelit, bicaranya kotor,
sombong enggan menerima kebenaran, tamak,
angkuh, merasa tinggi, berlomba-lomba dalam
perkara duniawi, mudahanah (diam dan ridha
terhadap kemungkaran demi maslahat dunia),
menampakkan diri seolah-olah baik di hadapan
orang-orang, cinta pujian, buta terhadap aib diri,
sibuk mengurusi aib orang lain, fanatik golongan,
takut dan harap selain kepada Allah, ghibah,
namimah (adu domba), memfitnah orang,
berdusta, berkata jorok.
Menjauhkan diri dari segala
hal yang rawan
ADAB mendatangkan tuduhan
serta tidak melakukan hal-
TERHADAP hal yang menjatuhkan
ILMU (4) muru’ah (kehormatan diri).
ADAB TERHADAP
ILMU (5)
• Senantiasa menjaga syiar-
syiar Islam dan hukum-
hukum Islam yang zahir.
• Contohnya shalat
berjamaah di masjid,
menebarkan salam kepada
yang dikenal maupun tidak
dikenal, amar ma’ruf nahi
mungkar, dan bersabar
ketika mendapatkan
gangguan dalam dakwah.
ADAB TERHADAP ILMU (6)
Zuhud terhadap dunia dan menganggap dunia itu
kecil; tidak terlalu bersedih dengan yang luput dari
dunia; sederhana dalam makanannya, pakaiannya,
perabotannya, rumahnya.
TENTANG ZUHUD
Menurut Abu Dzar al-Ghifari:
“Zuhud terhadap dunia bukan berarti
mengharamkan yang halal dan bukan juga
menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud
terhadap dunia adalah engkau begitu yakin
terhadap apa yang ada di tangan Allah
daripada apa yang ada di tanganmu. Zuhud
juga berarti ketika engkau tertimpa musibah,
engkau lebih mengharap pahala dari musibah
tersebut daripada kembalinya dunia itu lagi
padamu.”

(Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Yang tepat riwayat ini


mauquf (hanya perkataan Abu Dzar) sebagaimana dikeluarkan oleh
Imam Ahmad dalam kitab Az Zuhd.” (Lihat Jaami’ul Ulum wal
Hikam, hal. 346)
Menurut Abu Sulaiman
Ad Daroni:
“Zuhud adalah
meninggalkan berbagai
hal yang dapat
melalaikan dari
mengingat Allah.”
TENTANG (Disebutkan oleh Abu Nu’aim Al Ashbahani

ZUHUD dalam Hilyatul Awliya’, 9/258, Darul Kutub


Al ‘Arobi, Beirut, cetakan keempat, 1405 H)
MENGHORMATI ‘ULAMA:
PERINTAH ALLAH
Allah Ta’ala berfirman:
‫ت هللاِ فَهُ َو‬
ِ ‫ظ ْم ُح ُر َما‬ ِّ ‫َو َم ْن يُ َع‬
‫َخ ْي ٌر لَهُ ِع ْن َد َربِّ ِه‬
“Dan barangsiapa
mengagungkan apa-apa
yang terhormat di sisi Allah
maka itu adalah lebih baik
baginya di sisi Tuhannya.”
(QS. Al Hajj, 78:30)
MENGHORMATI ‘ULAMA:
PERINTAH RASUL SAW
Rasulullah saw bersabda,

‫س ِمنَّا َم ْن لَم ْي ُِج َّل َكبِ ْي َرنَا‬ َ ‫لَ ْي‬


‫ف‬ ْ ‫ص ِغ ْي َرنَا َويَ ْع ِر‬ َ ‫َويَ ْر َح ْم‬
ُ‫لِ َعالِ ِمنَا َحقَّه‬
“Tidak termasuk golongan kami
orang yang tidak menghormati
yang lebih tua dan menyayangi
yang lebih muda serta yang
tidak mengerti hak ulama.”
(HR. Ahmad)
ADAB TERHADAP GURU (1):
TAWADHU
Diriwayatkan oleh
Al–Imam Baihaqi,
Umar bin Khattab
mengatakan,
“Tawadhulah
kalian terhadap
orang yang
mengajari kalian”.
Ibnu Hajar berkata,
“Tawadhu’ adalah
menampakkan diri lebih
rendah pada orang yang
ingin mengagungkannya.
Ada pula yang
mengatakan bahwa
tawadhu’ adalah
TENTANG memuliakan orang yang
lebih mulia darinya.”
TAWADHU’ (Fathul Bari, 11: 341)
ADAB TERHADAP GURU (2):
PENUH HORMAT DI HADAPAN GURU
Berkata Abdurahman bin Harmalah Al Aslami,
“Tidaklah sesorang berani bertanya kepada
Said bin Musayyib, sampai dia meminta izin,
layaknya meminta izin kepada seorang raja”.
ADAB TERHADAP GURU (2):
PENUH HORMAT DI HADAPAN GURU
Al Imam As Syafi’i berkata,
“Dulu aku membolak-balikkan kertas di
depan Malik dengan sangat lembut
karena segan padanya dan supaya dia tak
mendengarnya”.
ADAB TERHADAP GURU (2):
PENUH HORMAT DI HADAPAN GURU
Ar-Rabi’ bin Sulaiman
berkata,
“Demi Allah, aku
tidak berani
meminum air
dalam keadaan Asy-
Syafi’i melihatku
karena segan
kepadanya”.
ADAB TERHADAP GURU (3):
MEMANDANG GURU
DENGAN
PANDANGAN
MEMULIAKAN
Sebagian ulama salaf berkata:
“Barangsiapa tidak
meyakini keagungan
gurunya, tidak akan
bahagia.”
ADAB TERHADAP GURU (4):
MEMATUHI GURU
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:
“Seharusnya murid berpegangan kepada petunjuk
gurunya; tunduk patuh atas segala perintah,
larangan dan garis-garisnya, sehingga seperti mayit
di hadapan orang yang memandikan, ia berhak
dibolak-balik sesuka hati.”
(Syekh Ibnu hajar al-Haitami, al-Fatawi al-Haditsiyyah, juz 1, hal. 56)
ADAB TERHADAP GURU (5):
MENDOAKAN GURU
Rasulullah SAW bersabda:
‫َو َم ْن أَتَى إِل ْي ُكم َمعْروفا ً فَ َكافِئُوه فَإِ ْن لَ ْم تَ ِجدوا‬
‫ َحتَّى يَعلَ َم أن قَد َكافَ ْئتُ ُموه‬،ُ‫فَا ْد ُعوا لَه‬
“Apabila ada yang berbuat baik
kepadamu maka balaslah dengan
balasan yang setimpal. Apabila
kamu tidak bisa membalasnya,
maka doakanlah dia hingga engkau
memandang telah mencukupi untuk
membalas dengan balasan yang
setimpal.”
(HR. Bukhori dalam al-Adab al-Mufrod no.
216, lihat as-Shohihah 254)
ADAB TERHADAP GURU (5):
MENDOAKAN GURU
Ibnu Jama’ah rahimahullah
berkata:
“Hendaklah seorang penuntut
ilmu mendoakan gurunya
sepanjang masa.
Memperhatikan anak-anaknya,
kerabatnya dan menunaikan
haknya apabila telah wafat.”
(Tadzkirah Sami’ hal. 91)
ADAB TERHADAP GURU (6):
SABAR MENGHADAPI GURUNYA
Al Imam As Syafi
Rahimahullah
mengatakan,
“Bersabarlah terhadap
kerasnya sikap seorang
guru. Sesungguhnya
gagalnya mempelajari
ilmu karena
memusuhinya”
Allah SWT berfirman :
‫ون َربَّهُم بِ ْال َغ َدا ِة َو ْال َع ِش ِّي‬ َ ‫ك َم َع الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَ ْد ُع‬ َ ‫َواصْ بِرْ نَ ْف َس‬
‫اك َع ْنهُ ْم تُ ِري ُد ِزينَةَ ْال َحيَا ِة‬
َ َ‫ون َوجْ هَهُ َوال تَ ْع ُد َع ْين‬ َ ‫ي ُِري ُد‬
ُ‫ال ُّد ْنيَا َوال تُ ِط ْع َم ْن أَ ْغفَ ْلنَا قَ ْلبَهُ َعن ِذ ْك ِرنَا َواتَّبَ َع هَ َواه‬
‫ان أَ ْم ُرهُ فُ ُرطًا‬
َ ‫َو َك‬
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama
dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi dan senja hari dengan
mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan dunia
ini; dan janganlah kamu mengikuti orang
SABAR
yang hatinya telah Kami lalaikan dari
MENGHADAPI
mengingati Kami, serta menuruti hawa
GURU
nafsunya dan adalah keadaannya itu
melewati batas” (QS. Al-Kahfi, 18:28)
ADAB TERHADAP GURU (7):
DUDUK PENUH ADAB DI DEPAN GURU
Sheikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah
didalam kitabnya Hilyah Thalibil ‘Ilmi
mengatakan,
“Pakailah adab yang terbaik
pada saat kau duduk bersama
sheikhmu, pakailah cara yang
baik dalam bertanya serta
mendengarkan perkataanya”.
ADAB TERHADAP GURU (7):
DUDUK PENUH ADAB
DI DEPAN GURU

Berkata Sheikh Utsaimin mengomentari perkataan ini,


“Duduklah dengan duduk yang beradab, tidak
membentangkan kaki, juga tidak bersandar,
apalagi saat berada di dalam majelis”.
ADAB TERHADAP GURU (7):
DUDUK PENUH ADAB DI
DEPAN GURU

Ibnul Jamaah mengatakan,


“Seorang penuntut ilmu harus duduk
rapi, tenang, tawadhu’, mata
tertuju kepada guru, tidak
membentangkan kaki, tidak
bersandar, tidak pula bersandar
dengan tangannya, tidak tertawa
dengan keras, tidak duduk di
tempat yang lebih tinggi darinya,
juga tidak membelakangi guru”.
ADAB TERHADAP GURU (8):
MERENDAHKAN SUARA DI HADAPAN GURU

Para Sahabat Nabi SAW, muridnya


Rasulullah, tidak pernah didapati
mereka beradab buruk kepada gurunya
tersebut, tidak pernah memotong
ucapannya atau mengeraskan suara di
hadapannya, bahkan Umar bin Khattab
ra. yang terkenal keras wataknya tak
pernah menarik suaranya di depan
Rasulullah, bahkan di beberapa riwayat,
Rasulullah saw sampai kesulitan
mendengar suara Al Faruq jika
berbicara.
ADAB TERHADAP GURU (9):
BERTANYA SETELAH MENDAPAT IJIN
• Jangan bertanya sampai diizinkan, ini
merupakan syarat Nabi Khidir as
kepada Nabi Musa as, dan pula
merupakan adab yang harus diketahui
seorang murid.
• Jika seorang guru tidak
mengizinkannya untuk bertanya maka
janganlah bertanya, tunggulah sampai
ia mengizinkan bertanya.
• Doakanlah guru setelah bertanya
seperti ucapan, “Barakallahu fiik” atau
“Jazakallahu khoiron”, dan lain lain.
ADAB TERHADAP KITAB (1):
MEMBACA KITAB DALAM
KEADAAN SUCI
Imam az-Zarnuji dalam
kitabnya Ta'lim al-
Muta'allim mengatakan,
“Sebagian dari
memuliakan ilmu adalah
memuliakan kitab, maka
sepatutnya bagi pelajar
ilmu tidak mengambil
kitab kecuali dalam
keadaan suci”.
ADAB TERHADAP KITAB (2):
DUDUK DENGAN HORMAT
DI DEPAN KITAB
• Duduk dengan hormat adakala dengan
bersila atau tawaruk merupakan salah satu
adab terhadap kitab yang sedang kita baca.
• Saat berada dalam majelis pengajian, maka
sangat dituntut untuk duduk dengan sopan.
• Jangan mendirikan kaki saat duduk.
• Duduk dengan tidak sopan dalam majelis
ilmu berarti tidak menghormati kitab dan
juga tidak hormat pada guru serta majelis
ilmu tersebut.
• Jangan juga menjulurkan kaki ke arah kitab.
ADAB TERHADAP KITAB (3):
MELETAKKAN KITAB DI TEMPAT YANG
AGAK TINGGI
• Kitab sebagai sumber ilmu tidak boleh
diletakkan di tempat yang rendah seperti di
lantai, baik ketika sedang belajar atau bukan.
• Maka merupakan satu hal yang sangat bagus
bila para santri membudayakan memakai meja
kecil ketika belajar, baik ketika belajar diruang
kelas maupun ketika muthala’ah sendiri.
• Kalaupun tidak ada meja ketika menghadiri
pengajian, maka sepatutnya kitab diletakkan di
pangkuan, jangan dilantai.
• Lembaran kitab yang sudah lusuh atau tidak
digunakan lagi, jangan dibiarkan terletak
ADAB dan berserakan di lantai atau tanah.
TERHADAP • Ada baiknya bila masih bisa dipergunakan
KITAB (4):
MENJAGA maka diletakkan di tempat tertentu yang
LEMBARAN lebih mulia.
KITAB • Bila sudah tidak mungkin dipergunakan
JANGAN maka sebaiknya dibakar saja untuk menjaga
BERSERAKAN
kehormatannya.
ADAB TERHADAP KITAB (5):
MELETAKKAN KITAB MENURUT
KEMULIAAN ILMUNYA

• Bila kita meletakkan kitab diatas kitab lain, maka


sangat dianjurkan untuk memperhatikan susunan
tingkatan kitab yang kita letakkan tersebut.
• Kitab yang berisi ilmu yang paling mulia harus
diletakkan paling atas, kemudian disusul dengan
kitab ilmu yang mulia dibawahnya dan
seterusnya.
ADAB TERHADAP KITAB (5):
MELETAKKAN KITAB MENURUT
KEMULIAAN ILMUNYA

• Urutan kitab menurut kemulian ilmunya adalah; mushhaf al-


quran, kitab matan hadis dengan lebih mendahulukan kitab
shahih Bukhari kemudian shahih Muslim, kitab tafsir al-Quran,
kitab tafsir hadits, kitab ushuluddin (tauhid), kitab ushul fiqh,
kitab nahwu, kitab sharaf, ilmu balaghah (ma’ani, bayan dan
badi’), kitab syair-syair Arab, kitab ilmu Arudh (panduan-
menyusun-syair-arab).
• Bila kitab dalam ilmu yang sama, maka diletakkan menurut
kemuliaan pengarangnya, bila mushannifnya sama-sama
kemuliaannya maka didahulukan kitab yang lebih dahulu dan
kitab yang lebih banyak digunakan oleh para ulama shaleh.
ADAB TERHADAP
KITAB (6):
TIDAK MELIPAT
KITAB DAN
MENYIMPAN
BENDA LAIN
DIATAS KITAB
ADAB TERHADAP
KITAB (7):
MEMULAI DAN
MENGAKHIRI
MEMBACA
KITAB DENGAN
DOA
ADAB TERHADAP MAJELIS (1):
MENGIKHLASKAN NIAT
Al Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya dengan apa
seseorang meniatkan dirinya dalam menuntut ilmu? Maka
beliau pun menjawab,
“Hendaknya dia niatkan untuk mengangkat
kebodohan dari dirinya dan dari diri orang lain.”
ADAB TERHADAP MAJELIS (2):
TAMPIL DENGAN PENAMPILAN
YANG BAIK
• Hendaknya seorang penuntut ilmu
tampil dengan penampilan yang
bersih dan rapi, memakai minyak
wangi sehingga tercium aroma
yang menyegarkan dari dirinya.
• Di dalam hadits Jibril ketika beliau
‘alaihissalam datang ke majelis
Rasulullah saw digambarkan
bahwa beliau datang dengan
penampilan yang baik.
TAMPIL
Sayidina Umar ra DENGAN
mengisahkan, PENAMPILAN
YANG BAIK
‫اض الثِّيَاب‬
ِ َ‫طلَ َع َعلَ ْينَا َر ُج ٌل َش ِد ْي ُد بَي‬َ ‫إِ ْذ‬
‫ْر الَ يُ َرى َعلَ ْي ِه أَثَ ُر‬
ِ ‫َش ِد ْي ُد َس َوا ِد ال َشع‬
‫ال َّسفَ ِر‬
“Muncul di hadapan kami
seorang laki-laki yang
berpakaian sangat putih
dan rambutnya sangat
hitam. Pada dirinya tidak
tampak bekas dari
perjalanan jauh.”
(HR. Muslim dari Umar ra)
ADAB TERHADAP MAJELIS (3):
BERLOMBA UNTUK BERADA DI
TEMPAT TERDEPAN
Dari Abu Waqid al-Harits bin ‘Auf ra
bahwasanya pada suatu ketika
Rasulullah saw sedang duduk dalam
masjid beserta orang banyak. Lalu ada
tiga orang yang datang.
Kedua orang itu berdiri di depan
Rasulullah saw. Adapun yang pertama,
setelah ia melihat ada tempat yang
lapang dalam majelis itu dia terus
duduk di situ, orang yang kedua duduk
di belakang orang banyak, sedangkan
orang ketiga terus menyingkir dan
pergi.
BERLOMBA UNTUK BERADA
DI TEMPAT TERDEPAN
Setelah Rasulullah saw selesai, beliau
bersabda,
“Tidakkah engkau semua suka kalau saya
memberitahukan perihal tiga orang? Adapun
yang orang yang pertama (yang melihat ada
tempat lapang terus duduk di situ – pent),
maka ia menempatkan dirinya kepada
Allah, kemudian Allah memberikan tempat
padanya. Adapun yang lainnya (yang duduk
di belakang orang banyak ), ia pemalu,
maka Allah pun malu padanya, sedangkan
yang seorang lagi (yang menyingkir dari
majelis), ia memalingkan diri, maka Allah
juga berpaling dari orang itu.”
(Muttafaq ‘alaih)
ADAB TERHADAP MAJELIS (4):
BERAKHLAQ YANG BAIK DENGAN
SAUDARANYA YANG BERADA DI SEKITARNYA
• Hendaknya seorang
penuntut ilmu berakhlaq
yang baik terhadap teman-
teman dalam kajian
tersebut.
• Seyogyanya dia berucap
dan memperlakukan
saudaranya dengan santun
dan lemah lembut.
Rasulullah saw bersabda,

ٍ ُ‫اس بِ ُخل‬
‫ق َح َس ٍن‬ َ َّ‫ق الن‬
ِ ِ‫َو َخال‬
“Dan bergaulah kepada manusia dengan akhlaq yang
baik.”
(HR. At Tirmidzi, dari Abu Dzar dan Muadz bin Jabal)

BERAKHLAQ YANG
BAIK DENGAN
SAUDARANYA
YANG BERADA DI
SEKITARNYA
Disebutkan dalam kitab Tadzkiratul
Huffazh (1/242) dari Ahmad bin Sinan
bahwasanya dulu di majelisnya
Abdurrahman bin Mahdi
rahimahullah, tidak ada satu orang
pun yang berbicara di dalam
ADAB TERHADAP majelisnya, tidak ada satu orang pun
MAJELIS (5): yang meraut pena mereka, dan tidak
TENANG DAN ada satu orang pun yang berdiri.
FOKUS DALAM Seolah-olah di kepala mereka ada
MENDENGARKAN burung, atau seolah-olah mereka
CERAMAH sedang berada dalam shalat.
ADAB TERHADAP MAJELIS (6):
MENUTUP SETIAP MAJELIS DENGAN DOA
KAFFARATUL MAJELIS
Rasulullah saw bersabda,
“Barangsiapa yang duduk di dalam suatu majelis dan
di majelis itu terjadi banyak suara hiruk pikuk,
kemudian sebelum bubar dari majelis itu ia
mengucapkan,

ْ ‫ أ‬، ‫س ْب َحانَ َك اللَّهُ َّم َوبِ َح ْم ِد َك‬


، ‫ش َه ُد أنْ ال إلهَ إِالَّ أ ْن َت‬ ُ
ُ ُ‫ستَ ْغفِ ُر َك َوأَت‬
‫وب إلَ ْي َك‬ ْ ‫أ‬
“Mahasuci Engkau ya Allah, dengan segala puji bagi-
Mu. Aku bersaksi bahwasanya tiada yang berhak
disembah selain engkau, aku memohon ampunanmu
dan aku bertaubat kepada-Mu”, melainkan Allah
mengampuni apa yang terjadi di majelis itu
baginya”.
(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah ra)
ADAB TERHADAP MAJELIS (7):
DATANG/PERGI MENGUCAPKAN SALAM
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata
bahwa Rasulullah saw bersabda,
‫ فَإ َذا‬، ‫س فَ ْليُ َسلِّ ْم‬
ِ ِ‫إِ َذا ا ْنتَهَى أَ َح ُد ُك ْم إِلَى ال َمجْ ل‬
‫أن يَقُو َم فَ ْليُ َسلِّ ْم‬
ْ ‫أرا َد‬
َ
“Apabila salah seorang di antara
kalian sampai di satu majelis,
hendaklah ia mengucapkan
salam. Lalu apabila ia hendak
bangun (meninggalkan)
majelis, hendaklah ia pun
mengucapkan salam.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia mengatakan bahwa
hadits ini hasan)

Anda mungkin juga menyukai