MATA KULIAH PATOFISIOLOGI TENTANG HEMOPHILIA DI SUSUN O L E H KELOMPOK 8 TINGKAT 1 GABUNGAN 1 Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan,
merupakan suatu bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit. Penyakit ini ditandai dengan sulitnya darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan, kerusakan pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun. Penderita hemofilia tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan, Hemofilia memiliki dua tipe, yakni : Hemofilia A dan Hemofilia B. Anatomi Patofisiologi Hemofilia 1. Darah mengandung: a)Plasma Darah b)Darah Beku : - Eritrosit - Leukosit - Trombosit 2. Patogenesis Trombosit tidak dapat menghasilkan AHF (Anti Hemophiliac Faktor). Sehingga AHF darah kurang dari standart AHF ini berfungsi menunjang stabilisasi fibris usntuk mengadakan pembekuan karena AHF kurang dari normal, sehingga darah sukar terjadi pembekuan. Gejala Hemofilia Gejala yang mudah dikenali adalah bila terjadi luka yang menyebabkan sobeknya kulit permukaan tubuh, maka darah akan terus mengalir dan memerlukan waktu berhari-hari untuk membeku. Bila luka terjadi di bawah kulit karena terbentur, maka akan timbul memar/ lebam kebiruan disertai rasa nyeri yang hebat pada bagian tersebut. Tingkatan Hemofilia Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu : 1. Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas. 2.Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan. 3. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi. Komplikasi Akibat Hemofilia Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B adalah: 1. Timbulnya Inhibitor Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang dilihatnya sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah konsentrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya. 2. Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang. Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis). Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun.
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup Pemeriksaan Diagnostik 1. Uji skrining untuk koagulasi darah Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3 darah) Masa protombin (normal memerlukan waktu 11- 13 detik) Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik) Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis) Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik) 2. Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur. 3. Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic- piruvic transaminase [SPGT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase alkali, bilirubin). Pengobatan Hemofilia Pada dasarnya, pengobatan hemofilia ialah mengganti atau menambah faktor antihemofilia yang kurang. Namun, langkah pertama yang harus diambil apabila mengalami perdarahan akut adalah melakukan tindakan RICE (Rest, Ice, Compression, Evaluation) pada lokasi perdarahan untuk menghentikan atau mengurangi perdarahan. Tindakan tersebut harus dikerjakan, terutama apabila penderita jauh dari pusat pengobatan, sebelum pengobatan definitif dapat diberikan. Karena penderita hemofilia mengalami defisiensi (kekurangan) faktor pembekuan darah, maka pengobatannya berupa pemberian tambahan faktor pembekuan darah atau terapi pengganti. Penderita hemofilia A memerlukan tambahan faktor VIII, sedangkan penderita hemofilia B memerlukan tambahan faktor IX. Antisipasi Hindari mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang berfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat, obat antiradang jenis nonsteroid, ataupun pengencer darah seperti heparin. Hindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan. Langkah terbaik adalah berkonsultasi lebih dulu pada dokter. Kenakan tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa ia menderita hemofilia. Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi kecelakaan atau kondisi darurat lainnya, personel medis dapat menentukan pertolongan khusus. Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh agar tidak berlebihan. Pasalnya, berat badan berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia berat). Penderita hemofilia sangat perlu melakukan olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk kesehatan tubuhnya. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa perdarahan. Namun penderita hemofilia harus menemukan sendiri aktivitas fisik apa yang dapat dan yang tidak dapat dilakukannya. Penderita mesti rajin merawat gigi dan gusi serta rajin melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin, paling tidak setengah tahun sekali. Karena kalau giginya bermasalah semisalnya harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan. Mengikuti program imunisasi. Catatan bagi petugas medis adalah suntikan imunisasi harus dilakukan di bawah kulit dan tidak ke dalam otot, diikuti penekanan pada lubang bekas suntikan paling tidak selama 5 menit. SEKIAN TERIMAKASIH