Anda di halaman 1dari 21

Teori

Perkembangan
Moral
OLEH: BUDI MULYONO, M.PD
DOSEN BUDI PEKERTI PRODI KEPERAWATAN DAN PRODI ANALIS KESEHATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN (POLTEKES KEMENKES) YOGYAKARTA
TENTANG MORAL
 Moral berasal dari kata Latin
“mores” yang berarti: Tata cara,
kebiasaan dan adat.
 Perilaku moral berarti perilaku yg
sesuai dengan kode moral
kelompok social.
 Perilaku moral dikendalikan
konsep-konsep moral
 Bayi yang baru lahir dikatakan
belum memiliki moral (amoral)
karena belum memiliki
pengetahuan dan pengertian yang
diharapkan oleh masyarakat di
lingkungan ia hidup.
MORAL DAN
PERILAKU
 Perilaku amoral atau non moral adalah perilaku
yang tidak sesuai dengan harapan social yang
disebabkan oleh ketidakacuhan terhadap
harapan sosial (pelanggaran secara tidak
sengaja terhadap standar kelompok).
 Perilaku tak bermoral yaitu perilaku yang tidak
sesuai dengan harapan sosial, karena tidak
setuju dengan standar sosial atau kurang
memiliki rasa wajib menyesuaikan diri dengan
harapan sosial.
Konsep-konsep Moral

 peraturanperilaku yang telah


menjadi kebiasaan anggota
kelompok atau anggota suatu
budaya
 Peraturanperilaku yang
menentukan pola perilaku yang
diharapkan dari seluruh anggota
kelompok.
POLA PERKEMBANGAN
MORAL
 Bayi yang baru lahir tidak membawa aspek moral,
sehingga dianggap AMORAL ATAU NON-MORAL.
karena belum memiliki pengetahuan dan pengertian
yang diharapkan oleh masyarakat di lingkungan ia
hidup.

 Aspek moral merupakan sesuatu yang berkembang dan


dikembangkan (TEORI PSIKOANALISA DAN TEORI
BELAJAR).
Menurut Teori Psikoanalisa

 Perkembangan moral adalah proses


internalisasi norma-norma masyarakat dan
kematangan organic-biologik.
 Seseorang telah mengembangkan aspek moral
bila telah menginternalisasikan aturan2 or
kaidah2 kehidupan di dalam masyarakat,
dan dapat mengaktualisasikan dalam perilaku
yang terus menerus, atau dengan kata lain
telah menetap.
 Menurut teori psikoanalisa perkembangan
moral dipandang sebagai proses internalisasi
norma-norma masyarakat.dan sebagai
kematangan dari sudut organic-biologik.
Menurut teori Psikologi
Belajar
 perkembangan moral dipandang sebagai hasil
rangkaian stimulus-respons yang dipelajari oleh
anak, antara lain berupa hukuman (punishment)
dan pujian (reward) yang sering dialami oleh
anak.
Konsep Teori Psikoanalisa dan
Teori Belajar
 Konsep ke dua teori (psikoanalisa dan
psikologi belajar), tentang proses
perkembangan moral adalah bahwa
seseorang telah mengalami
perkembangan moral apabila ia
memperlihatkan adanya perilaku yang
sesuai dengan aturan-aturan yang ada di
dalam masyarakatnya. Dengan kata lain
perkembangan moral berkorelasi dengan
kemampuan penyesuaian diri individu.
Menurut Piaget dan
Kohlberg
 Menurut Piaget dan Kohlberg perkembangan moral
berkorelasi dengan perkembangan kecerdasan
individu, sehingga seharusnya bila perkembangan
kecerdasan telah mencapai kematangan, maka
perkembangan moral juga harus mencapai tingkat
kematangan.
 Pra moral : Bayi yang baru lahir dikatakan belum memiliki
moral karena belum memiliki pengetahuan dan pengertian yang
diharapkan oleh masyarakat di lingkungan ia hidup Teori
 Heteronomi (berakhir pada usia 5/6 tahun)
perkembangan
 Seorang anak belum bisa melihat tingkah laku dari
intensinya. Jadi anak hanya bisa melihat bahwa baik-
moral menurut
buruk tingkah laku adalah akibat fisik yang harus diderita
seseorang. Piaget
 Pada saat ini aturan-aturan tidak bisa berubah dan harus
diikuti, selain itu aturan-aturan ini tetap ada di manapun,
kapanpun. Oleh karena itu jika seseorang melanggar
aturan maka ia mandapat hukuman (dari orang-orang yang
dipandang mempunyai otoritas seperti; orangtua, guru,
dsbnya).
 Otonomi
– Pada saat ini seorang anak masih belum bisa melihat
tingkah laku dari intensinya. Awalnya seorang anak belum
bisa mengerti bahwa aturan-aturan sosial bisa berubah-
ubah sesuai dengan kesepakatan kelompok.
– Kemudian pada tahap ini seorang anak sudah mulai bisa
menunjang kejujuran, keadilan dan aturan-aturan sebagai
suatu dasar untuk melakukan hubungan dengan orang lain.
Heteronomous Morality
 usia 4 sampai 7 tahun
 Keadilan dan aturan dibayangkan/dinilai sebagai
 sesuatu yang ada di dunia yang tidak bisa berubah dan
 Sesuatu yang ada di dunia yang tidak bisa dihilangkan/ dikendalikan oleh orang.
 Menilai perilaku itu benar/baik dengan
 Mempertimbangkan hanya akibat yang ditimbulkan perilaku.
 Tidak mempertimbangkan niat dari si pelaku.
Contoh: memecahkan gelas 1 dengan sengaja dan memecahkan gelas 12 karena
enggak sengaja, maka yang baik adalah yang memecahkan satu
 Ciri Orang yang berpikir secara Heteronomous:
 Menilai baik atau benarnya perilaku hanya dengan mempertimbangkan akibat yang
ditimbulkan oleh perilaku tertentu, dan tidak mempertimbangkan niat atau tujuan dari si
pelaku. – Mempercayai Konsep “Immanent Justice” yaitu konsep yang menekankan
bahwa bila seseorang melanggar aturan, maka ia harus segera dihukum
Moralitas yang Autonomous
 Umur di atas10 tahun
 Memiliki pemahaman bahwa aturan dan sistem hukum
merupakan buatan manusia. Jadi, dalam menilai baik
buruknya perbuatan, akibat yang ditimbulkan oleh perilaku
serta niat atau tujuan si pelaku sama-sama dipertimbangkan.
 Individu yang Berfikir Secara Autonomous
 Dalam memberikan penilaian baik atau benarnya perilaku seseorang, ia
akan mempertimbangkan niat atau tujuan dari si pelaku.
 Bisa menerima perubahan dan mampu mengenali bahwa aturan itu bisa
disesuaikan, dibuat dan disetujui melalui kesepakatan bersama dan bisa
berubah melalui konsensus
TENTANG
LAWRENCE KOHLBERG
 Lahir th 1927, dan dibesarkan di
Brouxmille, New York.
 Menamatkan Sekolah Menengah di
Andover Academy di Massachusetts
 Th 1948 Masuk Universitas Chicago,
setahun kemudian Bachelor diraih, ia
mengambil bidang Psikologi, dan
tertarik dengan Teori Piaget.
 Tahun 1958 lulus S3 dg Disertasi:
The Development of Modes of
Thinking and Choice in the year 10 to
16 (merupakan landasan teori
perkembangan moralnya)
TENTANG
LAWRENCE KOHLBERG

 Th 1962 – 1968 mengajar di


Universitas Chicago (almamaternya).
 Sejak th 1968 mengajar di Harvard.
 Menurut Kholberg Ketika dilahirkan,
anak belum dan tidak membawa aspek
moral.
 Kohlberg juga berpendapat, bahwa
aspek moral merupakan sesuatu yang
berkembang dan dikembangkan
TEORI KOHLBERG
 Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori
Piaget, yaitu dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap
perkem-bangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara
universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses
berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).
 Tahap-tahap perkembangan moral terdiri dari 3 tingkat, yang
masing-masing tingkat terdapat 2 tahap, yaitu:
 Tingkat 1 Pra- Konvensional (4-9 tahun)
 Tingkat 2 Konvensional (10-15 tahun)
 Tingkat 3 Pasca- Konvensional (> 16 tahun)
I. Tingkat Pra Konvensional
(Moralitas Pra-Konvensional)
 perilaku anak tunduk pada kendali eksternal
 Tahap-tahap perkembangan moral terdiri dari 3
tingkat, yang masing-masing tingkat terdapat 2 tahap,
yaitu:
 Tahap 1: Orientasi pada kepatuhan dan hukuman  anak
melakukan sesuatu agar memperoleh hadiah (reward) dan
tidak mendapat hukuman (punishment)
 Tahap 2: Relativistik Hedonism  anak tidak lagi
secara mutlak tergantung aturan yang ada. Mereka
mulai menyadari bahwa setiap kejadian bersifat relative,
dan anak lebih berorientasi pada prinsip kesenangan.
Menurut Mussen, dkk. Orientasi moral anak masih
bersifat individualistis, egosentris dan konkrit.
II. Tingkat Konvensional
(Moralitas Konvensional)
 Tingkat Konvensional (Moralitas
Konvensional)  fokusnya terletak pada
kebutuhan social (konformitas).
 Tahap 3: Orientasi mengenai anak yang baik 
anak memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai
oleh orang lain.
 Tahap 4: Mempertahankan norma2 sosial dan
otoritas  menyadari kewajiban untuk
melaksanakan norma-norma yang ada dan
mempertahankan pentingnya keberadaan norma,
artinya untuk dapat hidup secara harmonis,
kelompok sosial harus menerima peraturan yang
telah disepakati bersama dan melaksanakannya.
III. Tingkat Post-Konvensional
(Moralitas Post-konvensional)

 Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-konvensional)  individu


mendasarkan penilaian moral pada prinsip yang benar secara
inheren.
 Tahap 5: Orientasi pada perjanjian antara individu dengan lingkungan
sosialnya  pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara individu
dengan lingk sosialnya, artinya bila seseorang melaksanakan kewajiban
yang sesuai dengan tuntutan norma social, maka ia berharap akan
mendapatkan perlindungan dari masyarakat.
 Tahap 6: Prinsip Universal  pada tahap ini ada norma etik dan norma
pribadi yang bersifat subjektif. Artinya: dalam hubungan antara
seseorang dengan masyarakat ada unsur2 subjektif yang menilai apakah
suatu perbuatan/perilaku itu baik/tidak baik; bermoral/tidak bermoral.
Disini dibutuhkan unsur etik/norma etik yang sifatnya universal sbg
sumber utk menentukan suatu perilaku yang berhubungan dengan
moralitas.
Dilema Heinz
 Seorang perempuan sudah hampir meninggal dunia akibat semacam kanker.
Ada suatu obat yang menurut dokter dapat menyelamatkannya. Obat itu adalah
semacam radium yang baru saja ditemukan oleh seorang apoteker di kota yang
sama. Obat itu mahal ongkos pembuatannya, tetapi si apoteker menjualnya
sepuluh kali lipat ongkos pembuatannya tersebut. Ia membayar $200 untuk
radium tersebut dan menjualnya $2.000 untuk satu dosis kecil obat tersebut.
 Suami dari perempuan yang sakit, Heinz, pergi ke setiap orang yang dia kenal
untuk meminjam uang, tapi ia cuma memperoleh $1.000, setengah dari harga
obat seharusnya. Ia berceritera kepada apoteker bahwa isterinya sudah sekarat
dan memintanya untuk dapat menjual obat dengan lebih murah atau
memperbolehkan dia melunasinya di kemudian hari. Tetapi si apoteker
mengatakan: “Tidak, saya yang menemukan obat itu dan saya akan mencari
uang dari obat itu.”
 Heinz menjadi putus asa dan membongkar apotek tersebut untuk mencuri obat
demi istrinya.
 Haruskah Heinz membongkar apotek itu untuk mencuri obat bagi isterinya?
Mengapa?
PENYEBAB KESENJANGAN
ANTARA PENGETAHUAN MORAL
DAN PERILAKU MORAL
 Faktor Kebingungan, disebabkan karena:
 konsep moral bersifat abstrak bagi dirinya
 terdapat kesenjangan (jarak) antara perkataan orangtiua dan orang lain yang berwenang
 terdapat kesenjangan antara perilaku yang dilukiskan dalam media massa dan apa yang
diajarkan pada mereka tentang benar salah.
 Konsep moral anak berbeda dengan konsep moral terhadap teman sebaya
 Konsep moral bertentangan dengan konsep kejujuran, loyalitas dan kerjasama
 Faktor Emosi
 Sewaktu marah anak mungkin malkakukan hal yang ia tahu itu salah untuk membalas supaya
orang lain marah.
 Faktor Motivasi (dorongan)
 Anak mungkin merasa bahwa berbuat sesuatu itu tidak benar, namun dapat menguntungkan
bagi mereka.
Sekian dan terimakasih

Anda mungkin juga menyukai