TIDAK
BERWUJUd/JKP
LUAR DAERAH
PABEAN, FASILITAS
PPN
KELOMPOK 2
A. 10% x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila
dalam jumlah tersebut tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai; atau
B. 10/110 x jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak apabila
dalam jumlah tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Pemanfaatan BKP
Tidak Berwujud Dan Atau JKP Dari Luar Daerah Pabean
Dalam hal tidak diketemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk
pembayaran atau meskipun diketemukan adanya kontrak atau perjanjian
tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah
kontrak atau perjanjian sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai, maka
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung sebesar 10% (sepuluh
persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya
dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. Pemanfaatan
BKP Tidak Berwujud Dan Atau JKP Dari Luar Daerah Pabean
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dipungut oleh Orang Pribadi atau Badan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud
Dan Atau JKP Dari Luar Daerah Pabean Yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean pada saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean tersebut. disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau
Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya pemungutan. Bagi PKP, PPN
yang telah disetor dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bulan terutangnya pajak.
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud Dan Atau JKP Dari Luar Daerah Pabean Saat dimulainya pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud (BKP TB) dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean (JKP LN) adalah saat
yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa sebagai berikut :
1. Saat BKP TB atau JKP LN tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya;
2. Saat harga perolehan BKP TB dan atau JKP LN tersebut dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang
memanfaatkannya;
3. Saat harga jual BKP TB dan atau penggantian JKP LN tersebut ditagih oleh pihak yang menyerahkannya;
4. Atau saat harga perolehan BKP TB dan atau JKP LN tersebut dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak
yang memanfaatkannya;
Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan BKP TB dan atau JKP LN tidak diketahui, maka saat dimulainya
pemanfaatan BKP TB dan atau JKP LN adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian atau saat lain
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Bagi PKP, SPM PPN tsb diperlakukan sebagai laporan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud Dan Atau JKP Dari
Luar Daerah Pabean
Bagi orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan pemungutan dan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai dengan mempergunakan lembar ketiga bukti setoran Pajak ke Kas Negara paling lambat akhir bulan
berikutnya ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan
tersebut.
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak Pasal 4 ayat 1 huruf f & g
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud adalah setiap kegiatan mengeluarkan Barang Kena Pajak Berwujud dari dalam Daerah
Pabean ke luar Daerah Pabean
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1).
Pengusaha yang melakukan ekspor BKP TB hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1) UU PPN.
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (BKP TB) Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g
1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah,
paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak
kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut
pada angka 3, berupa : ◦ penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang
serupa; ◦ penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau
teknologi yang serupa; dan ◦ penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum
radio komunikasi;
5. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran
televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan
intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pasal 4 ayat 1 huruf h dan Pasal 4 ayat (2)
Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean
ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak
Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah
Pabean.
Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai PPN diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan Pereturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2010 dan Lampirannya stdtd
Peraturan menteri Keuangan nomor 30/PMK.03/2011 tentang Batasan Kegiatan dan Jenis JKP yang atas
ekspornya dikenai PPN
Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pasal 4 ayat 1 huruf h
1. Jasa Maklon yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan;
2. Jasa Perbaikan dan perawatan yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan;
3. Jasa Konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi
pengawasan pekerjaan konstruksi, yang batasan kegiatannya memenuhi ketentuan.
Batasan Kegiatan dan Jenis JKP Yang Atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai PERMENKEU
NO. 70/PMK.03/2010
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Jasa Kena Pajak adalah
pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui
sebagai penghasilan.
PPN terutang di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan
usaha dilakukan, atau tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan
dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.
PEMBERITAHUAN EKSPOR KENA
PAJAK
1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Ekspor Jasa Kena Pajak wajib membuat
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak pada saat Ekspor Jasa Kena Pajak.
2. Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak yang dilampiri dengan invoice sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisahkan adalah dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak.
3. Atas kegiatan ekspor barang yang dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon oleh
Pengusaha Kena Pajak eksportir Jasa Maklon tidak dilaporkan sebagai ekspor Barang
Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
Contoh soal
PPN terutang dibebaskan:
Pak Ahmad adalah seorang penjual suatu Barang Kena Pajak, misalkan buku. anggap saja
atas satu buku tersebut, Pak Ahmad memerlukan biaya sebesar Rp 50.000,- dari harga
tersebut, Pak Ahmad mengharapkan laba 20% HPP. misalkan atas perolehan bahan2 tersebut
Pak Ahmad telah membayar Pajak Masukannya sebesar Rp 5000,- karena pajak masukan
atas fasilitas PPN ini tidak bisa dikreditkan, maka biasanya Penjual atau pengusaha akan
memasukkanya sebagai biaya dan menjadi bagian dari harga poko penjualan
biaya : Rp 50.000,
PM : Rp 5000
harga poko penjualan :Rp 55.000
laba diharapkan (20%): Rp 11.000
PPN terutang : Rp 6600 (dibebaskan harga yang dibayar oleh konsumen Rp 66.000.
PPN terutang tidak dipungut
untuk fasilitas PPN terutang tidak dipungut, karena PM bisa dikreditkan, Pak Ahmad atau
pengusaha biasanya tidak akan memasukkannya sebagai biaya ke harga poko penjualan
karena juga tidak rugi jika tidak dimasukkan.
Perhitungannya sebagai berikut.
harga pokok penjualan : Rp 50.000,- laba (20%) : Rp 10.000 PPN terutang : RP 6.000 (tidak
dipungut) harga yang akan dibayar oleh konsumen : Rp 60.000
Dengan begitu, harga barang yang diberikan fasilitas PPN terutang tidak dipungut lebih murah
jika dibanding dengan fasilitas PPN terutang dibebaskan.
SESI TANYA JAWAB
#JagaImun
#Semangat