Anda di halaman 1dari 17

ETIKA PEMERINTAHAN

GOOD GOVERNANCE

indraditya@gmail.com
ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
GOOD GOVERNANCE

Governance adalah tata pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau


pengelolaan (management) maksudnya bahwa kekuasaan tidak lagi semata-
mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Kata governance memiliki
unsur kata kerja yaitu governing yang berarti bahwa fungsi oleh pemerintah
bersama instalasi lain (LSM, swasta dan warga negara) , perlu seimbang/setara
dan multi arah (partisipatif). Governance without goverment berarti bahwa
pemerintah tidak selalu di warnai dengan lembaga, tapi termasuk dalam
makna proses pemerintah.

Good governance adalah tata pemerintahan yang baik atau menjalankan


fungsi pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (struktur, fungsi,
manusia, aturan, dan lain-lain). Clean government adalah pemerintahan yang
bersih dan berwibawa. Good corporate adalah tata pengelolaan perusahaan
yang baik dan bersih.
DEMOKRATISASI sebagai perubahan sosial yang tengah terjadi di
dunia.
Proses demokratisasi bisa dipilah ke dalam tiga tahapan: liberalisasi politik,
pertumbuhan akuntabilitas politik, dan demokratisasi sebagai proses sejarah (Healy
dan Robinson, 1992).

Demokratisasi diyakini berkaitan erat dengan praktek good governance. Hubungan


keduanya telah mendapat dukungan dan dipromosikan oleh lembaga-lembaga
international seperti World Bank, Organization for Economic Cooperation and
Development (OECD) dan United Nations Development Programme (UNDP).

Menurut perspekif World Bank (1989), good governance menuntut dipenuhinya


kandungan, ciri-ciri, fungsi dan kelembagaan sebagai prasyarat dan bangunan
fundamental bagi demokratisasi.
Prasyarat dan bagunan dasar tersebut mencakup pelayanan publik yang efisien,
sistem peradilan dan hukum yang independent dan ditegakkan dengan benar,
administrasi keuangan yang akuntabel, auditor publik yang akuntabel, lembaga
wakil rakyat yang representatif, dihormatinya hukum dan hak-hak asasi manusia di
semua tingkatan pemerintahan, struktur kelembagaan yang pluralistic;
terselenggaranya press yang bebas.
Good governance menurut Bank Dunia (World Bank) adalah cara
kekuasaan digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya
sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (the way
state power is used in managing economic and social resources
for development of society). Good governance sinonim dengan
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang (5 prinsip):
Solid dan bertanggungjawab yang sejalan dengan demokrasi
dan pasar yang efisien 
Menghindari salah alokasi dan investasi yang terbatas
Pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif
 Menjalankan disiplin anggaran
 Penciptaan kerangka politik dan hukum bagi tumbuhnya
aktivitas kewiraswastaan
Menurut UNDP (United National Development Planning), good governance di
maknai sebagai praktek penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan.
Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administratif di semua
tingkatan. Dalam konsep di atas, ada tiga pilar good governance yang penting,
yaitu:
a. Economic governance (kesejahteraan rakyat)
b. Political governance (proses pengambilan keputusan)
c. Administrative governance (tata laksana pelaksanaan kebijakan)

Dalam proses memaknai peran kunci stakeholders (pemangku kepentingan),


mencakup 3 domain good governance, yaitu:
 
a. Pemerintah (peran: menciptakan iklim politik dan hukum yang kondusif)
b. Sektor swasta (peran: menciptakan lapangan pekerjaan dan pendapatan)
c. Masyarakat (peran: mendorong interaksi sosial, ekonomi, politik dan
mengajak seluruh anggota masyarakat berpartisipasi)
Ada beberapa aspek yang paling dalam mengwujudkan Good Governance, yaitu
Partisipasi (participapation), Penegakan hukum (Ruleof law), Transparansi
(Transparency), Responsif (Responsiveness) Orentasi Kesepakatan (Consensus
Orientation), Keadilan (Eguity), Efektivitas dan Efesiensi (Effectivinees And Efficiency),
Akuntabilitas (Accountability), Visi Strategis (Strategic Vision).

1. Partisipasi (Participation)
Partisipasi (participapation) dalam hal ini adalah persamaan hak dalam mengambil
semua keputusan, baik dalam langsung maupun tidak langsung yaitu melalui
lembaga perwakilan yang sah untuk mewakilkan kepentingan mereka. Partisipasi
menyeluruh kebebasan untuk berkumpul dan mengungkapkan pendapat dan
kepastian berpartisipasi secara konsruktif. Untuk mendorong partisipasi masyarakat
dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor kehidupan sosial lainnya
selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisir.
Paradigma birokrasi sebagai center of public harus diikuti dengan deregulasi sebagai
aturan, sehingga proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan efektif dan efesien.
Sebenarnya tidak cukup dengan aparatur pemerintah saja, akan tetapi harus juga
diubah paradigma berpikir (mind set) dari penguasa birokrasi sebagai pelayanan
masyarakat (Public Service) dengan memberikan pelayanan dengan baik, cepat dan
mudah diakses oleh masyarakat, sehingga mereka memiliki legitimasi dari
masyarakat.
Dalam konteks inilah sesungguhnya tidak lepas dari Good Governance yang memiliki
korelasi eret dengan proses kebijakan publik, mulai dari proses kebijakan hingga
evaluasi (akuntabilitas). Tindakan mengambil sebuah kebijakan harus diperhatikan,
pertama, kepentingan bersama (collective action), keinginan pemerintah untuk
memonopoli proses kebijakan publik dan dalam pelaksanaannya harus ditinggalkan dan
diarahkan kepada proses kebijakan yang lebih inklusif, demokratis dan
partisipasif.kedua, masing-masing aktor akan berintraksi dan saling memberikan
pengaruh (mutually inclusive) ketiga, governance as a socio cybernetic system, artinya
kebijakan pemerintah bukanlah produk dari apa yang dilakukan pemerintah pusat,
malainkan seluruh produk (the total effecs) dari intervensi dan intereksi dari seluruh
actor.
Secara substansi partisipasi mencakup tiga hal.
Pertama, Voice (suara) setiap warga Negara mempunyai hak dan ruang untuk
menyampaikan suaranya dalam proses pembangunan. Dan sebaliknya pemerintah
menakomodasi setiap suara itu.
Kedua, akses, yakni semua mempunyai kesempatan untuk mengakses jalannya
pembangunan serta mendapatkan semua akses politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial
budaya.
Ketiga kontrol, setiap elemen masyarakat dapat hak dalam mengontrol dan
pengawasan semua kebijakan, lingkungan kehidupan dan pelaksanan pembangunan .
2. Penegakan Hukum ( Rule Of Law)
Untuk mengwujudkan good governance harus diimbangi dengan komitmen
untuk penegakkan hukum (rule of law), dengan mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:

Supermasi hukum ( the supremacy of law)


Kepastian hukum (legalcertainty)
Hukum yang responsive
Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif
Independensi peradilan
3. Transparansi (Transparency)
Salah satu yang menjadi persoalan bangsa di akhir pemerintahan Orde Baru (Orba) adalah
merebaknya kasus-kasu korupsi yang berkembang sejak masa rezim Otoriter tersebut.
Korupsi sebuah tindakan yang sepertinya dilegalkan oleh pemerintah sebagai tindakan
yang baik oleh induvidu atau lembaga yang secaralangsung dan sangat merugikan Negara.

Korupsi adalah salah satu menghambat apa yang dicita-citakan Good Governance. Michael
Camdessus (1997) dalam sebuah rekomendasinya kepada PPB (Perserikatan Bangsa-
Bangsa) untuk membantu pemulihan (recovery) perekonomian Indonesia menyarankan
perlunya tindakan pemberantasan korupasi dan penyelenggaraan pemerintah yang
transparan, khususnya transparansi transaksi keuangan Negara, pengelolaan uang negara
di Bank Sentral (BI) serta transpansi dari sektor-sektor publik.
Kalau kita menganalisis pemerintahan dalam penyelenggaraanya banyak
terjadi penyalahan gunakan kekuasaan (abuse of power), hal tersebut tentu
tidak salah, karena salah satu peluang untuk melakukan tindakan koruptor
salah satnya ada pada mereka, ada peluangan dan kesempatan untuk itu.
Beberapa fenomena “maney politic” yang membawa bangsa ini menjadi
bangsa Kleptokrasi (bangsa maling)
Salah satu ukuran penyelenggaraan Negara yang baik adalah adanya
transparansi dalam setiap kebijakan baik yang dilaksanakan maupun tidak, hal
ini salah satu bentuk keikut sertaan masyarakat publik dalam melihat dan
berapresiasi didalam setiap aktifitas kenegaraan sebagai implementasi dari
sistem pemerintahan demokrasi.
Berkaitan erat dengan pemberantasan korupsi, adanya transparansi dalam
tubuh penyelenggara Negara saat ini dirasa mempunyai tingkat yang sangat
rendah. Betapa tidak seperti halnya produk hukum yang dihasilkannyapun
perlu aturan dan mekanisme yang panjang.
4. Responsif (Responsiveness)
Pemerintah yang peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-
persoalan masyarakat adalah sebuah impian dari good
governance. Pranan pemerintah harus memahami kebutuhan
objetif masyarakatnya, jangan menunggu mereka
menyampaikan keinginan-keinginannya itu, pemerintah
diharapakan proaktif mempelajari dan menganalisis
kebutuhan-kebutuhan mereka, untuk kemudian melahirkan
berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepengtingan
umum yang pro terhadap masyarakat, tanpa ada diskriminasi
terhadap golongan-golongan.
5. Orentasi Kesepakatan (Consensus Orientation)
Consensus adalah sebuah bentuk yang mempunyai asas keadilan dalam
mengambil keputus secara bermusyawarah dan memaksimal mungkin
berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam mengambil keputusan tersebut
dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak juga dapat menarik
komitmen komponen masyarakat sehingga memiliki legitimasi untuk
melahirkan coercive power (kekuatan memaksa) dalam mengwujudkan
efektifitas pelaksanaan keputusan.
Pada prinsipnya sangat erat dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam
kegiatan pemerintahan, kultur demokrasi, serta tata aturan dalam pengambilan
kebijakan yang berlaku dalam sebuah system,
6. Keadilan (Eguity)
Korelasi dari asas kosensus, transparansi, dan responsif good
governance juga didukung oleh asas kesetaraan dan keadilan
(eguaty) yakni kesamaan dalam perlakuan (treatment) dan
pelayanan. Kata keadilan mungkin sebuah utopis belaka yang
mengidentik dengan sebuah idiologis keagamaan rasa ketuhanan,
tapi hal ini mempunyai sebuah identitas kehidupan yang
melambang keadilan.
Satu sisi keadilan bagi manusia sulit untuk diimplementasikan,
hukum adalah produk manusia berdasarkan tatanan sosial yang
ada dilingkungan. Tatanan sosial hasil sebuah pemikiran manusia
dari tingakh laku ini, berdasarkan kesepakatan secara
komprehensip seluruh masyarakat. Interprestasinya ketika hukum
jadi peraturan yang mengatur kehidupan ada persamaan hak,
kewajiban didalamnya.
7. Efektivitas dan Efesiensi (Effectivinees And Efficiency)
Kriteria ini lebih kepada titik beratkan pada pelaksana struktur dalam wilayah
pemerintahan, pemerintah yang baik juga harus memenuhi kriteria efektifitas
dan efisiensi, yakni berdayaguna dan berhasilguna.

Efektifitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau


sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok lapisan
social. Sedangkan efisiensi biasanya diukur dengan rasionalitas pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat, semakin kecil biaya yang
terpakai untuk kepentingan yang terbesar, maka mengatakan bahwa
pemerintah termasuk dalam kategori pemerintah yang efisien.

Konsep efektifitas dalam sektor publik mempunyai makna ganda, yakni


efektifitas dalam pelaksanaan proses-proses pekerjaan, baik penjabat
pemerintahan maupun partisipasi masyarakat publik. Dan kedua efektifitas
dalam kontek hasil, yaitu mampu memberikan kesejahteraan pada setiap lapisan
sosial.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Asas akuntabilitas menjadi perhatian dan sorotan pada era reformasi ini,
kelemahan dalam pemerintahan Indonesia justru dalam kualitas
akuntabilitasnya itu. Asas ini berarti penanggung jawaban penjabat publik
terhadap masyarakat yang
telah mengdelegasikan dan kewenangan untuk mengurus kepentingan untuk
mereka, baik itu semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikap
terhadap masyarakat.
Pemasalahan ketidaksiapan pemerintah dalam mempertanggungjawabkan
dalam segala kebijakan publik, juga membuat stikma baru diranah
masyarakat Indonesia yaitu ketidak percaya rakyat terhadap
pemerintahannya.Keterlibatan masyarakat publik dalam segala keputusan
pemerintaha adalah sebuah budaya penyampaian dan layananan publik lebih
ke accountable.
Di Brazil, sebagai contoh, pengawasan terhadap administrasi lokol dan
komunikasi multiarah keperhatian warga kepada para penjabat publik
nampaknya membaik, setelah adanya pengawasan-pengawasan terhadap
administrasi tersebut. Juga dikarenakan mereke membentuk dewan
konsultasi yang tersusun dari para warga lokal (Masyarakat publik)

Anda mungkin juga menyukai