Anda di halaman 1dari 43

Journal Reading

Andyno Sanjaya
112019031
Introduction
• Infeksi intraabdominal terkomplikasi, cIAI, hingga saat ini dikenal
sebagai sepsis abdomen tetap menjadi masalah serius bagi ahli bedah,
intensivis, dan disiplin terkait lainnya di seluruh dunia.
• Di Indonesia, masalah ini tetap ada meskipun ada perbaikan di semua
sektor seperti kewaspadaan universal sesuai dengan akreditasi Joint
Commission International, manajemen sepsis sesuai dengan konsep
survival sepsis campaign dan penggunaan antibiotik secara rasional
(antibiotic stewardship) sesuai dengan Gyssens.
Masalah ditemukan untuk mengembangkan
pedoman bahasa Indonesia
• 1) kurangnya bukti lokal (regional) yang dihasilkan oleh penelitian berkualitas
tinggi (meta-analisis, tinjauan sistematis),
• 2) hambatan implementasi terhadap kebijakan berbasis bukti,
• 3) kurangnya sumber daya manusia dengan kemampuan menerjemahkan
pengetahuan,
• 4) konflik kepentingan dalam penelitian, dan
• 5) fakta bahwa penelitian kesehatan sering dianggap sebagai komponen terakhir
dalam pengembangan proses strategi.
• Karakteristik di bidang bedah. Disadari bahwa dalam evidence based
medicine (EBM) bukti tertinggi (level of evidence I, LOE 1) dengan
rekomendasi A yang mengembangkan standar prosedur hanya ditemukan
berdasarkan meta-analisis dan tinjauan sistematis serta kontrol acak. studi
percobaan, yang hampir tidak mungkin ditemukan dalam pembedahan.14
Dengan demikian, pedoman kualitas tertinggi mengacu pada operasi
berbasis bukti (EBS);15yang merupakan pedoman praktek klinis (CPGs)
yang secara umum didominasi oleh studi LOE 2-3 dalam perspektif EBM.
• Data komplikasi infeksi intraabdominal (CIAI) dan epidemiologi
mikroorganisme penyebab yang merupakan ciri khas Indonesia diperlukan
untuk menyusun pedoman. Oleh karena itu, dilakukan studi pendahuluan
untuk mengetahui karakteristik tersebut.
• Data subjek dengan CIAI yang dikelola di enam pusat rumah sakit pendidikan di
Indonesia periode 2015-2016 dikumpulkan.
• Data sumber infeksi, epidemiologi mikroorganisme dan kerentanan antibiotik
disajikan secara deskriptif.
• Enam pusat perawatan bedah di Indonesia: RS dr. Rumah Sakit Umum Cipto
Mangunkusumo, Jakarta (RSCM), RSUP Rumah Sakit Umum Fatmawati, Jakarta
(RSF), dr. Rumah Sakit Umum Hasan Sadikin Bandung (RSHS), dr. RSU Sardjito
Yogyakarta (RSS), RSU Adam Malik Medan (RSAM), dan RSUD dr. Sutomo,
Surabaya.
Hasil
• Sumber infeksi adalah apendisitis perforasi (26,64%), perforasi tukak
lambung dan duodenum (22,70%), perforasi usus halus (11,84%),
perforasi usus besar (13,16%), pasca operasi (9,54%), dan lain-lain
(16,2%). Escherichiacoli dan Klebsiellapneumonia adalah
mikroorganisme yang paling banyak ditemukan dalam spesimen nanah.
Sensitivitas Escherichia coli dan Klebsiellapneumonia terhadap
sefalosporin masing-masing berkisar antara 14,1-42% dan 28,7-35,6%.
Diskusi
• Sebuah penelitian ditemukan sebagai multicenter pertama yang dilakukan
di wilayah tersebut, ditujukan untuk mengetahui data yang menunjukkan
bahwa sumber infeksi intraabdominal terbanyak adalah apendisitis
perforasi, perforasi tukak lambung dan duodenum, dan perforasi usus.
• Mikroorganisme yang ditemukan sebagai pola epidemiologi didominasi
oleh Escherichia coli dan Klebsiella pneumonia.
• Escherichia coli yang merupakan mikroorganisme dalam ekosistem
saluran pencernaan khususnya ileum; sedikit lebih tinggi dari yang
dilaporkan oleh Garcia-Sanchez, et al pada tahun 2013, tetapi lebih rendah
dari yang dilaporkan oleh de Ruiter et al pada tahun 2009. Karena
apendisitis perforasi adalah temuan utama di cIAI, mungkin menjelaskan
mengapa Escherichia coli adalah mikroorganisme yang ditemukan.
• Kerentanan antibiotik menjadi perhatian di seluruh dunia mengenai
mikroorganisme ini sebagai etiologi cIAI. Dalam penelitian ini, meskipun
data akurat hanya tersedia dari RSCM dan Sarji.
• Di RSCM, sensitivitas Escherichia coli terhadap sefalosporin berada dalam kisaran
14,1-42%, sedangkan untuk non-sefalosporin ditemukan bervariasi
(Amoksisilin/asam Klavulanat 49,5%, Piperacillin/Tazobactam 40,3%; sedangkan
sebagai Meropenman dan imipenem masing-masing adalah 92,1% dan 81,9%).
Sensitivitas terhadap kuinolon dan aminoglikosida di bawah 50%, kecuali untuk
Neomisin (68,9%), Gentamycin (72,2%) dan Amikacin (89%). Untuk antibiotik lain
menunjukkan sensitivitas terhadap Fosfomycin (86,8%) dan Tigecycline (90,5%).
Data dari Sardjito menunjukkan sensitivitas terhadap Cefoperazone+ Sulbactam
(94,1%), Meropenem (100%), Amikacin (89,5%), Kloramfenikol (89,5%) dan
Tigecycline (100%), sedangkan lainnya kurang dari 50%.
• Di RSCM Klebsiella pneumonia menunjukkan sensitivitas sefalosporin
berkisar 28,7–35,6%, sedangkan untuk nonsefalosporin bervariasi
(Amoksisilin/asam klavulanat).
• Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa penyebab cIAI didominasi oleh
mikroorganisme Gram negatif, terutama Escherichia coli dan Klebsiella
pneumonia menggantikan Pseudomonas aeruginosa yang mendominasi
selama beberapa dekade terakhir.
Kesimpulan
• Apendisitis perforasi, perforasi tukak lambung dan duodenum, perforasi
usus halus, perforasi usus besar, dan pascaoperasi berturut-turut
merupakan penyebab utama terjadinya cIAI di Indonesia. Epidemiologi
didominasi oleh Gram negatif, terutama Escherichia coli dan Klebsiella
pneumonia.
Teori Pembahasan
Appendisitis
Definisi
• Peradangan pada apendiks vermiformis
• Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering di
temukan
Epidemiologi
• Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur namun <1 tahun jarang
dilaporkan
• Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun
Etiologi
• Infeksi bakteri:
parasit: E. Coli, entamoeba histolytica, trichuris trichiura, enterobius vermikularis
• Erosi membran mukosa apendiks
• Tersumbatnya lumen oleh Fekalit
• Hiperplasi jaringan limfoid
• Diet rendah serat
Anatomi Appendiks
- Panjang appendiks pd dewasa
antara 2-22 cm dgn rata2 panjang 6-
9cm.
-Menghasilkan lendir 1-2 ml/hari
- Lendir dicurahkan ke dalam lumen
dan dialirkan ke sekum
- Hambatan dalam pengaliran bisa
menjadi salah satu penyebab
appendisitis
- Disebut tonsil abdomen krn banyak
dtemukan jaringan Limfoid
- Jaringan limfoid muncul sekitar 2
minggu stlh lahir
- Meningkat slama pubertas usia 12-
20 th menetap sampai dewasa
berjumlah sekitar 200 folikel
- Pada usia 60 th mengalami atropi
dan menghilang
• Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
• Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal.
• Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh
appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
• Pada pangkal apendiks terdapat valvula appendikularis gerlachi
Letak Appendiks

• 12 o clock: Retrocolic or retrocecal (dibelakang


cecum atau colon)
• 2 o clock: Splenic (ke atas kiri – Preileal and
Postileal)
• 3 o clock: Promonteric (secara horizontal
menuju ke kiri ke arah sacral promontory)
• 4 o clock: Pelvic (turun ke dalam pelvis)
• 6 o clock: Subcecal (di bawah caecum dan
menuju ke inguinal canal)
• 11 o clcok: Paracolic (menuju keatas kanan) 1,2,4
Letak apendiks
Vaskularisasi Appendiks
• Vaskularisasi apendiks mendapatkan darah dari
a. Apendikularis cabang dari a. ileocaecalis,
yang merupakan cabang dari a. mesenterika
superior,
• Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari
arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas
mesoapendiks. Kadang-kadang pada
mesenterium yang inkomplet, arteri ini terletak
pada dinding sekum
• Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis
• persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri
visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus
PATOFISIOLOGI

Tekanan
Bendungan
Obstruksi intraluminal
mukus
meningkat

Apendisitis
akut lokal  Aliran limfe
nyeri terhambat
epigastrium
Obstruksi vena,
Ekresi mukus Tekanan terus edema bertambah,
berlanjut meningkat dan bakteri akan
menembus dinding

Peradangan
mengenai
Apendisitis
peritoneum
supuratif akut setempat  nyeri
kanan bawah
Infark
Aliran arteri dinidng Apendisitis
terganggu apendiks + gangrenosa
gangren

Apendisitis Dinding
perforasi pecah
Klasifikasi Apendisitis
Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
• Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan
rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan
demam ringan
Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
• Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai
edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada
dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin.
• Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti
nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans
muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
Appendicitis Akut Gangrenosa
• Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran
darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infrak
dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau
keabuan atau merah kehitaman. Pada appendicitis
akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan
kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
Manifestasi klinis
Gejala
• Nyeri samar-samar dan tumpul di daerah epigastrium di sekitar umbilikus
• Mual muntah
• Nafsu makan berkurang
• Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney
• Konstipasi
Tanda:
• Demam >37,5 C s/d 38,5 C
• Kembung
• Mc. Burney sign
• Obturator sign
• Rovsing sign
• Psoas sign
Lokasi Nyeri
• Letak titik McBurney adalah 1/3 lateral garis
imajiner yang menghubungkan Spina Iliaka Anterior
Superior (SIAS) dan umbilikus
ALVARADO Score
M • Migratory of pain (1)
A • Anorexia (1)
N • Nausea/ vomitus (1)
T • Tenderness (2)
R • Rebound tenderness (1)
E • Elevation of temperature (1)
L • Leukositosis (2)
S • Shift to the left (1)
Interpretasi
• Skor 1-4: tidak dipertimbangkan mengalami apendisitis akut
• Skor 5-6: dipertimbangkan kemungkinan dx apendisitis akut tetapi tidak
membutuhkan operasi segera atau dinilai ulang
• Skor 7-8: dipertimbangkan dx apendisitis akut
• Skor 9-10: hampir definitif mengalami dx apendisitis akut dan dibutukan
tindakan bedah
Penatalaksanaan
• Open appendectomy:

• Antibiotik
- Pada apendisitis gangrenosa/perforata
- Preoperatif, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk
mengurangi infeksi pasca bedah
• Post operatif, diteruskan selama 24 jam tanpa komplikasi, diteruskan
selama 5-7 hari kasus apendisitis ruptur/dengan abses, diteruskan sampai
7-10 hari kasus apendisitis ruptur dengan peritonitis difus

• Pencegahan
- Diet tinggi serat
- Defekasi yang teratur
Prognosis
• Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi -> prognosisinya baik.
• Setelah operasi masih dapat terinfeksi pada 30% kasus apendiks
perforasi/gangrenosa
• Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat

Anda mungkin juga menyukai