• Emosi yang dirasakan adalah persepsi tentang perubahan tubuh. Salah satu dari
teori paling awal dalam emosi dengan ringkas dinyatakan oleh Psikolog Amerika
William James: “Kita merasa sedih karena kita menangis, marah karena kita
menyerang, takut mereka gemetar”.Teori ini dinyatakan di akhir abad ke-19 oleh
James dan psikolog Eropa yaitu Carl Lange, yang membelokkan gagasan umum
tentang emosi dari dalam ke luar. Di usulkan serangkaian kejadian disaat kita emosi
: Kita menerima situasi yang akan menghasilkan emosi. Kita bereaksi ke situasi
tersebut,Kita memperhatikan reaksi kita. Persepsi kita terhadap reaksi itu adalah
dasar untuk emosi yang kita alami. Sehingga pengalaman emosi-emosi yang
dirasakan terjadi setelah perubahan tubuh, perubahan tubuh (perubahan internal
dalam sistem syaraf otomatis atau gerakan dari tubuh memunculkan pengalaman
emosi. Agar teori ini berfungsi, harus ada suatu perbedaan antara perubahan
internal dan eksternal tubuh untuk setiap emosi, dan individu harus dapat
menerima mereka. Di samping ada bukti perbedaan pola respon tubuh dalam
emosi tertentu, khususnya dalam emosi yang lebih halus dan kurang intens,
persepsi kita terhadap perubahan internal tidak terlalu teliti
KECERADASAN EMOSI
• Suatu terobosan teori tentang emosi dikemukakan oleh Daniel Goleman dalam bukunya The
Emotional Intelligence. Golemen melanjutkan penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah
berlangsung sejak 1970-1980-an termasuk yang dilakukan oleh Howard Gardener(tentang
multiple intelegence), Peter Salovey, dan Jhon Mayer.
• Dalam bukunya, Golemen menyatakan tiga hal yang sangat penting sehingga teorinya bisa
dianggap sebagai terobosan.
• Yang pertama, emosi itu bukan bakat, melainkan bisa dibuat dilatih dan dikembangkan,
dipertahankan dan yang kurang baik dikurangi atau dibuang sama sekali.
• Kedua, emosi itu bisa diukur seperti intelegensi. Hasil pengukurannya disebut EQ (emotional
Quotient). Dengan demikian, kita tetap dapat memonitor kondisi kecerdasan emosi kita.
• Ketiga, dan ini yang terpenting, EQ memegang peranan lebih penting daripada IQ. Sudah
terbukti banyak rang dengan IQ tinggi, yang di masa lalu dunia psikologi dianggap sebagai
jaminan keberhasilan seseorang, justru mengalami kegagalan. Mereka kalah dari orang-orang
dengan IQ rata-rata saja, tetapi memiliki EQ yang tinggi. Menurut Goleman, sumbangan IQ
dalam menentukan keberhasilan seseorang hana sekitar 20-30% saj, selebihnya ditentukan
oleh EQ yang tinggi.
• Adapun orang yang dikatakan mempunyai EQ
yang tinggi adalah jika ia memenuhi kriteria
berikut, yaitu sebagai berikut:
• Mampu mengenali emosinya sendiri.Mampu
mengendalikan emosinya dengan situasi dan
kondisi.
• Mampu menggunakan emosinya untuk
meningktakan motivasinya sendiri(bukan
malah membuat diri putus asa atau bersikap
negatif pada orang lain).Mampu berinteraksi
positif dengan orang lain
PENGARUH EMOSI PADA BELAJAR
• Emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar (Meier dalam DR.
Nyayu Khodijah, 2006). Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan
mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat
memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali. Oleh karena itu,
pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada
diri pembelajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan
dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar
yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar. Menurut Meier,
2002 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006) kegembiraan belajar seringkali merupakan
penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan bukan
berarti menciptakan suasana kelas yang ribut dan penuh hura-hura. Akan tetapi,
kegembiraan berarti bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada
diri si pembelajar. Selain itu, dapat juga dilakukan pengembangan kecerdasan emosi
pada siswa. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola
emosinya secara sehat terutama dalam berhubungan dengan orang lain.
PERTUMBUHAN EMOSI
• Pertumbuhan dan perkembangan emosi seperti juga pada
tingkah laku lainnya ditentukaan oleh pematangan dan proses
belajar seorang bayi yang baru lahir dapat menangis tetapi ia
harus mencapai ringkas kematangan tertentu untuk dapat
tertawa setelah anak itu sudah besar maka ia akan belajar
bahwa menangis dan tertawa digunakan untuk maksud-maksud
tertentu atau untuk situasi tertentu.
• Makin besar anak itu makin besar pula kemampuannya untuk
belajar sehingga perkembangan emosinya makin rumit.
Perkembangan emosi melalui proses kematangan hanya terjadi
sampai usia satu tahun. Setelah itu perkembangan selanjutnya
lebih banyak ditentukan oleh proses belajar.