Anda di halaman 1dari 32

TUGAS 1

PENDIDIKAN
PANCASILA
Nama : Muhammad Yusuf Saputra
NIM : 2020184202b0004
Prodi : Pendidikan Matematika
BAGAIMANA
PANCASILA
BAB 3 MENJADI
DASAR
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA?
TUJUAN DARI MEMPELAJARI BAB INI
ADALAH

A. Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan Urgensi Dasar Negara


B. Menanya Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Dasar
Negara
C. Menggali Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis tentang
Pancasila sebagai Dasar Negara
D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila
sebagai Dasar Negara
A. Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara dan
Urgensi Dasar Negara

1. Menelusuri konsep negara


Menurut Diponolo (1975: 23-25) negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang
berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di
suatu daerah tertentu. Lebih lanjut, Diponolo mengemukakan beberapa definisi
negara yang dalam hal ini penulis paparkan secara skematis. Sejalan dengan
pengertian negara tersebut, Diponolo menyimpulkan 3 (tiga) unsur yang menjadi
syarat mutlak bagi adanya negara yaitu: a. Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau
territoir b. Unsur manusia, atau umat (baca: masyarakat), rakyat atau bangsa c.
Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintahan.
Bentuk negara, sistem pemerintahan, dan tujuan negara seperti apa yang ingin
diwujudkan, serta bagaimana jalan/cara mewujudkan tujuan negara tersebut, akan
ditentukan oleh dasar negara yang dianut oleh negara yang bersangkutan. Dengan kata
lain, dasar negara akan menentukan bentuk negara, bentuk dan sistem pemerintahan,
dan tujuan negara yang ingin dicapai, serta jalan apa yang ditempuh untuk
mewujudkan tujuan suatu negara.
2. Menelusuri Konsep Tujuan Negara
Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap orang mungkin sama, yaitu kesejahteraan dan
kebahagiaan, tetapi cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda
bahkan terkadang saling bertentangan. Jalan yang ditempuh untuk mewujudkan tujuan
tersebut kalau disederhanakan dapat digolongkan ke dalam 2 aliran, yaitu:
a. Aliran liberal individualis Aliran ini berpendapat bahwa kesejahteraan dan
kebahagiaan harus dicapai dengan politik dan sistem ekonomi liberal melalui
persaingan bebas. 79
b. Aliran kolektivis atau sosialis Aliran ini berpandangan bahwa kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia hanya dapat diwujudkan melalui politik dan sistem ekonomi
terpimpin/totaliter.
Tujuan negara Republik Indonesia apabila disederhanakan dapat dibagi 2 (dua), yaitu
mewujudkan kesejahteraan umum dan menjamin keamanan seluruh bangsa dan seluruh
wilayah negara. Oleh karena itu, pendekatan dalam mewujudkan tujuan negara tersebut
dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yaitu:
a. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)
b. Pendekatan keamanan (security approach)
3. Menelusuri Konsep dan Urgensi Dasar Negara

Dengan demikian, dasar negara merupakan suatu norma dasar dalam penyelenggaraan
bernegara yang menjadi sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum
(rechtsidee), baik tertulis maupun tidak tertulis dalam suatu negara. Cita hukum ini akan
mengarahkan hukum pada cita-cita bersama dari masyarakatnya. Cita-cita ini mencerminkan
kesamaankesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat (Yusuf, 2009). Terdapat
ilustrasi yang dapat mendeskripsikan tata urutan perundanganundangan di Indonesia
sebagaimana Gambar III.3.
Prinsip bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan dalam
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
yang tercermin pada pasal 7 yang menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan, yaitu sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi;
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
B. Menanya Alasan Diperlukannya Kajian
Pancasila sebagai Dasar Negara
Oleh karena itu, Pancasila merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa yang
nilai-nilainya bersifat nasional yang mendasari kebudayaan bangsa, maka nilai-nilai tersebut
merupakan perwujudan dari aspirasi (citacita hidup bangsa) (Muzayin, 1992: 16). Dengan
Pancasila, perpecahan bangsa Indonesia akan mudah dihindari karena pandangan Pancasila
bertumpu pada pola hidup yang berdasarkan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian
sehingga perbedaan apapun yang ada dapat dibina menjadi suatu pola kehidupan yang
dinamis, penuh dengan keanekaragaman yang berada dalam satu keseragaman yang kokoh
(Muzayin, 1992: 16).
Dengan peraturan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, maka perasaan adil dan tidak adil
dapat diminimalkan. Hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara menaungi dan
memberikan gambaran yang jelas tentang peraturan tersebut berlaku untuk semua tanpa ada
perlakuan diskriminatif bagi siapapun. Oleh karena itulah, Pancasila memberikan arah tentang
hukum harus menciptakan keadaan negara yang lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Dengan demikian, diharapkan
warga negara dapat memahami dan melaksanakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dimulai
dari kegiatankegiatan sederhana yang menggambarkan hadirnya nilai-nilai Pancasila tersebut
dalam masyarakat
Sebagai penyelenggara negara, mereka seharusnya lebih mengerti dan memahami dalam
pengaktualisasian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kenegaraan. Mereka harus menjadi
panutan bagi warga negara yang lain, agar masyarakat luas meyakini bahwa Pancasila itu
hadir dalam setiap hembusan nafas bangsa ini.
mereka harus mampu menjadi panutan bagi warga negara lain, terutama dalam hal
kejujuran sebagai pengejawantahan nilai-nilai Pancasila dari nilai Ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, musyawarah, dan keadilan. Nilai-nilainya hadir bukan hanya bagi mereka yang ada
di pedesaan dengan keterbatasannya, melainkan juga orang-orang yang ada dalam
pemerintahan yang notabene sebagai pemangku jabatan yang berwenang merumuskan
kebijakan atas nama bersama.
C. Menggali Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan
Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara


Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia
sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia. Melalui Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu
diaktualisasikan agar dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam
konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014,
2013: 89).
juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, yaitu sesuai dengan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa Pancasila
ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara
sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai yang 86 terkandung dalam Pancasila (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR
periode 2009-2014, 2013: 90-91).
2. Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
Jelas kedudukan Pancasila itu sebagai dasar negara, Pancasila sebagai dasar negara
dibentuk setelah menyerap berbagai pandangan yang berkembang secara demokratis dari para
anggota BPUPKI dan PPKI sebagai representasi bangsa Indonesia (Pimpinan MPR dan Tim
Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 94). Pancasila dijadikan sebagai dasar
negara, yaitu sewaktu ditetapkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1945 pada 8 Agustus 1945. Pada mulanya, pembukaan direncanakan
pada tanggal 22 Juni 1945, yang terkenal dengan Jakarta-charter (Piagam Jakarta), tetapi
Pancasila telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka yang
akan didirikan, yaitu pada 1 Juni 1945, dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (Notonagoro, 1994: 24).
Terkait dengan hal tersebut, Mahfud MD (2009:14) menyatakan bahwa berdasarkan
penjelajahan historis diketahui bahwa Pancasila yang berlaku sekarang merupakan hasil karya
bersama dari berbagai aliran politik yang ada di BPUPKI, yang kemudian disempurnakan dan
disahkan oleh PPKI pada saat negara didirikan. Lebih lanjut, Mahfud MD menyatakan bahwa ia
bukan hasil karya Moh. Yamin ataupun Soekarno saja, melainkan hasil karya bersama sehingga
tampil dalam bentuk, isi, dan filosofinya yang utuh seperti sekarang.
3. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara ringkas, Latif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--
2014, 2013) menguraikan pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut
alam Pancasila sebagai berikut.

a. Pertama
nilai-nilai ketuhanan sebagai sumber etika dan spiritualitas dianggap penting sebagai
fundamental etika kehidupan bernegara. Negara menurut Pancasila diharapkan dapat
melindungi dan mengembangkan kehidupan beragama; sementara agama diharapkan dapat
memainkan peran publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial.
b. Kedua
nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-
sifat sosial (bersifat horizontal) dianggap penting 88 sebagai fundamental etika-politik kehidupan
bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan yang luas mengarah pada persaudaraan
dunia yang dikembangkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi.

c. Ketiga
nilai-nilai etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan kebangsaan
yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh. Indonesia memiliki prinsip
dan visi kebangsaan yang kuat, bukan saja dapat mempertemukan kemajemukan masyarakat dalam
kebaruan komunitas politik bersama, melainkan juga mampu memberi kemungkinan bagi
keragaman komunitas untuk tidak tercerabut dari akar tradisi dan kesejarahan masing-masing.
d. Keempat
Dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan. Dalam prinsip musyawarahmufakat, keputusan tidak didikte oleh
golongan mayoritas atau kekuatan minoritas elit politik dan pengusaha, tetapi dipimpin oleh
hikmat/ kebijaksanaan yang memuliakan daya-daya rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap
warga tanpa pandang bulu.
e. Kelima
Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, yang dikehendaki adalah keseimbangan
antara peran manusia sebagai makhluk individu dan peran manusia sebagai makhluk sosial, juga
antara pemenuhan hak sipil, politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.
4. Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila merupakan norma hukum dalam memformulasikan dan mengimplementasikan
kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Di sisi lain, bagi setiap warga
negara yang berkiprah dalam infrastruktur politik (sektor masyarakat), seperti organisasi
kemasyarakatan, partai politik, dan media massa, maka Pancasila menjadi kaidah penuntun
dalam setiap aktivitas sosial politiknya. Dengan demikian, sektor masyarakat akan berfungsi
memberikan masukan yang baik kepada sektor pemerintah dalam sistem politik.
C. Membangun Argumen tentang Dinamika
dan Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Argumen tentang Dinamika Pancasila


2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila
Argumen tentang Dinamika Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara lahir dan berkembang melalui suatu proses yang cukup
panjang. Pada mulanya, adat istiadat dan agama menjadi kekuatan yang membentuk adanya
pandangan hidup. Setelah Soekarno menggali kembali nilai-nilai luhur budaya Indonesia, pada
1 Juni 1945 barulah Pancasila disuarakan menjadi dasar negara yang diresmikan pada 18
Agustus 1945 dengan dimasukkannya sila-sila Pancasila dalam Pembukaan UndangUndang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dengan bersumberkan budaya, adat istiadat, dan
agama sebagai tonggaknya, nilai-nilai Pancasila diyakini kebenarannya dan senantiasa melekat
dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
Namun, sejak November 1945 sampai menjelang ditetapkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli
1959, pemerintah Indonesia mempraktikkan sistem demokrasi liberal.
Setelah dilaksanakan Dekrit Presiden, Indonesia kembali diganggu dengan munculnya
paham lain. Pada saat itu, sistem demokrasi liberal ditinggalkan, perdebatan tentang dasar negara
di Konstituante berakhir dan kedudukan Pancasila di perkuat, tetapi keadaan tersebut
dimanfaatkan oleh mereka yang menghendaki berkembangnya paham haluan kiri (komunis).
Puncaknya adalah peristiwa pemberontakan G30S PKI 1965. Peristiwa ini menjadi pemicu
berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno yang digantikan oleh pemerintahan Presiden
Soeharto. Pada tahun 1998 muncul gerakan reformasi yang mengakibatkan Presiden Soeharto
menyatakan berhenti dari jabatan Presiden. Namun, sampai saat ini nampaknya reformasi belum
membawa angin segar bagi dihayati dan diamalkannya Pancasila secara konsekuen oleh seluruh
elemen bangsa.
Sumber Politis Pancasila
Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila bersumber
dan digali dari budaya dan pengalaman bangsa Indonesia, termasuk pengalaman dalam
berhubungan dengan bangsabangsa lain. Nilai-nilai Pancasila, misalnya nilai kerakyatan dapat
ditemukan dalam suasana kehidupan pedesaan yang pola kehidupan bersama yang bersatu dan
demokratis yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan sebagaimana tercermin dalam sila keempat
Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Semangat seperti ini diperlukan dalam mengambil keputusan yang mencerminkan musyawarah.
D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan
Tantangan Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia

1. Argumen tentang Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa


2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila dalam
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Argumen tentang Dinamika Pancasila
dalam Sejarah Bangsa
Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya pasang
surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Misalnya pada masa
pemerintahan presiden Soekarno, terutama pada 1960-an NASAKOM lebih populer
daripada Pancasila. Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, Pancasila dijadikan
pembenar kekuasaan melalui penataran P4 sehingga pascaturunnya Soeharto ada kalangan
yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada masa pemerintahan era reformasi, ada
kecenderungan para penguasa tidak respek terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila
ditinggalkan.
Argumen tentang Tantangan terhadap
Pancasila dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
Salah satu contohnya, pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS dalam TAP
No.III/MPRS/1960 Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hal
tersebut bertentangan dengan pasal 7 UndangUndang Dasar 1945 yang menyatakan
bahwa,”Presiden dan wakil presiden memangku jabatan selama lima (5) tahun, sesudahnya dapat
dipilih kembali”. Pasal ini menunjukkan bahwa pengangkatan presiden seharusnya dilakukan
secara periodik danada batas waktu lima tahun.
Referensi

● Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi Penerbit Ristekdikti Tahun 2016


(Cetakan Pertama)
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai