Anda di halaman 1dari 50

SUBJEK DAN OBJEK

PPH, PENCATATAN
DAN PEMBUKUAN

KELOMPOK 1
1 . RAH M AD CHANDRA (NIM 20 11 070 7 77 )
2 . D W I O K TA F I A S U N J A K A ( N I M 2 0 11 0 7 0 7 7 6 3 )
3 . FA U Z A N D W I C A H Y O ( N I M 2 0 11 0 7 0 7 5 5 )
4 . T B M SH O FRAN L ANRI FQ O L AB A (NIM 20 11 070 7 75 )
POKOK
PEMBAHASAN
•D A S A R H U K U M ;
•P E N G E R T I A N S U B J E K P A J A K B E S E R T A P E N J A B A R A N N Y A ;
•P E N G E R T I A N O B J E K P A J A K B E S E R T A P E N J A B A R A N N Y A ;
•S A A T T I M B U L N Y A D A N P E N G H A P U S A N U T A N G P A J A K ;
•P E M B U K U A N D A N P E N C A T A T A N D A L A M P E R P A J A K A N ;
•P E N Y U S U T A N D A L A M P E R P A J A K A N ;
•K O M P E N S A S I K E R U G I A N ;
•P E N G H A S I L A N K E N A P A J A K ;
•C O N T O H K A S U S D A N A N A L I S A ;
•K E S I M P U L A N D A N S A R A N .
DASAR HUKUM
• Undang-undang No 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan;
• Undang-undang No 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan;
• PMK 166/PMK. 011/2012 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
215/Pmk.03/2008 Tentang Penetapan Organisasi-organisasi Internasional Dan Pejabat-pejabat
Perwakilan Organisasi Internasional Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan;
• PMK 123/PMK.03/2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
196/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan;
• PMK 196/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan
Bahasa Asing Dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah Serta Kewajiban Penyampaian Surat 
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan;
• PMK 197/PMK.03/2007 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi;
• PER-4/PJ/2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
SUBYEK
PAJAKDASAR HUKUM:
PA S A L 2 S / D PA S A L 3
U U 3 6 T H 2 0 0 8 T E N TA N G
PA J A K P E N G H A S I L A N

4
SUBYEK DAN OBYEK PAJAK

Pajak penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek pajak


atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak.

• PPh dapat dikenakan atas bagian tahun pajak jika


kewajiban subjektif mulai dari bagian tahun.
• Tahun pajak adalah tahun takwim. Jika tahun buku tidak
sama, dapat menggunakan tahun buku asalkan
berdurasi 12 bulan.
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a)

Orang Pribadi (OP)

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,


bersifat menggantikan yang berhak.

Badan

Bentuk usaha tetap (BUT), merupakan subyek pajak yang


perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subyek pajak badan.
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a)

Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (2)

Dalam Negeri Luar Negeri


Subjek Pajak Dalam Negeri
Pasal 2 Ayat (3)
Orang Pribadi :
Bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan;
atau Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
bertempat tinggal di Indonesia, antara lain dapat ditunjukan dari tanda-
tandanya seperti membeli rumah di Indonesia, bekerja di perusahaan
Indonesia, menikah dengan orang Indonesia, dsb

Badan:
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu badan
pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan peraturan perundangan.
2. Pembiayaan bersumber APBN/ APBD.
3. Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/ APBD.
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.

Warisan yang belum terbagi:


Menggantikan yang berhak.
8
Subjek Pajak Luar Negeri
Pasal 2 Ayat (4)

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia/ berada di


Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan.

Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di


Indonesia.

Menjalankan usaha atau kegiatan Menerima atau memperoleh


melalui BUT di Indonesia. penghasilan dari Indonesia bukan
dari menjalankan usaha atau
kegiatan melalui BUT di Indonesia.
BADAN YANG DIDIRIKAN DI INDONESIA

Subjek Pajak Badan yang didirikan di Indonesia, adalah Badan yang


pendirian atau pembentukannya :
• Berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia;
• Didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-
undangan di Indonesia, dan ;
• Di dalam wilayah hukum Indonesia
BADAN YANG BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA

Badan yang bertempat kedudukan di Indonesia adalah Subjek Pajak Badan yang :
a. Mempunyai tempat kedudukan berada di Indonesia sebagaimana tercantum dalam akta
pendirian badan,
b. Mempunyai kantor pusat di Indonesia,
c. Mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi dan/atau pusat keuangan di Indonesia,
d. Mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada di Indonesia yang melakukan
pengendalian,
e. Pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia untuk membuat keputusan yang
strategis, atau
f. Pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di Indonesia
Bentuk Usaha Tetap
Pasal 2 Ayat (5)

Bentuk usaha yang dipergunakan oleh:

Orang pribadi sebagai Badan sebagai


subjek pajak LN subjek pajak LN

Untuk menjalankan usaha atau kegiatan di


Indonesia.
TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
1. Kantor perwakilan negara asing;
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
– Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
– tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha
atau pekerjaan lain.
Contoh Organisasi Internasional yang Bukan Subjek Pajak antara lain : ASEAN secretariat, SEAMEO (South
East Asian Minister of Education Organization), IDRC (The International Development Research Centre),
Islamic Development Bank, Asia Foundation, The British Council, ASEAN Foundation, dsb
OBJEK
PAJAK
DASAR HUKUM:
PA S A L 4 S / D PA S A L 1 5
U U 3 6 T H 2 0 0 8 T E N TA N G
PA J A K P E N G H A S I L A N

14
Definisi Penghasilan
Pasal 4 Ayat (1)

Merupakan setiap tambahan kemampuan


ekonomis yang:
- Diterima atau diperoleh wajib pajak.
- Berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia.
- Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak.
KLASIFIKASI UMUM PENGHASILAN

Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja dan pekerjaan


bebas seperti gaji, honorarium, dan sebagainya.

Penghasilan dari usaha dan kegiatan seperti bengkel, toko, salon,


dan sebagainya.

Penghasilan dari modal berupa harga gerak ataupun tidak gerak,


seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan keuntungan penjualan
harga atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.

Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, selisih kurs, dan


hadiah.
OBJEK PAJAK BERSIFAT FINAL
Pasal 4 ayat 2 – Penghasilan Pajak Bersifat Final
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara,
dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2. Penghasilan berupa hadiah undian;
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan
di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
PENGECUALIAN SEBAGAI OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat 3 – Penghasilan yang Tidak Termasuk Sebagai Objek Pajak
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak;
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan,
badan pendidikan, sosial dan sejenisnya yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
3. Warisan;
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,
Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,
koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat tertentu;
dan beberapa penghasilan lainnya yang diatur dalam Pasal 4 Ayat 3 UU Pajak Penghasilan
TIM BU LN YA
U TA NG P A JA K
PENYEBAB TIMBULNYA UTANG PAJAK
Ada dua Ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil :
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pegawai pajak
yang membantu Wajib Pajak/Subjek Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya). Hal ini
terjadi jika pemungutan pajak dilakukan dengan official assessment system, yaitu sistem
pemungutan pajak di mana jumlah pajak yang harus dibayar dan dihitung oleh fiskus.
Kemudian fiskus akan mengirimkan surat pemberitahuan terkait jumlah yang harus dibayarkan
kepada Wajib Pajak.
PENYEBAB TIMBULNYA UTANG PAJAK
2. Ajaran Materill :
• Utang pajak timbul karena undang-undang dan karena ada sebab yang mengakibatkan
seseorang atau suatu pihak dikenakan pajak. Sebab-sebab yang membuat seseorang memiliki
utang pajak di antaranya:
– Perbuatan, yaitu mendirikan bangungan, melakukan kegiatan impor atau ekspor, serta bepergian ke
luar negeri.
– Keadaan, yaitu memiliki tanah atau bumi dan bangunan, memperoleh penghasilan, serta memiliki 
kendaraan bermotor.
– Peristiwa atau kejadian, yaitu mendapat hadiah undian.
– Jadi sampai saat ini, para praktisi menggunakan dua ajaran ini untuk menilai munculnya utang
pajak pada wajib pajak.
PENGHAPUSAN UTANG PAJAK
Hapusnya utang pajak dapat disebaban beberapa hal :
1. Pembayaran adalah ketika wajib pajak melakukan pembayaran secara lunas dalam bentuk sejumlah uang ke kas negara.
2. Kompensasi dilakukan jika wajib pajak memiliki kelebihan membayar pajak, sehingga nominal kelebihannya dapat
dialokasikan untuk membayar utang pajak.
contoh : Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemindahbukuan Pajak Daerah
• Pbk hanya dapat diproses atas pembayaran Pajak 5 (lima) tahun ke belakang, yang dihitung sejak tanggal
pembayaran. Proses Pbk untuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan PBB-P2 hanya dapat
dilakukan atas pembayaran Pajak untuk Daerah dan dilakukan setelah tanggal pengalihan BPHTB dan PBB-P2,
kecuali terhadap keputusan keberatan atau putusan pengadilan yang merupakan kewenangan Daerah.
• Pbk dapat dilakukan sehubungan dengan:
a. adanya kelebihan pembayaran Pajak yang dinyatakan dalam Surat Keputusan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB)
sebagai hasil dari pemeriksaan;
b. keputusan atas permohonan keberatan atau banding yang mengakibatkan kelebihan pembayaran Pajak yang
dinyatakan dalam Keputusan mengenai Pelaksanaan Putusan Keberatan Pajak Daerah atau Keputusan mengenai
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dengan format sebagaimana tercantum dalam Format 1 dan Format 2 Lampiran
Peraturan Gubernur;
c. adanya pemberian bunga kepada Wajib Pajak akibat keputusan permohonan keberatan atau putusan pengadilan pajak
yang dinyatakan dalam Keputusan mengenai Pemberian Imbalan Bunga Pajak Daerah dengan format sebagaimana
tercantum dalam Format 3 Lampiran Peraturan Gubernur;
PENGHAPUSAN UTANG PAJAK
d. adanya pembayaran pajak yang lebih besar dari jumlah Pajak terhutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Tagihan
Pajak Daerah atau SPPT PBB-P2.
e . adanya kesalahan pengisian SSPD baik menyangkut Wajib Pajak sendiri maupun Wajib Pajak dan/ atau objek Pajak lain;
f. adanya pemecahan setoran Pajak yang berasal dari satu SSPD menjadi setoran beberapa jenis pajak atau setoran dari beberapa
Wajib Pajak dan/atau objek pajak;
g . adanya kesalahan perekaman atau pengisian bukti Pbk oleh petugas.
3. Kadaluwarsa adalah ketika adanya kadaluwarsa penagihan jika utang pajak sudah melampaui waktu 5 tahun terhitung sejak
tanggal terhutang pajak. Contoh : Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2010 KUP Pasal
29 dan 30

4. Pembebasan adalah ketika utang pajak ditiadakan oleh satu pihak


contoh : Keputusan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah Pemerintah Provinsi DKI JAKARTA Nomor 2315 Tahun 2018
tentang Penghapusan Sanksi Administrasi PKB, BBNKB dan PBB-P2 dan PERGUB No 3 Tahun 2018 tentang tata cara
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak daerah Pasal 4 , Pasal 5 dan Pasal 6

5. Penghapusan adalah kondisi yang hampir mirip dengan pembebasan utang pajak namun biasanya disebabkan karena kondisi
keuangan atau kematian.
contoh: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang dan
Penetapan Besarnya Penghapusan Pasal 1 Ayat2
PEMBUKUAN DAN
PENCATATAN
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN

DASAR HUKUM
• UU No 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
Tentang Pajak Penghasilan
• UU No 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
• PMK 123/PMK.03/2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
196/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan
• PMK 196/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan
Bahasa Asing Dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah Serta Kewajiban Penyampaian Surat 
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
• PMK 197/PMK.03/2007 Tentang Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
• PER-4/PJ/2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
PENGERTIAN PEMBUKUAN DAN PENCATATAN (UU KUP)
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut (Pasal 1 ayat 29)
Pencatatan merupakan data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang
bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final (Pasal 28
ayat 9)
Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Kegiatan Usaha Atau
Pekerjaan Bebas Dan Wajib Pajak Badan Di Indonesia Wajib
Menyelenggarakan Pembukuan (Pasal 28 Ayat 1 UU KUP)

Pengecualian Wajib Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan:


a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memilih untuk menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, Wajib pajak yang
dimaksud antara lain wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan
bebas dengan jumlah bruto dalam setahun kurang dari Rp4,8 miliar yang dengan syarat
memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak
bersangkutan; dan
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.

Wajib Pajak sebagaimana diatas wajib untuk menyelenggarakan pencatatan


PERSYARATAN PEMBUKUAN (PASAL 28 UU KUP)
1. Harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya;
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan;
3. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan
oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan;
4. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas;
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;
6. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program
aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau
tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan
PERSYARATAN PENCATATAN (PER-4/PJ/2009)
Persyaratan Pencatatan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi :
1. Pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik, secara teratur, dan
mencerminkan keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata
uang rupiah, serta disusun dalam bahasa Indonesia.
2. Pencatatan dalam suatu tahun harus diselenggarakan secara kronologis.
3. Pencatatan dibuat dalam suatu Tahun Pajak, yaitu jangka waktu 1 (satu) tahun kalender
mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember
4. Pencatatan harus menggambarkan:
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau
diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat
final.
5. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat
usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha
dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
PEMBUKUAN DALAM BAHASA DAN MATA UANG ASING
Wajib Pajak dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain Rupiah yaitu
bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat.
Wajib pajak tersebut meliputi (PMK 123/PMK.03/2019):
a. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang Penanaman Modal Asing;    
b. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrakjperjanjian dengan Pemerintah Republik
Indonesia di bidang pertambangan mineral dan batubara;    
c. Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sarna yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang pertambangan minyak dan gas bumi;    
d. Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang PPh atau sebagaimana diatur dalam
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait;    
e. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri;    
f. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan mata uang Dolar Amerika Serikat
dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Lembaga independen yang melakukan
pengaturan dan pengawasan jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Otoritas Jasa
Keuangan;    
g. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan anak (subsidiary company)
yang dimiliki dan/ atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa
h. Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dolar
Amerika Serikat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.  
• Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat oleh Wajib Pajak harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari
Menteri Keuangan, kecuali bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak
dalam rangka Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang dapat diperoleh Wajib Pajak dengan
mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah, paling lambat 3 (tiga) bulan :
a. Sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan
mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai; atau
b. Sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
pertama.
PENYUSUTAN MENURUT
PAJAK
PA S A L 11 U U P P H N O . 3 6 TA H U N 2 0 0 8 .
PENYUSUTAN

Persyaratan aktiva tetap yang dapat disusutkan menurut ketentuan perpajakan


adalah sebagai berikut :

a. Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud


b. Harta tersebut mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun
c. Harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
METODE PENYUSUTAN

1) Metode Garis Lurus (Straight Line Method) : digunakan untuk penyusutan


harta berwujud berupa :
– bangunan
– bukan bangunan
2) Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method) digunakan untuk
penyusutan :
– bukan bangunan
PENGELOMPOKAN HARTA BERWUJUD

A. Berdasarkan sifatnya :
 Depreciable Asset : dapat disusutkan
 Non Depreciable Asset : tidak dapat disusutkan, contoh : tanah

B. Berdasarkan bentuknya :
 Bangunan :
a. Permanen
b. Tidak Permanen
 Bukan bangunan
KELOMPOK HARTA DAN TARIF
PENYUSUTAN
AMORTISASI

Ketentuan mengenai amortisasi diatur dalam Pasal 11A UU PPh No.36 Tahun
2008, yang mana Amortisasi dilakukan untuk menghitung pengeluaran dalam
memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya
perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang digunakan yang digunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

• Metode amortisasi yang diperkenankan oleh UU PPh kita adalah :


–metode garis lurus
–metode saldo menurun
KELOMPOK HARTA TAK BERWUJUD DAN
TARIF AMORTISASI
KOMPENSASI
KERUGIAN
U U N O . 3 6 TA H U N 2 0 0 8 PA S A L 6 AYAT 2
T E N TA N G PA J A K P E N G H A S I L A N
PENGERTIAN DAN KETENTUAN
1. Kerugian fiskal adalah kerugian fiskal berdasarkan ketetapan pajak yang telah diterbitkan
Direktur Jenderal Pajak serta kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
(self assesment) dalam hal tidak ada atau belum diterbitkan ketetapan pajak oleh Direktur
Jenderal Pajak.

2. Kompensasi kerugian fiskal timbul apabila untuk tahun pajak sebelumnya terdapat kerugian
fiskal (SPT Tahunan dilaporkan Nihil atau Lebih Bayar tetapi ada kerugian fiskal).

3. Kerugian Fiskal terjadi karena penghasilan bruto dikurangi dengan biaya (yang
diperbolehkan menurut ketentuan fiskal) hasilnya mengalami kerugian.
PENGERTIAN DAN KETENTUAN
4. Kerugian Fiskal tersebut dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai tahun pajak
berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. Ketentuan jangka waktu pengakuan
kompensasi kerugian fiskal mulai berlaku tahun 2009 sedangkan untuk tahun pajak
sebelumnya berlaku ketentuan Undang-undang no.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan.

5. Apabila kemudian ternyata berdasarkan ketetapan pajak hasil pemeriksaan menunjukkan


jumlah kerugian fiskal yang berbeda dari kerugian menurut SPT Tahunan PPh atau hasil
pemeriksaan menjadi tidak rugi, kompensasi kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh
tersebut harus segera dibetulkan sesuai dengan ketentuan dan prosedur pembetulan SPT
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan.
Contoh :
PT CDA dalam tahun 2015 mengalami kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000. Dalam lima tahun berikutnya, laba rugi fiskal PT
CDA adalah :
2016 : Laba Fiskal Rp 200.000.000
2017 : NIHIL
2018 : Rugi Fiskal (Rp 300.000.000)
2019 : Laba Fiskal Rp 200.000.000
2020 : Laba Fiskal Rp 700.000.000
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut:
Rugi Fiskal 2015 (Rp 1.200.000.000)
Laba fiskal 2016 Rp 200.000.000 +
Sisa rugi fiskal tahun 2015 (Rp 1.000.000.000)
Laba Fiskal 2017 NIHIL
Sisa rugi fiskal 2015 (Rp 1.000.000.000)
Rugi Fiskal 2018 (Rp 300.000.000)
Sisa rugi fiskal 2015 (Rp 1.000.000.000)
Laba Fiskal 2019 Rp 200.000.000 +
Sisa rugi fiscal 2015 (Rp 800.000.000)
Laba Fiskal 2020 Rp 700.000.000 +
Sisa rugi fiscal 2015 (Rp 100.000.000)
Sisa rugi fiskal tahun 2015 (Rp 100.000.000)
• Atas rugi fiskal tahun 2015 yang masih tersisa di tahun 2020 tersebut, tidak boleh
dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2021 karena telah melewati jangka waktu 5
tahun, sementara untuk rugi fiskal yang terjadi di tahun 2018 hanya boleh dikompensasikan
dengan laba fiskal tahun 2021, 2022, dan 2023.
PENGHASILAN KENA
PAJAK
PA S A L 1 6 & 1 7 U U PA J A K P E N G H A S I L A N N O . 3 6
TA H U N 2 0 0 8
PENGHASILAN KENA PAJAK
Penghasilan Kena Pajak merupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya pajak
penghasilan yang terutang.
TARIF PAJAK
1. WP ORANG PRIBADI DALAM NEGERI
LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF PAJAK
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15%
Diatas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25%
Diatas Rp 500.000.000 30%

2 . W P B A D AN D A L A M NE G E R I D A N B E N T U K U S A H A T E TA P A D A L A H
S E B E S A R 2 8 % D A N M E N J A D I 2 5 % S E J A K TAH U N 2 0 1 0 .
3 . W P D AL AM NE G E RI YA N G B E R B E N T U K P E R S E R O A N T E R B UK A YA N G
PAL IN G S E DI K I T 4 0 %D A R I J UM L A H S E L U R U H S A H A M YA N G D IS E TO R ,
D I P E R D A G A N G K A N , D I B E L I D A N M E M E NU H I P E R S YA R ATA N L A IN N YA ,
D A PAT M E M P E R O L E H TA RI F S E B E S A R 5 % L E B IH R E N D A H D A R IPA D A
TA R IF N O . 2 D IATA S YA N G D IAT U R D E N G AN P E R AT U RA N P E M E R IN TA H
CONTOH KASUS
• Dengan adanya perkembangan teknologi yang pesat dan peningkatan jumlah pengguna internet
yang signifikan, yang menyebabkan mulai bermunculannya usaha-usaha yang melibatkan media
komunikasi atau media sosial dalam hal ini yang bisa ditemui adalah marketplace beberapa
diantaranya yang berwarna orange, hijau, biru, dan lain sebagainya bermunculan yang
memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi jual beli. Apakah penghasilan yang
diperoleh oleh pengusaha-pengusaha yang melakukan penjualan di marketplace atau media
sosial itu dapat dikenakan pajak walaupun bisa saja mereka tidak memiliki toko secara offline,
atau mungkin dikenakan terhadap badan usaha yang mewadahi pelaku usaha tersebut dalam hal
ini marketplace yang ada di Indonesia. Selain itu seperti halnya layanan streaming musik atau
film yang juga berkembang pesat di Indonesia, bagaimana perlakuan pajaknya dan apa tindakan
pemerintah dalam melakukan kontrol terhadap badan usaha tersebut?
ANALISA DAN PEMBAHASAN
• Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan peraturan PMK No 48/PMK.03/2020 Tata Cara
Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Dan Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Di
Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Menimbang Melalui Sistem Elektronik;
• Terkait para pedagang yang menjual usahanya melalui marketplace perlakuan bagi pedagang e-commerce
ini tetap sama dengan pedagang atau pengusaha konvensional, yang mana apabila menerima penghasilan
atau omzet yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar dalam setahun, maka akan dikenakan tarif pph final sebesar
0,5%. Sementara itu, bagi Penyedia platform e-commerce juga wajib memungut, menyetor, dan
melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan, serta melaporkan rekapitulasi transaksi yang
dilakukan pengguna platform. Terkait pemungutan pajak berupa PPN sebesar 10% ini dilakukan bagi
perusahaan-perusahaan digital luar negeri yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan. Sampai dengan November 2020, baru sebanyak 46 badan usaha yang telah ditunjuk oleh DJP
sebagai Pemungut PPN. Bagi wajib pajak dalam negeri, maka pemungutan PPN dilakukan hanya atas
penjualan barang dan jasa digital oleh penjual luar negeri yang menjual melalui marketplace tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
• Undang-undang No. 36 Tahun 2008 yang merupakan perubahan keempat Undang-Undang No. 7 Tahun 1983, adalah dasar dalam
menentukan siapa dan apa saja yang termasuk subjek serta objek pajak penghasilan. Didalamnya juga tertuang kapan timbulnya
pajak, bagaimana cara penghapusan hutang pajak, pembukuan dan pencatatan, penyusutan, kompensasi kerugian, dan penghasilan
apa saja yang dapat dikenakan sebagai pajak penghasilan.
• Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak;
• Melaksanakan kewajiban perpajakan dalam hal melakukan pembayaran dan pelaporan pajak tepat waktu sesuai ketentuan
perundang-undangan;
• Wajib pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan sebagaimana aturan yang berlaku
Saran
• Diharapkan dengan adanya aturan-aturan perpajakan yang berlaku, wajib pajak paham dengan kewajiban yang ditimbulkan atas
kegiatan atau peristiwa yang menurut undang-undang terhutang pajak sehingga wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban dan
memahami hak-haknya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Serta Memungut, Menyetor dan Melaporkan penghasilan atau
pendapatan yang diperoleh dalam tahun berjalan dilaporkan setiap tahunnya sebagaimana aturan yang ada.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai