Anda di halaman 1dari 25

EPILEPSI

Disusun Oleh :

1. Cici Nurfala Ardiyanti (1704015113)


2. Rohayani Alia (1704015204)
3. Yolanda V.K (1704015275)
4. Nadya Herlanda (1704015305)
5. Shonia Fatwa (1704015325)
DEFINISI EPILEPSI
• Epilepsi menyatakan suatu serangan berulang seizure periodik
atau tanpa seizure. Serangan tersebut disebabkan oleh aktivasi
listrik berlebihan pada neuron korteks dan ditandai dengan
perubahan aktivasi listrik seperti yang diukur dengan elektro-
ensefalogram (EEG).
 Seizure menyatakan keparahan kontraksi otot polos yang tidak
terkendali.
• Epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai tipe idiopatik atau
simtomatik.
• Pada epilepsi idiopatik atau esensial, tidak dapat dibuktikan
adanya suatu lesi sentral.
• Pada tipe epilepsi simtomatik atau sekunder, terdapat kelainan
serebrum yang mendorong terjadinya reaksi kejang.
PATOFISIOLOGI
 Suatu serangan dapat dilacak pada membran sel atau sel
disekitarnya yang tidak stabil. Rangsangan yang berlebih
menyebar secara lokal (serangan fokal) maupun lebih luas
(serangan umum).
 Terjadinya konduktansi kalium yang tidak normal, cacat pada
kanal kalsium sensitif voltase.
 Sebagian besar seizure tonik-klonik umum lebih besar dari
100, dan episode ganda status epileptikus dapat dikaitkan
dengan kerusakan neuronal.
• Kejang adalah masalah neurologik yang realtif sering
dijumpai.
• Istilah “kejang” bersifat generik, dan dapat digunakan
penjelasan-penjelasan lain yang spesifik sesuai karakteristik
yang diamati. Kejang rekuren, spontan, dan tidak disebabkan
oleh kelainan metabolisme yang terjadi bertahun-tahun disebut
epilepsi.
• Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang
berlebuhan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah
terpicu sehingga mengganggu fungsi normal otak.
• Status epileptikus adalah suatu kejang berkepanjangan atau
serangkaian kejang repetitif tanpa pemulihan kesadaran
antariktus.
KLASIFIKASI KEJANG
• Klasifikasi Kejang pada Epilepsi, yaitu :
• 1. Kejang Parsial
• Kejang yang dimulai secara lokal, kejang parsial memiliki
aktivitas fokal (asal) tunggal. Bisa berupa parut luka akibat
trauma, stroke, atau tumor. Ada beberapa kejang parsial, yaitu :
• A. Kejang Parsial Sederhana, tidak ada gangguan kesadaran.
Gejalanya bisa ilusional, olfaktorius, psikis, kognitif, afasik,
sensorik atau motorik (Jacksonia).
• B. Kejang Parsial Kompleks, dimana terdapat gangguan
kesadaran. Terutama kejang lobus temporal yang bisa diawali
oleh aura termasuk otomatisme atau fenomena psikologis lain.
• 2. Kejang Umum
• Dimana tidak ada bukti onset fokal. Kejang umum terdapat
aktivitas yang luas yang mengenai kedua hemister serebri.
Diantaranya :
• A. Kejang Absence pada anak (Petit Mal).
• B. Epilepsi Mioklonik, gerakan konvulsif mendadak pada
ekstremitas dan batang tubuh. Biasanya terjadi pada anak-
anak.
• C. Kejang Tonik-Klonik (Grand Mal).
Kejang Tonik (Spasme) dan Klonik (Kedutan).
• D. Kejang Atonik atau Akinetik
• Banyak pola kejang yang tetap tidak dapat digolongkan.
ETIOLOGI
• Kejang bisa timbul setelah gangguan serebral, gangguan
metabolikdan pemberian obat.
• 1. Gangguan Serebral, yaitu :
 Tumor otak atau malformasi arterio vena.
 Pasca trauma, gejala sisa setelah cedera kepala berat atau
cedera saat lahir.
 Penyakit serebrovaskular.
 Infeksi ensefalitis, meningitis bakterialis, abses serebri,
toksoplasmosis.
 Lesi peradangan & lupus eritematosus sistemik.
 Degeneratif penyakit alzheimer & korea huntington.
• 2. Gangguan Metabolik, yaitu :
 Hipoglikemia.
 Hipokalsemia atau Hipomagnesemia.
 Gagal ginjal atau gagal hati.
 Hiponatremia.

• 3. Obat-Obatan (Khususnya setelah kejadian overdosis).


 Alkohol : Intoksikasi berat, penghentian mendadak pada
peminum berat, atau setelah cedera kepala dalam keadaan
intoksikasi.
 Amfetamin, antidepresan trisiklik, dan fenotiazin.
DIAGNOSIS BANDING
• Penting untuk mempertimbangkan penyebab lain dari
hilangnya kesadaran, seperti :
• 1. Serangan pingsan vasovagal.
• 2. Penyakit Serebrovaskular.
• 3. Hipoglikemia.
• 4. Hipotensi postural bisa disebabkan oleh obat hipotensif atau
sedatif, khususnya pada manula.
• Dalam membedakan dengan diagnosis banding pingsan,
kejang tampak kaku dan tidak lemas saat jatuh. Biasanya
matanya terbuka dan tidak setengan tertutup, tidak ingat
terjatuh dan pulih setelah 30 detik.
GAMBARAN KLINIS
• 1. Kejang Tonik-Klonik (Grand Mal).
• Pada lebih dari 50% kasus kejang diawal dengan aura. Kemudian diikuti
oleh hilangnya kesadaran dan fase tonik, yang biasanya berlangsung
sampai 30 detik. Sianosis bisa timbul karena otot-otot pernafasan
mengalami kontraksi tonik.
• Fase tonik terjadi setelah di keempat ekstremitas. Miksi dan menggigit
lidah (Dan menggigit jadi secara ceroboh dimasukan ke dalam mulut untuk
menarik lidah ke depan) diikuti oleh tidur yang berlangsung sekitar 1-3
jam. Selama tidur, refleks kornea dan ekstremitas bisa tidak ada dan
respons plantar meningkat.
• 2. Kejang Absence (Petit Mal).
• Timbul pada anak-anak (4-10 tahun) dan ditandai oleh masa absence yang
singkat (10-15 detik) tanpa peringatan dan pulih dengan segera. Kejang ini
tidak muncul setelah pubertas, namun sekitar 5% anak mengalami kejang
grand mal setelah dewasa.
• 3. Epilepsi Lobus Temporal.
• Ditandai dengan gangguan isi kesadaran. Bisa timbul halusinasi
(Fenomena deja-vu), selain gangguan penglihatan seperti makropsia dan
mikropsia. Bisa timbul rasa takut yang tak masuk akal dan depersonalisasi.
Aura olfaktorius atau gustatoriusbisa merupakan satu-satunya gejala dan
berhubungan dengan fokus abnormal pada lobus unsinatus. Pasien
mengalami kompleks gerak berulang pada tiap serangan (Epilepsi
psikomotorik)

• 4. Epilepsi Jacksonian (Fokal).


• Aktivitas epileptik yang berasal dari salah satu bagian pada korteks
motorik presentralis. Kejang dimulai pada salah satu bagian tubuh (Ibu jari
tangan) dan bisa berlanjut mengenai salah satu sisi tubuh kemudian seluruh
tubuh. Paresis yang kemudian timbul pada ekstremitas yang bersangkutan
bisa berlangsung selama 3 hari (Paralisis Todd).
• Epilepsi sensoris adalah keadaan paralel yang dimulai di korteks sendoris.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
• Tujuannya adalah mendeteksi adanya kelainan otak yang bisa
diobati sebagai dasar penyakit dan menyingkirkan faktor-
faktor yang bisa memprovokasi serangan.
• Anamnesia dan pemeriksaan fisik lengkap harus dilakukan
untuk menyinglirkan penyebab lainnya hilangnya kesadaran.
• EEG bisa membantu menunjukan jenis epilepsi, letak fokus
epileptik (aktivitas gelombang yang lambat bisa menunjukan
adanya tumor), dan menjadi pedoman untuk terapi obat.
• Diagnosis epilepsi tidak dapat ditegakan hanya dari EEG,
epilepsi merupakan diagnosis klinis bukan elektrik. Sekitar 10-
15% memiliki EEG yang abnormal.
• Jika ada kemungkinan aritmia jantung transien sebagai
penyebab kejang, pemantauan EKG terus-menerus harus
dilakukan.
• Lakukan CT scan kepala untuk menyingkirkan penyakit otak
fokal. Sangat bernilai pada epilepsi onset-lambat, kejang
parsial, dan pada pasien dengan kejang umum dimana EKG
mengungkapkan adanya kelainan fokal, khusunya jika disertai
oleh adanya gelombang lambat.
OBAT ANTIEPILEPSI
Obat Pemakaian Dosis/Kadar Darah Efek Samping
Fosfenitoin Status epileptikus 15-20 mg PE/kg Diskrasia darah,
hippotensi
Karbamazepin Kejang parsial 600-1600 mg/hari Depresi sumsum
kompleks tulang, sedasi
Fenobarbital Generalisata(tonik- 90-180 mg/hari Sedasi, distres
klonik) lambung
Diazepam Status epileptikus Dewasa: 5-10 Sedasi, depresi
mg/hari jantung dan
Anak-Anak: 1 mg pernapasan
setiap 2-5 menit
sampai dosis total
10 mg
Lorazepam Status epileptikus Dewasa: 2-19 mg Pusing bergoyang,
Anak-Anak: 0,1 mengantuk,
mg/kg, dosis takikardia, hipotensi
maksimum 4 mg
• 1. Karbamazepin
• Obat pilihan pertama bagi kejang parsial sederhana dan
kompleks, dan kejang tonik-klonik.
• Efek samping berupa gangguan gastrointestinal, pening,
hepatitis dan ruam kulit (5-10%).
• Dosis terapeutik-respons 4-12 mg/L dalam plasma (20-50
mmol/L). Obat ini tidak efektif bagi kejang absence, yang
mungkin akan memperberat.
• 2. Natrium Valproat
• Dapat mengendalikan kejang parsial sederhana dan kompleks
dan semua bentuk kejang umum, termasuk kejang tonik-
klonik, kejang mioklonik, kejang atonik dan tonik serta
serangan absence. Obat epilepsi onset baru.
• Efek samping penambahan berat badan, rambut rontok, dan
tremor.
• 3. Fenitoin
• Efektif bagi kejang parsial dan tonik-klonik, namun indeks
terapeutik yang sempit dan efek samping yang timbul
menjadikan penggunaan obat ini terbatas.
• Perubahan kosmetik (Hipertrofi gusi, figur wajah menjadi
kasar) khususnya tidak diinginkan dikalangan remaja.
• Dosis 10-20 mg/L (40-80 mmol/L).
• 4. Fenobarbital
• Efektif bagi kejang parsial dan umum, namun menyebabkan
sedasi pada orang dewasa dan perubahan perilaku serta
hiperkinesia pada anak-anak.
• 5. Etosuksimid
• Obat bagi kejang absence sederhana dan bisa digunakan untuk
kejang mioklonik.
• Obat ini menimbulkan sedasi, namun ruam kulit, perubahan
enzim hati dan gangguan hematologis.
• Dosis 40-100 mg/L (300-700 mmol/L).
• 6. Benzodiazepin
• Bermanfaat untuk pengobatan status epileptikus, namun sedasi
dan toleransi membuat penggunaanya sebagai pengobatan
kronis terbatas.
• Klobazam adalah 1,5 benzodiazepin, menimbulkan sedasi dan
gangguan psikomotorik yang lebih ringan, namun toleransi
masih menimbulkan masalah.
• Klonazepam adalah 1,4 benzodiazepin, biasanya digunakan
pada kejang tonik-klonik atau kejang parsial.
• Obat antiepilepsi bagi epilepsi yang tidak terkendali.
• 1. Gabapentin
• Struktural mirip dengan neurotransmitter inhibitoris GABA,
walaupun tidak berinteraksi dengan sistem GABA.
• Efektif sebagai terapi bagi kejang parsial tanpa perubahan menjadi
kejang umum sekunder.
• Efek samping jarang timbul, walaupun bisa terjadi somnoleps,
pening dan ataksia.
• 2. Lamotrigin
• Digunakan sebagai pengobatan kejang parsial atau tonik-klonik.
Pada umunya ditoleransi dengan baik, walaupun bisa timbul nyeri
kepala, pening, ataksia dan gangguan gastrointestinal.
• 3. Vigabatrin (Y-Vinil Gaba)
• Obat ini biasanya digunakan untuk monoterapi bagi kejang parsial
atau tonik-klonik yang tidak bisa dikendalikan oleh obat
antiepilepsi lain. Sedasi, depresi, penambahan berat badan dan
gastrointestinal membuat penggunannya terbatas.
EPILEPSI DAN
KEHAMILAN
• Epilepsi maternal berhubungan dengan meningkatnya resiko
malformasi janin, yang semakin meningkat jika ibu
mengkonsumsi obat antiepilepsi.
• Anomalia yang sering terjadi hipoplasia kuku jari tangan,
deformitas wajah seperti letak alis mata rendah, gigi tidak
teratur dan letak telinga rendah.
• Insidensi efek tabung neural (Neural Tube) khusunya sering
terjadi pada pemberian natrium valproat (1,5%) dan
karbamazepin (1%). Obat antiepilepsi gabapentin, lamotrigin
dan vigabatrin tidak diizinkan untuk digunakan selama
kehamilan.Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa
obat ini teratogenik pada manusia.
• Sebagian besar obat antiepilepsi dieksresi dalam air susu ibu,
namun konsentrasinya biasanya rendah dan tak berbahaya bagi
bayi.
• Karbamazepin, fenitoin dan fenobarbital semuanya
menginduksi enzim mikrosom pada hati dan meningkatkan
metabolisme estrogen dan progestagen.
ANJURAN BAGI
PENDERITA EPILEPSI
• Tidak ada aturan, namun masuk akal bila menghindari
ketinggian, tangga, dan berenang tanpa pengawasan.
• Penderita epilepsi tidak mampu melakukan pekerjaan tertentu,
misalnya angkatan bersenjata atau pekerjaan yang
mengharuskan mengemudi. Namun tidak menjadi halangan
bagi pekerjaan lain.
STUDI KASUS
• Keluhan Utama : “YE berusia 12 tahun, telah diperiksakan ke rumah sakit
setelah mengalami beberapa kali serangan kejang yang ditandai dengan
kehilangan kesadaran yang berlangsung selama beberapa detik. Pada saat
itu, penderita secara mendadak berhenti berbicara sejenak dengan
pandangan kosong, kadang-kadang mata berkedip-kedip dengan cepat.
Penderita mendapatkan serangan demikian satu hingga tiga kali setiap
bulannya, dan hal ini terjadi sejak setengah tahun yang lalu”.

• Mekanisme : “Pada epilepsy, resistansi sel saraf eksitatori untuk kembali


melepas muatan listrik selama periode ini berkurang, hal ini dapat terjadi
karena adanya perubahan pada saluran ion atau sel saraf penghambat tidak
berfungsi dengan baik. Kemudian, hal ini berakibatkan pada timbulnya area
tertentu yang dapat timbul kejang yang dikenal sebagai focus kejang.
Beberapa jenis kejang dapat mengubah struktur otak, sedangkan jenis
lainnya hanya memiliki sedikit efek”.
• Obat yang diberikan dalam kasus ini :
1. Asam Valproat : Dosis 10-15 mg/hari.
• Mekanisme : Meningkatkan GABA dengan menghambat degradasinya atau
mengaktivitasi sintesis GABA. Asam Valproat berpotensi terhadap respon Gaba
post sinaptik yang langsung mengstabilkan membrane serta mempengaruhi
kanal kalium.
2. Etosuksimid : Dosis 500 mg/hari.
• Mekanisme : Menghambat kanal Ca2+ tipe T. Talamus berperan dalam
pembentukan ritme sentakan yang diperantarai oleh ion Ca2+ tipe T pada
kejang absens, sehingga penghambatan pada kanal tersebut akan mengurangi
sentakan pada kejang absens.
3. Levetirasetam : Dosis 500-1000 mg/2 kali sehari.
• Mekanisme : Levetirasetam dapat menghambat kanal Ca2+ tipe N dan mengikat
protein sinaptik yang menyebabkan penurunan eksitatori atau meningkatkan
inhibitori.
4. Topiramat : Dosis 25-50 mg/2 kali sehari.
• Mekanisme : Mengobati kejang dengan menghambat kanal sodium (Na+),
meningkatkan aktivitas GABA, antagonis reseptor glutamate AMPA/Kainate
dan menghambat karbonat anhidrase yang lemah.
REFERENSI
• Sukandar dkk. 2013. Iso Farmakoterapi. ISFI
• David Rubenstein, David Wayne, Jhon Badley.2007.
Kedokteran Klinis edisi keenam. Jakarta : Erlangga.
• Sylvia A.Price & Lorraine M.Wilson. PATOFISIOLOGI
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2.
• TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai