STAMBUK : 1719042 Obat tradisional merupakan salah satu ramuan kesehatan tradisional yang identik dengan rakyat Indonesia. Di tengah banyaknya jenis suplemen dan vitamin yang beredar, obat tradisional seperti jamu dan herbal ternyata masih diminati masyarakat. Obat tradisional menjadi salah satu pilihan masyarakat modern untuk menjaga kondisi tubuh. Sesuai peraturan BPOM No. 32 tahun 2019 tanggal 23 Oktober 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional maka apa pun bentuk sediaan yang dibuat dan didaftarkan sebagai obat tradisional, OHT atau fitofarmaka harus memenuhi parameter uji persyaratan keamanan dan mutu obat jadi yaitu : organoleptik, kadar air, cemaran mikroba (E.coli, Clostridia, Salmonella, Shigella), aflatoksin total, cemaran logam berat (Arsen, Timbal, Kadmium dan Merkuri), ditambah dengan keseragaman bobot, waktu hancur, volume terpindahkan serta kadar alkohol/pH tergantung bentuk sediaannya. Selain itu untuk OHT dan fitofarmaka harus memenuhi uji kualitatif dan kuantitatif dalam hal bahan baku (bagi OHT) dan bahan aktif (bagi fitofarmaka), serta residu pelarut (jika digunakan pelarut selain etanol). Pengujian semua parameter harus dilakukan di laboratorium terakreditasi atau laboratorium internal industri/usaha obat tradisional yang diakui oleh BPOM. Pada ketentuan peralihan dinyatakan bahwa izin edar obat tradisional yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Badan ini, tetap berlaku dan harus menyesuaikan dengan Peraturan Badan ini paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan Badan ini diundangkan. Jadi memang bukan BPOM yang melakukan pengujian tersebut. UJI PRAKLINIK Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada manusia. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI UJI TOKSISITAS AKUT Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas khusus yang meliputi uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. UJI FARMAKODINAMIK Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan in vivo pada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan kemungkinan efek pada manusia UJI KLINIK Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/ obat herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat moderen maka uji klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind controlled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus dipenuhi. THANK YOU