Anda di halaman 1dari 28

PEMBAGIAN SUMBER

HUKUM ISLAM
(Al-Qur’an, Hadits, dan
Ijtihad)
Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologis Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kara qara-a (‫ )ق رأ‬sewazan dengan kata fu’lan (‫) ف عالن‬, artinya;
bacaan, berbicara tentang apa yang ditulis padanya; atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata ‫ ق رأن‬berarti ‫مقروء‬,
yaitu isim maf’ul (objek) dari ‫ق رأ‬.

Adapun pengertian Al-Qura’an menurut para ahli, yaitu :

1. Syaltut mengartikan Al-Qur’an adalah lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dinukilkan kepada
kita secara mutawatir.

2. Al-Syaukani mengartikan Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tertulis dalam
mushhaf, dan dinukilkan secara mutawatir.

3. Abu Zahrah menjelaskan bahwa Al Qur’an adalah  kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

4. Menurut Al-Sarkhisi, Al-Qur’an adalah, kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., ditulis dalam mushhaf,
diturunkan dengan huruf yang tujuh yang masyhur dan diriwayatkan secara mutawatir.

5. Menurut Dr. Subhi Al Shaleh Al Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang tertulis
di dalam Mushaf yang diturunkan dengan cara mutawatir dan dipandang ibadah bagi pembacanya
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan Al-Qur’an adalah sebuah kitab atau kalam
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dengan lafaz arabi yang dinukilkan kepada kita
secara mutawatir dan yang membacanya adalah ibadah.

Al Qur'an merupakan satu-satunya kitab yang dijamin kemurnian dan keasliannya sampai akhir jaman.
Perhatikan firman Allah swt. berikut!

"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benarbenar


memeliharanya. " (QS. Hijr, 15:9)
Adapun nama-nama Al-Qur’an yaitu :
1. Adz-Dzikr, artinya peringatan, nama ini di terangkan dalam Al-Qur’an surat Al Qalam, 68 : 52

"Dan Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat".

2. Al-Furqan, artinya pembeda, nama ini diterangkan dalam surat Al Furqan ayat 25: 1

“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi

peringatan kepada seluruh alam”.

3. As-Suhuf berati lembaran-lembaran, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Bayinah ayat/98 : 2

“(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Quran)”.
Pembagian Surat dalam Al-Qur’an
1. Assabi’uthiwaal, yaitu tujuh surat yang panjang, ketujuh surat itu yaitu Al-Baqarah (286), Al-A’raf
(206), Ali Imran (200), An-Nisa’ (176), Al An’am (165), Al-Maidah (120), dan Yunus ( 109)

2. Al-Mi’un, yaitu surat yang berisi seratus ayat lebih. Maksudnya surat-surat tersebut memiliki ayat
sekitar seratus ayat atau lebih. Misalnya, surat Hud (123 ayat), Yusuf (111 ayat), dan At-Taubah (129
ayat).

3. Al-Matsani, yaitu surat-surat yang berisi kurang dari seratus ayat. Maksudnya surat-surat tersebut
kurang dari seratus ayat. Misalnya ; surat Al-Anfal (75 ayat), Ar-Rum (60 ayat), dan Al-Hijr (99
ayat).

4. Al-Mufashshal, yaitu surat-surat pendek seperti Al-Ikhlas, Ad-Duha, dan An-Nasr. suat-surat seperti
ini kebannyakan di temukan dalam juz ke 30.
Kandungan Al Qur'an
Al Qur'an adalah kitab suci Allah swt. Yang terakhir diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai pedoman hidup
dan penyempurnaan kitab-kitab suci sebelumnya. Pokok ajaran Al Qur'an dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Aqidah : meliputi kepercayaan kepada ke-Esaan Allah swt. (tauhid), kepercayaan kepada malaikat-malaikat, kitab-
kitab suci, rasul-rasul akhir, dan takdir Allah swt. Di samping enam pokok kepercayaan tersebut, diajarkan pula
kepercayaan tentang hal-hal yang ghaib, misalnya setan, jin dan janah, serta nar/neraka. 

2. Ibadah : mengatur hubungan manusia dengan Allah swt. sebagai pencipta., misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji.

3. Akhlakul karimah : seperti jujur, disiplin, menepati janji, birrulwalidaini, dan sebagainya. Termasuk akhlakul
karimah ialah hubungan manusia dengan makhluk lain. 

4. Muamalah : mengatur hubungan kerja sama di antara sesama manusia baik dalam hubungan kekeluargaan,
bertetangga, maupun bermasyarakat. 

5. Syariat : memuat peraturan perundang-undangan secara menyeluruh yang juga berhubungan dengan bidang ibadah,
muamalah, dan lain-lain. 

6. Tarikh atau sejarah : berisi tentang tamsil atau ibarat yang perlu diambil pelajaran dari kisah-kisah umat terdahulu
dan juga para nabi dan rasul-Nya.
Al Qur'an sebagai Sumber Hukum Pertama
dalam Islam 
Sebagai sumber hukum yang pertama Al Qur'an memiliki kebenaran yang mutlak, karena merupakan
firman Allah swt. Dalam menyelesaikan persoalan hidup setiap muslim wajib menggunakan hukum-
hukum yang terdapat dalam Al Qur'an. Perhatikan firman Allah berikut!

Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan
(permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelasan penjelasan mengenai petunjuk itu
dan sebagai pembeda (antara yang hak dengan yang batil)”. (QS. Al Baqarah, 2: 185)
Aturan Allah swt yang terdapat di dalam Al-Qur'an memiliki tiga fungsi utama, yakni sebagai huda
(petunjuk), bayyinat (penjelasan) dan furqan (pembeda). 
1. Al-Qur’an sebagai hudan, artinya Al-Qur’an merupakan aturan yang harus diikuti tanpa tawar
menawar sebagaimana papan petunjuk arah jalan yang dipasang di jalan-jalan. Kalau seseorang tidak
mengetahui arah jalan tetapi sikapnya justru mengabaikan petunjuk yang ada pada papan itu, maka
sudah pasti ia akan tersesat. 
2. Al-Qur’an sebagai bayyinat berfungsi memberikan penjelasan tentang  apa-apa  yang dipertanyakan
oleh manusia. Dalam fungsinya sebagai  bayyinat, Al-Qur'an  harus dijadikan rujukan semua
peraturan yang dibuat oleh manusia, jadi manusia tidak boleh membuat aturan sendiri.
3. Al-Qur’an sebagai furqan atau pembeda antara yang haq dan yang bathil, antara muslim dan luar
muslim, antara nilai yang diyakini benar oleh mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-orang
kafir.  
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu.
kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an)
dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.... " (QS. An Nisa',
4 : 59)

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan membawa kebenaran, “
supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat."(QS.
An Nisa', 4 :105)
Setiap muslim wajib menggunakan Al Qur'an sebagai hakim dalam memutuskan perkara yang dihadapi.
Sedangkan bagi orang yang tidak mau menggunakan hukum Al Qur'an dinyatakan sebagai orang yang
kafir, zalim, dan fasik. Firman Allah:

"...Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah
orang-orang yang fasik."(OS. Al Maidah, 5 : 47)

Adapun ilmu yang memperlajari Al Qur’an disebut ilmu akhlak atau tasawuf. Ketetapan hukum Al
Qur’an ada yang bersifat terperinci dan ada yang bersifat garis besarnya saja. Ayat ahkam (hukum) yang
bersifat terperinci, umumnya berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan, dan warisan.
Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis besar umumnya berkaitan dengan perekonomian,
ketatanegaraan, undang-undang, dan masalah kemasyarakatan lainnya. Ayat-ayat Al Qur'an yang
berkaitan dengan masalah ini hanya memuat kaidah-kaidah yang umum, bahkan seringkali hanya
disebutkan nilai-nilainya.
Al Qur'an mengandung 3 (tiga) komponen dasar hukum, sebagai berikut.

1. Hukum lktiqadiah

Hukum iktiqadiah yaitu hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT. dan hal-hal
yang berkaitan dengan aqidah atau keimanan. Hukum ini tercermin dalam rukun iman. Ilmu yang
mempelajarinya disebut ilmu tauhid, ilmu ushuluddin, atau ilmu kalam.

2. Hukum Amaliah

Hukum amaliah yaitu hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT. antara
manusia dengan sesamanya, dan dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam rukun
Islam dan disebut hukum syara' atau syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu fiqih.

3. Hukum Khuluqiah

Hukum khuluqiah yaitu hukum yang berkaitan dengan perilaku moral manusia, baik sebagai makhluk hidup
atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep lisan.
Mu’jizat Al Qur’an
Mu`jizat berarti sesuatu yang dapat melemahkan, sehingga orang lain tidak dapat berbuat yang sama atau
melebihi. Al Qur`an merupakan mu`jizat terbesar Nabi Muhammad SAW. Bentuk kemu`jizatan Al-Qur`an yaitu :

1. Keindahan bahasa. Keindaannya terdapat dalam penggunaan kata, susunan kata dan kalimat, ungkapan, dan
hubungan satu ungkapan dengan ungkapan lainnya.

2. Pemberitaan mengenai kejadian masa lalu yang kemudian terbukti kebenarannya, dan sesuai dengan
pemberitaan kitab suci sebelumnya.

3. Pemberitaan al Qur`an tentang hal-hal yang akan terjadi dan ternyata memang kemudian terjadi. Misalnya
pemberitaan kekalahan Persia dari Romawi ( QS. Ar Rum, 30:2-4)

4. Kandungannya akan hakekat kejadian alam dengan seisinya serta hubungan antara satu dengan lainnya.
Pemberitaan seperti ini merupakan hal luar biasa yang kemudian terbukti melalui penggalian ilmu
pengetahuan dan teknologi. Misalnya kejadian manusia (QS. Al-Mu`min, 23:12-14).

5. Kandungan mengenai pedoman hidup yang menuntun manusia mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat, tentang halal-haram, salah-benar, baik-buruk, boleh dan tidak boleh serta tentang etika pergaulan.
Pengertian Hadits
Hadits adalah segala tingkah laku Nabi Muhammad saw. baik berupa ucapan, perbuatan, maupun ketetapan.
Hadits seringkali disebut juga sunnah nabi.

Sesuai definisi tersebut sunnah dibagi menjadi 3 (tiga) sebagai berikut :

1. Sunah qauliyah

Sunnah Qauliyah yaitu ucapan Nabi yang didengar sahabat beliau dan disampaikannya kepada kepada orang lain.
Namun ucapan Nabi ini bukan wahyu al Qur`an. Untuk membedakan sunnah dan wahyu al Qur`an yang sama-sama
lahir dari lisan Nabi adalah dengan cara, antara lain :

a. Wahyu al Qur`an mendapat perhatian khusus dari Nabi dan menyuruh orang lain untuk menghafal dan
menuliskannya serta mengurutkannya sesuai petunjuk Allah swt. Sedangkan sunnah tidak, bahkan Nabi melarang
menuliskannya karena khawatir tercampur dengan al Qur`an.

b. Penukilan Al Qur`an selalu dalam bentuk mutawatir, sedangkan sunnah sebagian mutawatir, sebagiannya tidak.

c. Penukilan Al Qur`an selalu dalam bentuk penukilan lafaz dengan arti sesuai dengan teks aslinya seperti yang
didengar dari Nabi. Sedangkan sunnah dinukilkan secara ma`nawi (disampaikan dengan redaksi yang berbeda
walau maksudnya sama).
2. Sunah fi'liyah 

Sunnah Fi`liyah  yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw yang dilihat atau diketahui oleh sahabat,
kemudian disampaikan kepada orang lain dengan ucapannya. Para ulama’ membagi perbuatan Nabi ke dalam tiga bentuk:

a. Perbuatan dan tingkah laku Nabi sebagai manusia biasa. Ulama’ berbeda pendapat, ada yang berpendapat bahwa
perbuatan Nabi bentuk ini mempunyai daya hukum untuk diikuti dan ada yang berpendapat tidak mempunyai daya
hukum untuk diikuti.

b. Perbuatan Nabi yang memiliki petunjuk yang menjelaskan bahwa perbuatan tersebut khusus untuk Nabi.

c. Perbuatan dan tingkah laku Nabi yang berhubungan dengan penjelasan hukum.

3. Sunah taqririyah

Sunnah Taqririyah yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan dihadapan Nabi atau sepengetahuan
Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau dicegah oleh Nabi. Keadaan diamnya Nabi dibedakan pada dua bentuk:

d. Nabi mengetahui perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi. Diamnya Nabi dapat berarti perbuatan itu tidak
boleh dilakukan atau boleh dilakukan (pencabutan larangan).

e. Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi
menunjukan hukumnya adalah ibahah (meniadakan keberatan untuk diperbuat).
Semua ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad saw. selalu dalam bimbingan Allah swt.
bukan kehendak beliau sendiri. Firman Allah:

"Dan seandainya ia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami niscaya
benar-benar kami pegang ia pada tangan kanannya, kemudian benar-benar Kami potong urat tali
jantungnya”. (QS. Al Haaqqah, 69 : 44 - 46)
Kedudukan Hadits 
Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur'an. Sebagai sumber hukum yang
kedua hadits menjelaskan hukum-hukum yang belum ada dalam Al Qur'an, karena hukum Al Qur'an
masih bersifat mujmal (global). Allah telah mewajibkan kita agar mentaati hukum-hukum yang bersumber
dari sunnah Nabi Muhammad saw. Firman Allah:

"...dan apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah (QS. AI Hasyr, 59 : 7) 

Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, hadits tidak boleh ditulis apalagi dibukukan, karena
dikhawatirkan akan bercampur dengan ayat-ayat Al Qur'an. Penulisan dan pembukuan hadits pertama kali
baru dilakukan pada masa Dinasti Umayah yaitu pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H/718
M). Sedangkan pembukuan yang lebih baik berikutnya dilaksanakan pada masa pemerintahan Khalifah Al
Manshur (136 H/754 M).
Fungsi Hadits terhadap Al Qur’an
1. Bayanul taqrir (penguat hukum yang sudah ada) dalam Al Qur'an. Firman Allah

"... dan jauhilah perkataan-perkataan dusta...." (QS. Al Hajj, 22 : 30) 

Kemudian hadits yang menguatkan atas ayat di atas sebagai berikut!

"Ingatlah, Aku akan menjelaskan kepadamu semua tentang sebesar-besar dosa besar. Jawab kami
(sahabat), "Ya Rasulullah!" Beliau meneruskan sabdanya: "Syirik kepada Allah, durhaka kepada orang
tua. Dan saat itu Rasulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk seraya bersabda: "Awas, jauhilah perkataan
yang dusta."(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Bayanul tafsir, memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur'an yang masih bersifat
umum. Misalnya, dalam shalat tidak dijelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat,
puasa, zakat, dan haji tidak merinci batas mulai wajib zakat dan juga tidak dijelaskan secara rinci cara-cara
melaksanakan haji. Tetapi semua itu telah dijelaskan oleh Rasulullah dalam haditsnya.  
3. Bayanul naskhi, penghapus/pengganti hukum yang diterangkan dalam al Qur’an.

Contohnya hadits:

“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”

Hadits di atas menghapus ketentuan hukum dalam al Qur’an tentang diperbolehkannya wasiat kepada ahli
waris. 

4. Bayanul tasyri’. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur'an.

Misalnya cara menyucikan bejana yang dijilat anjing dengan membasuh tujuh kali, salah satunya dicampur
dengan tanah. Rasulullah bersabda: 

“Menyucikan bejanamu yang dijilat anjing, dengan menyucikan sebanyak tujuh kali, salah satunya
dicampur dengan tanah".(HR. Muslim dan Abu Daud)
Macam-macam Hadits 
Ditinjau dari segi perawinya (rawi), hadits dibedakan menjadi dua, sebagai berikut. 

1. Hadits Mutawatir : hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang (rawi) yang tidak mungkin
melakukan sekutu untuk melakukan kebohongan.

2. Hadits Ahad : hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang yang tidak sampai pada derajat
mutawatir.
Ditinjau dari segi sanadnya, hadits dibagi menjadi tiga 3(tiga) macam sebagai berikut.

1. Hadits sahih (sah, dapat dipakai sebagai landasan hukum), sebagai berikut.

a. Hadits yang sanadnya muttasil (bersambung, tidak terputus). 

b. Rawinya (orang yang meriwayatkan) taat beragama. 

c. Perawinya kuat hafalan (tidak pelupa).

d. Tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan tidak terdapat catat didalamnya.

2. Hadits hasan (baik) dapat sebagai landasan hukum.

e. Sanadnya muttasil (bersambung, tidak terputus).

f. Rawinya (orang yang meriwayatkan) taat beragama. 

g. Perawinya agak kuat hafalannya.

h. Tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan tidak terdapat cacat di dalamnya.

3. Hadits dhaif (lemah, tidak boleh dijadikan ladasan hukum), yaitu hadits yang tidak memenuhi persyaratan
hadits hasan apalagi hadits sahih.
Beberapa kitab yang terkait dengan Hadits :
1. Ulumul hadits, yaitu ilmu yang mempelajari hadits. Ada dua macam ilmu hadits yaitu ilmu hadits
riwayat (kajian tentang periwayatan hadits); dan ilmu hadits dirayat (kajian tentang perawi).

2. Kitab Musthalah Hadits, ialah kitab yang berisi pokok-pokok dan kaidah-kaidah yang digunakan untuk
mengetahui kondisi sanad dan matan hadits, dari sisi diterima atau ditolak. Sedangkan obyek
pembahasannya adalah sanad dan matan, dari sisi diterima atau ditolak.

3. Rijalul hadits, melacak riwayat perawi dari segi kelahirannya, guru-gurunya, wafat gurunya, tempat
tinggalnya, dsb. 

4. Takhrijul hadits, yaitu metode untuk menngetahui jalannya sanad hadits. 

5. Kitab al jami’, adalah kitab yang menghimpun banyak hal terkait agama. Seperti Kitab Shahih al
Bukhari 

6. Kitab As Sunan, kitab yang disusun berdasarkan bab-bab tentang fiqh. Di dalam kitab ini tidak ada
pembahasan tentang shirah, akqidah, dll. Contoh, Sunan Abu Dawud karya Sulaiman Bin Asy’ast As-
Sijistani (W 275 H), Sunan An-nasa’i karya Abdurrahman Ahmad Bin Syu’aib An-nasa’I (W 303 H),
Sunan Ibnu Majah karya Muhammad Bin Yazid bin Majah Al-Qazwiniy (W 275 H)
7. Kitab al Musnad, berisi hasidts-hadits yang pernah diterima oleh penyusun dan tidak ada keterangan derajat

hadits. Contoh Musnad Imam Ahmad ibn Hanbal, Musnad Abu Dawud, dsb.

8. Kitab mu’jam, disusun mengikuti tertib huruf ejaan, Contoh kitab-kitab mu’jam ialah Mu’jam Tabrani,

Mu’jam kabir, Mu’jam as-Sayuti, dan Mu’jam as-Saghrir, Mu’jam Abi Bakr, ibn Mubarak, dan sebagainya.

9. Kutubbus sittah, sebutan untuk enam buah kitab induk hadits. Keenam kitab tersebut adalah:

a. Shahih Bukhari dihimpun oleh Imam Bukhari

b. Shahih Muslim dihimpun oleh Imam Muslim

c. Sunan an-Nasa'i atau disebut juga As-Sunan As-Sughra dihimpun oleh Imam Nasa’I

d. Sunan Abu Dawud dihimpun oleh Imam Abu Dawud

e. Sunan at-Tirmidzi dihimpun oleh Imam Tirmidzi

f. Sunan ibnu Majah dihimpun oleh Imam Ibnu Majah


Beberapa istilah terkait dengan hadits
1. MATAN Matan secara bahasa artinya sesuatu yang menjulang dan tinggi di atas tanah. Secara istilah,
matan adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.

2. SANAD Sanad secara bahasa artinya sesuatu yang dijadikan sandaran. Secara istilah, sanad adalah mata
rantai persambungan periwayat yang bersambung bagi matan hadist.

3. ISNAD Isnad memiliki dua pengertian: menisbatkan suatu hadist terhadap yang berbicara dengan cara
bersanad dan memiliki pengertian yang sama dengan sanad, yaitu santai persambungan periwayat yang
bersambung bagi matan hadist.

4. MUSNAD Musnad secara istilah memiliki tiga pengertian: Semua kitab yang dikumpulkan di dalamnya
segala yang diriwayatkan oleh para sahabat, Hadist yang disandarkan kepda Nabi yang bersambung
sanadnya dan yang dimaksud dengan musnad adalah sanad.

5. RAWI Rawi adalah orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadist. Bila anda memperhatikan
contoh sanad di atas, maka yang dimaksud dengan Rowi adalah nama-nama yang ada pada sanad tersebut,
Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal dari lafadz ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti bersungguh-sungguh atau berusaha
keras. Sedangkan menurut istilah, ijtihad yaitu metode istimbath atau penggalian sumber hukum syara’
melalui pengerahan seluruh kemampuan dan kekuatan nalar dalam memahami nash-nash syar’i atas suatu
peristiwa yang dihadapi dan belum tercantum atau belum ditentukan hukumnya.

Dengan kata lain ijtihad adalah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang
tidak adaketetapannya, baik dalam Al Qur'an maupun hadits dengan menggunakan akal pikiran yang sehat
dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum yang telah ditentukan. Orang yang
berijtihad disebut mujtahid.
ljtihad hanya diperbolehkan dalam perkara-perkara yang nasnya (hukumnya) tidak ada di
dalam Al Qur'an dan hadits. Apabila perkara-perkara itu sudah jelas ada dalilnya secara sahih
dan qath'i (jelas dan tegas) tidak diperkenankan untuk dilakukan ijtihad. Kewajiban kita hanya
melaksanakan hukum itu dengan sungguh-sungguh dan ikhlas karena Allah semata.

Syarat-syarat menjadi mujtahid di antaranya yaitu memahami Al Qur'an beserta asbabun


nuzulnya, memahami hadits beserta derajat dan asbabul wurudnya, memahami ilmu ushul fiqih,
menguasai bahasa Arab berikut cabang-cabangnya, memahami ulumul Qur’an, dll.
Kedudukan Ijtihad
Ijtihad menjadi sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al Qur'an dan Al Hadits. Istilah ijtihad
pertama kali muncul ketika Rasulullah saw. berdialog dengan Muaz bin Jabal. Waktu itu Rasululllah
SAW bertanya bagaimana jika dihadapkan kepadamu suatu persoalan yang memerlukan ketetapan
hukum?" Muaz menjawab, "Saya akan menetapkan hukum dengan Al Qur'an." Rasul bertanya lagi
"Kalau seandainya tidak ditemukan ketetapannya dengan Al Qur'an?" Muaz menjawab, "Saya akan
tetapkan dengan hadits." Rasul bertanya lagi "Kalau seandainya tidak ditemukan ketetapan dalam Al
Qur'an dan hadits?" Muaz menjawab, saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri." Kemudian
Rasulullah menepuk-nepuk bahu Muaz bin Jabal tanda setuju. Keterangan tersebut menjadi dalil
bahwa menetapkan hukum berdasarkan ijtihad itu dibolehkan.  
Bentuk-bentuk Ijtihad
1. ljmak, yaitu kesepakatan para ulama mujtahid dari kaum muslimin di masa lalu setelah Rasulullah SAW. wafat dalam menetapkan
hukum suatu permasalahan yang muncul pada waktu itu.

2. Qiyas, yaitu menyamakan hukum terhadap suatu permasalahan yang tidak ada nas atau dalilnya dengan permasalahan lain yang
ada status hukumnya, karena ada persamaan illat (alasannya).

3. Maslahah mursalah, yaitu memutuskan status hukum atas suatu perkara berdasarkan pertimbangan kemaslahatan bersama
(kebaikan bersama) atau untuk menghindari suatu kerugian yang lebih besar.

4. Istihsan/Istislah, yaitu menetapkan hukum atas suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara konkret dalam Al Qur'an dan hadits
yang didasarkan atas kepentingan umum atau kemaslahatan umum atau untuk kepentingan keadilan. (Menetapkan hukum dengan
cara ini menurut Imam Hanafi disebut istihsan, sedang menurut Imam Maliki disebut Istislah)

5. Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan karena suatu dalil sampai ada dalil lain
yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut

6. Istidlal, yaitu menetapkan hukum atas suatu perbuatan yang tidak disebutkan secara konkret dalam Al Qur'an dan hadits dengan
didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. 

7. Al Urf, ialah urusan yang disepakati oleh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya.

8. Zara'i atau wasilah, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai maslahah atau untuk menghilangkan mudharat. 
Dilihat dari segi pelakunya, ijtihad dibagi menjadi dua sebagai berikut.

1. Ijtihad jama'i, yaitu ijtihad yang dilakukan secara berkelompok misalnya pakar dari berbagai
disiplin ilmu duduk bersama berijtihad untuk memecahkan suatu masalah atau persoalan. 

2. Ijtihad fardi, yaitu ijtihad yang dilakukan secara perseorangan.

Pintu ijtihad sampai sekarang masih terbuka bersamaan dengan jaman yang semakin maju dan
persoalan hidup yang semakin kompleks yang menuntut penyelesaian secara cepat dan tepat.
Perbedaan ijtihad masa sekarang dengan masa lampau terletak pada kejelian dan tinjauan dari
berbagai aspek secara cermat.

Anda mungkin juga menyukai