Anda di halaman 1dari 9

Kiyai, Pesantren dan Politik

(perubahan nilai2 Pesantren)


Pendahuluan
 Pesantren adalah dimensi pendidikan yang
memiliki elemen-elemen penunjang yang
khas, baik elemen yang bersifat hard-ware
seperti : mesjid, pondok, ruang belajar,
kitab-kitab dan lain sebagainya.
 Selain itu pesantren ,mempunyai elemen yang

bersifat soft-ware, seperti: tujuan


pendidikan, kurikulum, metode pengajaran,
sistem evaluasi, dan perangkat lainnya yang
menunjang proses belajar mengajar.
Ulama dan Keulamaan
 Harus diakui, bahwa masalah yang mulai mengemuka pada
panggung pesantren adalah begitu banyak orang yang
menjadi “ulama”, tetapi sedikit sekali yang mempunyai
karakter keulamaan sebagaimana ditunjukkan oleh para
ulama di masa lalu. Salah satu contoh adalah Imam al-
Ghazali, yang dikenal di kalangan pesantren dengan gelar
hujjatul Islam seorang ulama garda depan dengan
segudang keilmuan yang dimilikinya.
 Dulu, seorang ulama tidak hanya mempunyai status sosial

tertentu, tetapi mempunyai keahlian dan kedalaman ilmu


yang sudah diakui publik dan tidak diragukan
kemampuannya (muttafaq ‘alayh). Seorang ulama bukan
karena simbol yang digunakannya, melainkan pada
produksi keilmuan yang telah dilahirkan dan mampu
membimbing umat kejalan yang diridhai Tuhan.
 menilai keterlibatan kiai dan ulamadalam konteks
politik perlu dikaji dalam dua aspek penting yang
meliputi, kiai sebagai aktivis dan partisan. "Bila
seorang kiai sudah terlibat dalam suatu politik dan
disebut sebagai aktivis, diperlukan komitmen
untuk tidak menyalahgunakan porsi yang dipikul.
Memang tidak sedikit kiai yang terlibat dalam
parpol
 keterlibatan kyai sebagai aktivis dalam parpol

masih ketimbang banyak dari pada kiai yang hanya


sebagai partisipan. "Sebagai partisipan, mereka
hanya mengikuti acara suatu parpol dan tidak
terlibat banyak,sehingga mereka lebih banyak
mengajar etika dan nilai-nilai Islamiah di pesantren
 Dalam hal ini KH Imam Zarkasyi mencoba
merumuskan hasil pengamatannya terhadap
dunia pesantren, menurutnya pesantren itu
memiliki minimal lima jiwa: Keikhlasan,
kesederhanaan, berdikari, ukhuwah Islamiyah,
dan kebebasan. Jadi suatu
 lembaga bisa disebut pesantren bila kehidupan
didalamnnya digerakkan oleh keikhlasan dan
mendidik santrinya untuk mewarisi keikhlasan
dalam beramal, hal ini berlaku umum disemua
pesantren.
 Bentuk keikhlasan ini bisa beraneka ragam
sesuai dengan tradisi yang dikembangkan di
pesantren masing-masing, ada yang
mengembangkan konsep khidmah kepada
guru sebagai wujud dari keikhlasan. Ada yang
menjadikan kepatuhan pada aturan yang
digariskan pimpinan sebagai wujud dari
keikhlasan, dan seterusnya. Yang jelas semua
aktivitas tidak dimotori atau diukur oleh
imbalan material.
 Kedua adalah jiwa kesederhanaan, kehidupan
dipesantren diwarnai kesederhanaan, untuk
mengerti arti sederhana yang paling mudah
adalah menunjukkan lawan katanya yaitu
kemewahan atau berlebihan. Jadi kehidupan di
pesantren tidak berdasarkan pada hidup
mewah dan serba berlebihan, akan tetapi
sebatas memenuhi kebutuhan, kebutuhan
untuk hidup, supaya bisa beribadah lebih
banyak;"makan untuk hidup bukan hidup
untuk makan".
 Ketiga adalah berdikari, atau jiwa mandiri,
kehidupan di pesantren harus mandiri dan
mendidik santrinya agar bisa mandiri, bisa
menyelesaikan masalahnya sendiri, pekerjaannya
sendiri serta tidak manja
 Keempat suasana persaudaran, persaudaraan

sesama muslim, bersaudara karenasatu agama,


satu keyakinan dan satu perguruan, hal ini akan
tercermin dalam suasana latihan tolong-menolong,
dan saling membantu. Untuk mengambarkan
kondisi ini tidak jarang pak Kyai membantu
santrinya yang menghadapi kesulitan keuangan,
atau juga sesama temannya, sehingga tergambar
suatu tatanan masyarakat yang memiliki rasa
persaudaraan.
 Kelima adalah kebebasan, bebas dalam
menentukan jalan hidup dalam arti tidak diikat
oleh mazhab atau partai kyainya, harus menjadi
itu dan ini, yang penting adalah bagaimana bisa
mewujudkan bentuk keislamannya bagi dirinya
dan bagi keluarga serta masyarakat sekelilingnya.
 Selain kelima jiwa minimal yang membingkai

pesantren bisa juga dikembangkan dengan


menambah jiwa-jiwa lian yang bisa diamati dari
kehidupan di pesantren, seperti jiwa perjuangan,
pengorbanan, serta kepedulian dan seterusnya

Anda mungkin juga menyukai