Anda di halaman 1dari 59

SPT PPh Orang Pribadi

OBJEK PAJAK PENGHASILAN

Yang menjadi objek  PENGHASILAN


(Pasal 4 ayat 1)
Penghasilan yang bukan merupakan
Objek PPh
Penghasilan yang bukan merupakan
Objek PPh
BESARAN NILAI PTKP
BESARAN NILAI PTKP

• KETERANGAN
• TK/... Tidak Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan
anggota keluarga;
• K/... Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota
keluarga;
• K/I/... Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang
penghasilannya digabung dengan
• Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditentukan
menurut keadaan Wajib Pajak pada awal tahun pajak atau pada awal
bagian tahun pajak.

• Misalnya, pada tanggal 1 Januari 2011 Wajib Pajak B berstatus kawin


dengan tanggungan 1 (satu) orang anak. Apabila anak yang kedua
lahir tanggal 2 Januari 2011, maka besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun pajak 2011
tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 (satu) anak.

Waktu penentuan besarnya PTKP


(Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 36
Tahun 2008)
Yang berhak atas PTKP

Anggota keluarga Dalam garis keturunan lurus


a.Lurus satu derajat : Ayah, Ibu, Anak kandung
sedarah b.Kesamping satu derajat : Saudara Kandung (kakak, Adik
kandung)  tidak berhak

Dalam garis keturunan lurus


Anggota keluarga a.Lurus satu derajat : Mertua, Anak Tiri
semenda b.Kesamping satu derajat : Saudara Ipar (Adik Ipar, kakak
Ipar)  tidak berhak

Paling banyak 3 (tiga) orang dan menjadi tanggungan sepenuhnya bagi Wajib Pajak
a. Belum dewasa,
ANAK ANGKAT b. Menjadi tanggungan sepenuhnya
(tinggal bersama-sama Wajib Pajak)
(S-112/PJ.41/1995)
TARIF PAJAK
NO LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF

1. s.d. Rp 50.000.000 5%

2. > Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%

3. > Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 25%

4. > Rp 500.000.000 30%


Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
dan Penghasilan Kena Pajak (PKP)

• Peredaran Bruto < 4,8 Milyar


• Wajib menyelenggarakan pencatatan
• Memberitahukan dlm jk waktu 3 bulan pertama
dari tahun pajak yang bersangkutan
Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah
Penghasilan Tidak Kena Pajak. Di samping untuk dirinya, kepada Wajib Pajak
yang sudah kawin diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak.  
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
dan Penghasilan Kena Pajak (PKP)

 Dalam hal Wajib Pajak orang Pribadi mempunyai beberapa jenis kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas dan/atau
beberapa tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas maka pencatatan dibuat secara terpisah untuk masing-masing jenis
kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas, dan/atau beberapa tempat usaha dan/atau pekerjaan bebas.
 Wajib Pajak orang pribadi wajib menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas, baik mengenai peredaran dan/atau penerimaan bruto maupun mengenai pembelian, biaya usaha, dan pengeluaran
lainnya
TARIF NORMA
KEP-536/PJ/2000

Norma yang digunakan adalah norma berdasarkan kota wilayah usaha


•Yang dimaksud 10 ibukota propinsi: Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado,
Makassar, Pontianak.
•Kota propinsi lainnya adalah ibukota propinsi selain 10 yang disebutkan.
•Daerah lainnya adalah daerah selain yang dimaksud diatas.
Objek Pajak PP 46
 Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak
dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun.
 Tidak termasuk Penghasilan dari usaha adalah penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas.
 Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk
dari usaha cabang.
Jasa Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas
a. Pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
dan penari;
c. Olahragawan;
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. Agen iklan;
g. Pengawas atau pengelola proyek;
h. Perantara;
i. Petugas penjaja barang dagangan;
j. Agen asuransi; dan
k. Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan
langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Subjek Pajak pp 46
 Orang pribadi
 Badan, tidak termasuk BUT,

yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto


tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Pengecualian Subjek Pajak PP 46
 WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam
usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik
yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau seluruh
tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau
berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung
tenda di trotoar, dan sejenisnya.
 WP badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1
(satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto
melebihi Rp4,8 miliar.
Tarif PP 46 Peraturan Pemerintah ini mulai
berlaku pada tanggal 1 Juli 2013

 Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun dikenai
PPh final dengan tarif sebesar 1% (satu persen) dari jumlah peredaran
bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha
Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 1% (satu persen)
dikalikan dengan dasar pengenaan pajak, yaitu jumlah peredaran bruto
setiap bulan dari setiap tempat usaha
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
SPT 1770
(SPT PPh WP Orang Pribadi)

Diperuntukkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang


mempunyai penghasilan:
dari usaha/pekerjaan bebas;
dari satu atau lebih pemberi kerja;
yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan/atau
bersifat Final; dan/atau
dalam negeri lainnya/luar negeri.
SPT 1770 S
(SPT PPh WP Orang Pribadi Sederhana)

Diperuntukkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang


mempunyai penghasilan:
dari satu atau lebih pemberi kerja;
dalam negeri lainnya; dan/atau
yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan/atau
bersifat Final.
Wajib Pajak yang telah Kawin

Mengisi status perpajakan suami-isteri pada identitas Wajib Pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
KK yaitu suami-isteri yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan
secara terpisah. Isteri dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP
suami atau kepala keluarga
HB yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena suami-isteri telah hidup berpisah
berdasarkan putusan hakim.
PH yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki secara tertulis oleh
suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
MT yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki oleh isteri yang memilih
untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
Wajib Pajak yang telah Kawin

Mengisi NPWP isteri atau suami pada identitas Wajib Pajak, dalam hal Wajib Pajak
telah kawin dengan status perpajakan suami-isteri HB, PH atau MT.

1770 1770 S
Wajib Pajak yang telah Kawin
Status Perpajakan Kewajiban Penghitungan PPh dan
Suami-Isteri Pelaporan SPT Tahunan PPh

KK Pihak suami atau Kepala Keluarga


HB Masing-Masing
PH Masing-Masing
(dengan menggabungkan terlebih dahulu
penghasilan neto suami dan isteri,
MT PPh masing-masing dihitung berdasarkan
perbandingan penghasilan neto)
Wajib Pajak yang telah Kawin
Wajib Pajak yang
telah kawin dengan
status perpajakan
PH atau MT, wajib
melampirkan
Penghitungan
PPh terutang bagi
Wajib Pajak
dengan status
perpajakan suami-
isteri PH atau MT.
Wajib Pajak yang telah Kawin

Wajib Pajak yang telah kawin dengan status perpajakan HB:

PTKP bagi masing-masing suami-isteri diperlakukan seperti


Wajib Pajak Tidak Kawin (TK);
tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang
diperkenankan.
Wajib Pajak yang Dikenai PPh berdasarkan PP No.46
Tahun 2013
 Melaporkan jumlah peredaran bruto
dan PPh Final terutang pada
Lampiran – III SPT 1770 (Formulir
1770 – III) bagian A nomor 16,
digabungkan dengan
penghasilan lain yang dikenai
PPh Final yang belum tercakup
dalam nomor 1 s.d. 15 ;
 wajib melampirkan rincian
jumlah peredaran bruto dan
pembayaran PPh Final per Masa
Pajak dari masing-masing tempat
usaha.
Wajib Pajak yang Dikenai PPh berdasarkan PP No.46
Tahun 2013

Contoh rincian jumlah


peredaran bruto dan
pembayaran PPh Final per
Masa Pajak dari masing-
masing tempat usaha.
Pelaporan Harta

Wajib Pajak wajib melaporkan harta yang


dimiliki atau dikuasai pada akhir Tahun Pajak
disertai pencantuman kode harta.
Kode Harta
Kas dan Setara Kas:
011 : uang tunai
012 : tabungan
013 : giro
014 : deposito
019 : setara kas lainnya
Kode Harta
Piutang:
021 : piutang
022 : piutang afiliasi (piutang kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
029 : piutang lainnya
Kode Harta
Investasi:
031 : saham yang dibeli untuk dijual kembali
032 : saham
033 : obligasi perusahaan
034 : obligasi pemerintah Indonesia (Obligasi Ritel Indonesia atau ORI, surat
berharga syariah negara, dll)
035 : surat utang lainnya
036 : reksadana
037 : Instrumen derivatif (right, warran, kontrak berjangka, opsi, dll)
038 : penyertaan modal dalam perusahaan lain yang tidak atas saham meliputi
penyertaan modal pada CV, Firma, dan sejenisnya
039 : Investasi lainnya
Kode Harta

Alat Transportasi:
041 : sepeda
042 : sepeda motor
043 : mobil
049 : alat transportasi lainnya
Kode Harta

Harta Bergerak Lainnya:


051 : logam mulia (emas batangan, emas perhiasan, platina
batangan, platina perhiasan, logam mulia lainnya)
052 : batu mulia (intan, berlian, batu mulia lainnya)
053 : barang-barang seni dan antik (barang-barang seni, barang-
barang antik)
054 : kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski, peralatan
olahraga khusus
055 : peralatan elektronik, furnitur
059 : harta bergerak lainnya
Kode Harta
Harta Tidak Bergerak
061 : tanah dan/atau bangunan untuk tempat
tinggal.
062 : tanah dan/atau bangunan untuk usaha
(toko, pabrik, gudang, dan sejenisnya)
063 : tanah atau lahan untuk usaha (lahan
pertanian, perkebunan, perikanan darat, dan
sejenisnya)
069 : harta tidak gerak lainnya
Pelaporan Utang/Kewajiban

Wajib Pajak wajib melaporkan utang/kewajiban


yang dimiliki pada akhir Tahun Pajak disertai
pencantuman kode utang.
Kode Utang
101 : Utang Bank / Lembaga Keuangan Bukan Bank
(KPR, Leasing Kendaraan Bermotor, dan
sejenisnya)
102 : Kartu Kredit
103 : Utang Afiliasi (Pinjaman dari pihak yang memiliki
hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
109 : Utang Lainnya

1770 1770 S
SPT 1770 SS
(SPT PPh WP Orang Pribadi Sangat Sederhana)

Diperuntukkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang


mempunyai penghasilan:
mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau
pekerjaan bebas;
jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari
Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah) setahun.
Wajib Pajak yang telah Kawin

Suami-isteri yang mempunyai penghasilan:


selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas,
dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah) setahun,
namun memiliki status perpajakan PH atau MT wajib melaporkan
penghasilan dan penghitungan Pajak Penghasilan dengan
menggunakan Fomulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 S,
bukan menggunakan Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770
SS.
Studi Kasus

Contoh 1 :

Seorang Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto Tahun Pajak
2015 sebesar Rp96.800.000. Wajib Pajak berstatus kawin dan mempunyai 3 (tiga)
orang anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan sendiri.

Jawab :

Penghasilan Neto 1 tahun Rp 96.800.000


Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/3) Rp 32.400.000 -/-
Penghasilan Kena Pajak Rp 64.400.000
 
PPh yang terutang :
 
5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp14.400.000 Rp 2.160.000 +/+
Jumlah Rp 4.660.000
Studi Kasus

Contoh 2 :

Seorang Wajib Pajak dalam tahun 2014 menerima atau memperoleh


penghasilan neto dari pekerjaan pada PT A sebesar Rp219.608.000. Wajib
Pajak berstatus kawin pisah harta dan penghasilan (PH) dan mempunyai 3
(tiga) orang anak, sedangkan isterinya seorang karyawati pada PT B
menerima atau memperoleh penghasilan neto sebesar Rp109.192.000.

Catatan: dibuat dalam lembar tersendiri dan sebagai Lampiran di dalam


penyampaian SPT bagi Wajib Pajak yang kawin dengan status perpajakan
suami-isteri pisah harta dan penghasilan (PH) atau isteri yang menghendaki
untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT), baik suami
maupun isteri.
Studi Kasus
Jawab Contoh 2 :

Penghasilan Neto suami Rp219.608.000


Penghasilan Neto isteri Rp109.192.000 +/+
Penghasilan Neto gabungan Rp328.800.000
PTKP: K/I/3 Rp 56.700.000 -/-
Penghasilan Kena Pajak Rp272.100.000
PPh terutang gabungan (suami dan isteri) :
5 % x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 22.100.000 = Rp 5.525.000 +/+
PPh terutang gabungan (suami dan isteri) : = Rp 38.025.000
a.
Untuk SPT Suami         
  PPh terutang diisi      
= 219.608.000 x Rp38.025.000 = Rp25.397.184
328.800.000
b.
Untuk SPT Isteri         
  PPh terutang diisi      
= 109.192.000 x Rp38.025.000 = Rp12.627.816
328.800.000
Studi Kasus
Contoh 3 :

Wajib Pajak A seorang dokter yang membuka praktik di rumah dan pada tahun 2014 berdasarkan
norma penghitungan penghasilan neto memperoleh penghasilan neto sebesar Rp195.000.000
(seratus sembilan puluh lima juta rupiah) mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai
dengan penghasilan neto tahun 2014 sebesar Rp130.000.000 (seratus tiga puluh juta rupiah).
Selain menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha salon kecantikan dengan peredaran
bruto tahun 2014 sebesar Rp350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). Peredaran bruto dari
usaha salon tahun 2013 adalah sebesar Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Studi Kasus
Jawab Contoh 3 :
Dalam hal Wajib Pajak A dan isterinya mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
secara tertulis (PH) atau jika isteri A menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri (MT) maka penghitungan pajak bagi A dan isterinya adalah sebagai berikut:
a.Penghasilan isteri dari usaha salon untuk tahun pajak 2014 tidak digabung karena merupakan objek
Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peredaran usaha tahun sebelumnya (2013) yang
tidak lebih dari Rp4.800.000.000 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
b.Penghasilan neto isteri sebesar Rp130.000.000 digabungkan dengan penghasilan neto A sebesar
Rp195.000.000 sehingga jumlah penghasilan neto suami-isteri menjadi Rp325.000.000
c.Misalnya, atas jumlah penghasilan neto suami-isteri sebesar Rp325.000.000 tersebut pajak yang
terutangnya adalah sebesar Rp37.075.000 (tiga puluh tujuh juta tujuh puluh lima ribu rupiah) maka
untuk masing-masing suami dan isteri pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut:
 
- Suami: 195.000.000 x Rp37.075.000 = Rp22.245.000
325.000.000
 
- Isteri : 130.000.000 x Rp37.075.000 = Rp14.830.000
325.000.000

Pada SPT Suami, Bagian C ini diisi jumlah penghasilan neto isteri sebesar Rp130.000.000,-, sedangkan pada SPT Isteri, Bagian
C ini diisi jumlah penghasilan neto suami sebesar Rp195.000.000,-.
Deskripsi Studi Kasus
A. Informasi Umum
Pada tanggal 24 Januari 2015, Dokter Ahmad Jalal seorang Wajib Pajak yang berprofesi
sebagai dokter anak dengan status Menikah memiliki anak, Si Jahir 1 orang baru usia
10 hari, Anak angkat 1 orang, Si Javeda usia 6 bulan, dan memiliki seorang anak tiri, Si
Salim usia 2 tahun dari istri atas pernikahannya yang sebelumnya serta memiliki mertua
(pensiunan), Si Maham usia 75 tahun yang sepenuhnya ditanggung oleh Bapak Dokter.
Dokter bertempat tinggal di Denpasar dengan NPWP 05.321.616.6-901.000.
Penghasilan yang diterima selama tahun 2014 diperoleh dari beberapa sumber yaitu
penghasilan jasa dokter dari praktek di Rumah Sakit Medika Utama, penghasilan dari
praktek dokter di klinik pribadinya yang berlokasi di Denpasar, dan penghasilan dari
usaha apotek yang dimilikinya. Ahmad Jalal telah mengajukan ijin menyampaikan surat
pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk perhitungan
PPh Tahun Pajak 2014 ke KPP Pratama Denpasar Barat.
Deskripsi Studi Kasus
B. Data-Data
Selama tahun pajak 2014 penghasilan yang diterima adalah sebagai berikut:

No. Bulan Penghasilan


Penghasilan dari Jumlah
jasa dokter di
praktek dokter di Peredaran
Rumah Sakit
klinik pribadinya Bruto Apotek
Medika
1 Januari 23.000.000 15.000.000 20.000.000
2 Februari 24.000.000 12.000.000 22.000.000
3 Maret 20.000.000 11.000.000 23.000.000
4 April 21.000.000 13.000.000 20.000.000
5 Mei 25.000.000 15.500.000 21.000.000
6 Juni 20.000.000 14.000.000 25.000.000
7 Juli 25.000.000 12.500.000 22.000.000
8 Agustus 24.000.000 12.750.000 20.000.000
9 September 22.500.000 13.750.000 23.000.000
10 Oktober 23.500.000 14.250.000 26.000.000
11 November 22.000.000 11.150.000 25.250.000
12 Desember 25.000.000 14.000.000 24.000.000
Total 275.000.000 158.900.000 271.250.000
Deskripsi Studi Kasus
B. Data-Data

Data pembayaran PPh yang dibayar sendiri dan PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak
lain sebagai berikut:
a.Bukti Potong PPh Pasal 21 atas Penghasilan Jasa Dokter di RS Medika Masa Januari
s.d Desember 2014 adalah Rp 11.500.000;
b.Bukti setoran PPh Pasal 25 Masa Januari s.d Desember 2014 adalah Rp 5.000.000.

c.Istri Bapak Dokter, Ibu Joda punya NPWP sendiri (24.123.456.7-901.000), bekerja di PT

ABC Aja NPWP 01.222.555.6-901.000 dengan mendapatkan bukti potong A1 tahun 2014
berisi info Penghasilan Netto Rp 110.000.000 PPh Pasal 21 dipotong sebesar Rp
11.500.000
Deskripsi Studi Kasus

B. Data-Data
Peredaran bruto atas usaha apotek selama tahun 2013 adalah sebesar
Rp1.450.000.000,00. Sehingga sejak masa Januari 2014 atas usaha apotek tersebut
termasuk dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final menurut Peraturan Pemerintah
nomor 46 Tahun 2013. Pajak Penghasilan yang dibayar adalah sebagai berikut:
Deskripsi Studi Kasus

B. Data-Data
Data-data lain selama tahun 2014 sebagai berikut:
 membayar zakat melalui Badan Amil Zakat sebesar Rp16.500.000,00;
 Daftar harta dan kewajiban
Da fta r Ha rta & Ke w a jib a n Pa d a a khir Ta hun 2014
No Ura ia n Ase t Nila i Pe ro le ha n (Rp ) Ta hun Pe ro le ha n
1 Ru m a h 45/ 150 m 2 d i J a la n
Bu n g To m o De n p a sa r 550.000.000 2005
2 Ta n a h 200 m 2 d i J im b a ra n 300.000.000 2007
3 M o b il 225.000.000 2010
4 Ta b u n g a n d i Ba n k Ha ra p a n 40.000.000 2009
C a b a n g De n p a sa r
5 De p o sito d i Ba n k M u lia 175.000.000 2012
C a b a n g De n p a sa r
6 Pin ja m a n d i Ba n k Be NI Rp 150.000.000 2012
200.000.000
Peringatan: Simulasi kasus ini hanya berlaku terbatas untuk contoh kasus yang telah disebutkan dan tidak menggugurkan kewajiban bagi Wajib Pajak untuk mengisi SPT-nya secara
benar, lengkap, jelas, dan ditandatangani sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan perpajakan yang berlaku.
Pembahasan Studi Kasus
Menghitung PPh yang terutang untuk tahun pajak 2014
No. Ur aian Jum lah (Rp)

A. Pe nghitungan pe nghas ilan ne to Suam i


1 Pe nghas ilan ne to dari pe k e r jaan be bas :
a. Praktik di Rumah Sakit Medika
45% x Rp275.000.000 123.750.000

b. Praktik di klinik pribadi


45% x Rp158.900.000 71.505.000
Penghasilan neto dari usaha dan pekerjaan bebas 195.255.000
2 Pe nghas ilan ne to dari us aha
Penghasilan usaha apotik tahun 2014 masuk f inal
-
Jumlah Penghasilan Neto 195.255.000
B. Zak at 16.500.000

Jumlah Penghasilan neto setelah zakat 178.755.000

C. Pe nghitungan pe nghas ilan ne to Is tr i 110.000.000


Pe nghas ilan Ne tto Gabungan 288.755.000
D. PTKP (K/I/1):
Jumlah PTKP 52.650.000
E. Pe nghas ilan Ke na Pajak 236.105.000

F. PPh Te r utang

a. 5% x 50.000.000 2.500.000
b. 15% x 186.105.000 27.915.750
PPh yang te r utang Gabungan 30.415.750
Studi Kasus

Untuk SPT Suami        


a.
PPh terutang        
  diisi 178.755.000
= x Rp 30.415.750 = Rp 18.828.998
288.755.000
Untuk SPT Isteri        
b.
PPh terutang        
  diisi 110.000.000
= x Rp 30.415.750 = Rp 11.586.752
288.755.000
Pembahasan Studi Kasus

Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2015:

PPh Terutang Suami Rp 18.828.998,00


Kredit Pajak PPh Ps. 21 Tahun Pajak 2014 Rp 11.500.000,00
PPh Psl 25 Rp. 5.000.000,00
-------------------------- (-)
Rp. 2.328.998,00
Angsuran bulanan PPh Ps.25 Tahun Pajak 2015:
1/12 x Rp 2.328.998 : Rp 610.750, 00
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar setiap masa pajak pada tahun 2015 setelah
bulan disampaikannya SPT Tahunan adalah sebesar Rp 610.750,00.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai