Anda di halaman 1dari 61

ANESTESI REGIONAL PADA MOLA

HIDATIDOSA + HIPERTIROIDISM

Hardiyanti Utami
Monika Zikra Ilahi
Tassya Alfiola

Pembimbing : dr. Kiki Prayogi, M. Ked, Sp.An


Agenda Style

You can simply impress your audience


01 Your Text Here
and add a unique zing.

You can simply impress your audience


02 Your Text Here
and add a unique zing.

You can simply impress your audience


03 Your Text Here
and add a unique zing.

You can simply impress your audience


04 Your Text Here
and add a unique zing.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Mola hidatidosa adalah kelainan abnormal ditandai
kelainan plasenta berupa vili korionik membengkak yang
membentuk massa vesikel besar berbentuk anggur akibat
hiperplasia trofoblastik dan akibat hilangnya pembuluh darah
janin didalam vili. Mola disebut complete jika semua vili
membengkak dan tidak ada jaringan fetus, dan parsial jika
sebagian vili membengkak dan terdapat jaringan fetus.
EPIDEMIOLOGI
Insiden di Amerika Serikat dan Eropa yaitu 1 sampai 2
per 1000 kehamilan. Penyakit ini lebih prevalen pada
orang keturunan Spanyol dan Indian Amerika. Angka
kematian saat ini praktis telah berkurang hingga nol,
oleh diagnosis dini dan terapi sesuai.
ETIOLOGI
Etiologi Mola hidatidosa banyak dikaitkan dengan
mutasi genetik.
KLASIFIKASI
Istilah penyakit trofoblastik gestasional, merujuk pada suatu
spectrum tumor plasenta terkait kehamilan.
FAKTOR RESIKO
Usia
Usia ibu adalah faktor resiko kehamilan mola. Spesifiknya,
remaja dan wanita berusia 36-40tahun memiliki resiko dua kali lipat,
dan mereka berusia lebih dari 40 tahun hampir 10 kali lipat.

Riwayat Kehamilan mola


Dari penelitian yang mencakup total 5000 kehamilan mola,
didapatkan insiden terjadi sebanyak 1.5% mola komplet dan 2.7%
mola parsial. Dilaporkan, 23% wanita yang pernah mengalami 2
kali kehamilan mola, memiliki mola ketiga.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologinya bermula berasal dari kesalahan dalam
kromosom. Komposisi kromosom mola complete biasanya diploid,
dan berasal dari ayah. Sekitar 85% adalah 46,XX dengan kedua set
kromosom dari ayah. Ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid
yang menduplikasikan kromosomnya sendiri setelah meiosis. Mola
komplit biasanya hanya punya kromosom paternal.

Pada mola parsial didapatkan kariotipe biasanya triploid-69,


XXX, 69,XXY, atau yang jauh lebih jarang 69,XYY. Kariotipe ini
masing masing tersusun oleh satu set kromosom haploid ibu dan
dua set kromosom haploid ayah. 82% janin mengalami hambatan
pertumbuhan simetris. Mola parsial biasanya triploid & memiliki
kromosom maternal dan paternal.
MANIFESTASI KLINIS

Biasanya terjadi amnorea 1 sampai 2 bulan. Akhirnya terjadi


perdarahan uterus, yang mungkin bervariasi dari sekedar bercak
(spotting) hingga perdarahan hebat. Perdarahan dapat berawal tepat
sebelum abortus mola spontan, atau lebih sering berlangsung
intermitten selama beberapa minggu sampai bulan.

Pada mola tahap lanjut, mungkin terjadi perdarahan uterus tersamar


disertai anemia defisiensi besi derajat sedang. Sekitar separuh kasus,
pertumbuhan uterus lebih cepat dari perkiraan. Konstitensi uterus
lunak. Pada pemeriksaan bimanual, kista teka lutein yang besar,
kadang sulit dibedakan dari uterus yang membesar. Meski uterus
membesar, biasanya tidak terdeteksi gerakan jantung janin.
DIAGNOSIS
Mola Hidatiformis lengkap (complete)
Kehamilan kembar dengan satu normal dan satu lagi mola komplit.
Kista Teka Lutein

25-60% wanita dengan mola komplit, ovarium mengandung


banyak kista teka lutein. Kista ini punya ukuran bervariasi, dari
mikroskopik hingga bergaris tengah 10cm atau lebih. Permukaan
kista licin, sering kekuningan, dan dilapisi sel lutein. Kista
diperkirakan berasal dari stimulasi berlebihan elemen lutein oleh
Hcg dalam jumlah besar yang dikeluarkan oleh sel trofoblas
proliferatif.
DIAGNOSIS BANDING

Kadang kehamilan mola disangka leimioma uterus atau


kehamilan multifetal.
TATALAKSANA
Terdapat dua hal penting dalam tatalaksana kehamilan mola.
Pertama adalah evakuasi mola dan kedua adalah tindak lanjut (follow
up) teratur untuk mendeteksi penyakit trofoblastik persisten.

Kuretase Isap
Tanpa memandang ukuran uterus, biasanya di evakuasi mola dengan
kuretase isap. Untuk mola besar, perlu diberi anestesi adekuat dan
persiapan darah cukup.

Histerektomi
Jika pasien tidak lagi ingin hamil, histerektomi mungkin lebih
dianjurkan dari kuretase isap. Merupakan tindakan logis bagi wanita
berusia 40tahun atau lebih, karena paling sedikit 1/3 dari wanita ini akan
mengalami neoplasia trofoblastik gestasional persisten.
SURVEILANS PASCAEVAKUASI

1. Cegah kehamilan selama minimal 6 bulan, menggunakan


kontrasepsi hormonal.
2. Setelah kadar basal B-Hcg serum diperoleh dalam 48jam
setelah evakuasi mola, kadar dipantau setiap 1-2minggu
selagi masih tinggi. Ini penting untuk mendeteksi penyakit
troblastik persisten.
3. Jika kadar B-Hcg turun ke kadar normal, maka
pemerikaan kadar ini diulang setiap bulan selama 6 bulan.
Jika tidak terdeteksi, maka surveilans dapat dihentikan
&pasien diizinkan hamil kembali.
KOMPLIKASI
Kehamilan mola komplet memiliki insiden sekuele ganas
lebih tinggi, dibanding mola parsial. 15-20% mola komplit
memperlihatkan tanda penyakit trofoblastik persisten. Resiko
penyakit trofoblastik persisten setelah mola parsial jauh lebih
rendah dari kehamilan mola komplit
PROGNOSIS
Kematian disebabkan perdarahan, infeksi, payah jantung.
Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak ada.
Tapi di negara berkembang, masih cukup tinggi, yaitu
antara 2.2% dan 5.7%. Sebagian pasien mola akan segera
sehat kembali, setelah jaringan dikeluarkan , tapi ada
sekelompok perempuan, yang kemudian menderita
degenerasi keganasan jadi koriokarsinoma.
HIPERTIROID
DEFINISI

Hipertiroid adalah hiperfungsi kelenjar tiroid, berupa


peningkatan biosintesis dan sekresi hormon oleh kelenjar
tiroid
FISIOLOGI TIROID DALAM KEHAMILAN
GEJALA KLINIS

Gejala yang sering timbul biasa adalah intoleransi terhadap


panas, berkeringat lebih banyak, takikardi, dada berdebar,
mudah lelah namun sulit untuk tidur, gangguan saluran cerna,
berat badan menurun meskipun asupan makan cukup, mudah
tersinggung, merasa cemas dan gelisah. Selain itu dapat juga
timbul tanda-tanda penyakit graves, seperti perubahan mata,
tremor pada tangan, miksedema pretibial dan pembesaran
kelenjar tiroid.
DIAGNOSIS
TATALAKSANA
KOMPLIKASI
ANESTESI REGIONAL
Definisi  hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara
tanpa menghilangkan kesadaran pasien

Pembagian anestesi regional


Blok sentral (blok neuroaksial)  blok spinal, epidural dan kaudal
Blok perifer (blok saraf)  anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena.
BLOK SENTRAL
Anestesi spinal ialah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan
obat anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid.

Anastesi epidural ialah dengan penyuntikan diruang epidural yakni


ruang antara selaput keras dari sumsum tulang belakang.

Anastesi kaudal ialah bentuk anatesi epidural yg disuntikan melalui


tempat yg berbeda yakni ke dalam canalis servicalis.
INDIKASI

1. Bedah ekstremitas bawah


2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya
dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
KONTRAINDIKASI ABSOLUT

1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.
KONTRAINDIKASI RELATIF
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik
• Keuntungan • Kerugian
Alat minim dan teknik rela Tidak semua penderita mau
tif sederhana, sehingga biaya r dilakukan anestesi secara regiona
elatif lebih murah l
Relatif aman untuk pasien yan Membutuhkan kerjasama pasien
g tidak puasa (operasi emerge yang kooperatif
ncy, lambung penuh) karena pe Sulit diterapkan pada anak-anak
nderita sadar Tidak semua ahli bedah menyuka
Tidak ada komplikasi jalan nafa i anestesi regional
s dan respirasi Terdapat kemungkinan kegagala
Tidak ada polusi kamar ope n pada teknik anestesi regional
rasi oleh gas anestesi
Perawatan post operasi lebih ri
ngan
KOMPLIKASI
• Lokal • Sistemik
Abses Anafilaktik syok
Hematom Menggigil
Nekrosis Mual muntah
Nyeri tempat suntikan Hipotensi
bradikardi
Anastesi Lokal Yang Sering Digunakan
Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine me
miliki durasi kerja 2-3 jam
Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy) dengan d
urasi 45-90 minutes.
Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine).
0.5% hyperbaric (heavy) sama dengan bupivacaine.
Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain,
Butethanol, Anethaine, Dikain).
Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hyperbari
c (heavy) sama dengan lignocaine.
TEKNIK ANESTESI SPINAL
1. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus muda
h teraba. Posisi lain adalah duduk
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista
iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatas
nya berisiko trauma terhadap medula spinalis
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Cara tusukan median atau paramedian.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
 
Nama : Ny. E
Umur : 53 tahun
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 156 cm
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : simpang kubu
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Tanggal masuk RS : 23-07-2020
No. RM : 12-63-15
Keluhan Utama :
Nyeri pada Ari – ari sejak 4 jam SMRS.
 
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke VK IGD dengan keluhan nyeri pada ari - ari,
dan keluar darah pervaginam sejak 4 jam yang lalu, perdarahan
yang keluar sedikit, berwarna merah kecoklatan, kadang
disertai gumpalan seperti telor ikan. Pasien 1 bulan yang lalu
pernah di USG di aulia hospital dengan hasil diagnosis mola
hidatidosa. Pasien juga mengeluhkan pusing, mual dan muntah.
Keluhan nyeri perut dan nyeri ulu hati disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit hipertensi : tidak pernah
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat penyakit alergi obat dan makanan : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit hipertensi : ada
Riwayat penyakit DM : disangkal
Riwayat penyakit alergi : disangkal
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap
makanan maupun obat-obatan.
Riwayat Kontrasepsi :
Kontrasepsi suntikan
Riwayat Obstetri :
Pasien mengaku sudah kawin: 1x
Pasien mengatakan mengalami haid pertama (menarche) pada
usia 13 tahun. Pasien memiliki siklus haid yang teratur (28 hari).
HPHT : 10 April 2020
Riwayat ANC : 4x, terakhir : tahun 2000.
Riwayat kehamilan :
1. ♂, Aterm, 2800 gr, RSUD, penolong bidan, hidup, 26 tahun.
2. ♂, Aterm, 3000 gram, Klinik, penolong bidan, hidup, 24 tahun.
3. ♀, Aterm, 2800 gram, klinik, penolong bidan, hidup, 20 tahun
4. Hamil ini.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Respirasi : 21 kali/menit
Nadi : 76 /menit
Suhu : 36,2C
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), pembesaran tonsil (-), gigi
palsu (-), gigi ompong (-)
Telinga : Discharge (-), deformitas (-)
Leher : Pembesaran tiroid dan limfe (tidak diketahui), JVP tidak
meningkat
Paru :
Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan
dada simetris kanan-kiri,
retraksi dinding dada (-)
Palpasi : vokal fremitus simetris kanan
dan kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : batas jantung kanan di SIC 4
linea parasternalis dextra,
batas jantung kiri di SIC 4 linea
midclavicularis sinistra.
Auskultasi :BJ I & II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Ekstremitas :CRT < 2 detik, akral hangat,
Status Ginekologi
Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak cembung, bekas
operasi (-), striae (+)
Palpasi : TFU setinggi pusat, tidak teraba
bagian janin.
Auskultasi: DJJ (-)
 
Genital :
Inpekulo : tampak darah menggumpal,
perdarahan aktif, portio membuka 2-3 cm
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah lengkap :
Hb : 10,3 g/dl → ↓
Leukosit : 21.100 mm3 → ↑
Ht : 29,7 %
Trombosit : 371.000 mm3

Hematologi
Golongan darah : B Rh +

Hemostatis
Masa pembekuan (CT) : 8.00 menit
Masa Perdarahan (BT) : 3.00 menit
Diabetes :
Glukosa darah : 186 mg/dl

Urinalisa
Tes kehamilan : positif
Warna : kuning
pH : 6.0
Protein : 2+
Eritrosit : 3+
Jumlah eritrosit : 100-200 LPB
Ultrasonogragi (USG) Abdomen :
DIAGNOSA KLINIS
Diagnosis praoperasi : Mola hidatidosa
 
Status anastesi
Anestesi : Anestesi spinal
ASA 2 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik
ringan, tanpa batasan aktifitas fungsional.
 
Tindakan
Dilakukan : kuretase
Tanggal : 24 juli 2020
LAPORAN ANESTESI

Persiapan Anestesi
Informed concent
Puasa
Pemasangan IV line
Dilakukan pemasangan monitor tekanan
darah, nadi dan saturasi O2
Penatalaksanaan Anestesi

Premedikasi :  Ephedrin HCL


 Ondansetron 4 mg Medikasi post operatif:
 Ketorolak 30 mg  Ketorolac 30 mg
Medikasi intra operatif:  Dexametasone
 Buvipacaine 15 mg
Teknik Anestesi :

1. Pasien dalam posisi duduk tegak dan kepala menundu


kdilakukan desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di
regio vertebra lumbal 4-5. Dilakukan Subarachnoid
blok dengan jarum spinal, pada regio vertebra lumbal 4
-5 dengan tusukan paramedian.
2. LCS keluar (+) jernih
3. Respirasi : Spontan
4. Posisi : Supine
5. Jumlah cairan yang masuk :
Kristaloid = 500 cc
Pemantauan selama anestesi :
Mulai anestesi : 13.30 WIB
Mulai operasi: 13.35 WIB
Selesai operasi : 14.15 WIB

Waktu Tekanan darah Saturasi oksigen Nadi


13.30 90/60 mmHg 100% 80 x/ Menit

13.45 90/50 mmHg 100% 81 x / Menit

14.00 85/43 mmHg 100% 82 x/ Menit

14.15 102/68 mmHg 100% 90 x/ Menit


:

Skoring
Bromage

Grade Gerakan Tungkai Score Masuk Keluar

I Gerakan penuh 0 0  0

II Dapat menggerakkan kaki, fleksi lutut tapi 1 0  0 


tak mampu ekstensi

III Dapat menggerakkan kaki, tapi tak bisa 2  2 2


fleksi dan ekstensi lutut

IV Tidak bisa menggerakkan tungkai 3   0  0

Score ≤ 2, pasien pindah ke ruangan


PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
PRE OPERATIF
Persiapan  persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, dan
persiapan obat anestesi yang diperlukan.

INTRA OPERATIF
Pemeliharaan cairan per jam:
(10 x 4) + (10 x 2) + (30 x 1) = 90 ml/jam
Pengganti defisit cairan puasa:
6 jam x 90 ml = 540 ml
Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:
6 X 50 = 300 ml
1 jam pertama = (50 % X defisit puasa ) + pemeliharaan + pendarah
an operasi = (50% x 540) + 90 + 300
= 270 + 90 + 300
= 660 mL
Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum
pasien, jenis dan lamanya pembedahan dan bidang keda
ruratan. Pada pasien ini digunakan teknik Regional An
estesi (RA) dengan Sub Arachnoid Block (SAB), yaitu
pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarachnoid. T
eknik ini sederhana dan cukup efektif.

POST OPERATIF
Observasi vital sign & perdarahan keada
an umum stabil pindah keruang perawatan.
BAB V
KESIMPULAN
Seorang perempuan usia 53 tahun dengan diagnosis mola
hidatidosa dilakukan kuratase pada tanggal 24 juli 2020.
Tindakan anestesi yang dilakukan adalah anestesi regionalHal ini
dipilih karena keadaan pasien sesuai dengan
indikasi anestesi regional. Anestesi dimulai 13 :30 WIB dan
selesai anestesi 14.15 WIB dengan durasi anastesi 45
menit. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan
anastetik lokal kedalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal
disebut juga sebagai analgesi atau blok spinal intradural.
Induksi anestesi dengan menggunakan Bupivacain 15
mg, serta oksigen 2-3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri
digunakan Ketorolac 30 mg dan Dexamethason.
Evaluasi pre operasi pada pasien dijumpai tekanan darah
pasien rendah yaitu 90/70 mmHg yang disebabkan karena
adanya perdarahan pervaginam. Tidak ditemukan kelainan lain
yang menjadi kontraindikasi dilakukannya anestesi
regional.Selama duransi operasi, tidak terjadi komplikasi.
Kondisi pasien pada saat operasi berlangsung tekanan darah
pasien mengalami penurunan kemudian diberikan ephedrine
hcl. .Evaluasi post operatif dilakukan pemantauan terhadap
pasien, dan tidak didapatkan keluhan. Selama di PACU (Post
Anesthesy Care Unit) pasien cukup stabil sehingga pasien
dapat dipindahkan ke ruang rawat biasa.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai