Anda di halaman 1dari 41

PENGERTIAN, CAKUPAN DAN

PERANAN PERLINDUNGAN
TANAMAN
1. PENGERTIAN PERLINDUNGAN
TANAMAN

Menurut UU no. 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya


tanaman, bahwa :

“Perlindungan tanaman adalah segala upaya untuk mencegah


kerugian pada budidaya tanaman yang diakibatkan oleh
organisme pengganggu tumbuhan”.
• Dalam lingkup departemen pertanian juga bertugas
melindungan tanaman dari gangguan non-OPT.
2. PERLINDUNGAN TANAMAN (CROP
PROTECTION) ATAU PERLINDUNGAN
TUMBUHAN (PLANT PROTECTION)

• Menurut sill (1978), perbedaannya terletak pada prinsip


pendekatan pengendalian yang dilakukan oleh kelompok ilmu
serangga (entomologi) dan Ilmu penyakit (Fitopatologi).
• Ilmu entomologi lebih pada menekankan aspek pengelolaan
hama dan tindakan pengendalian kuratif (sistem theraoeutic).

• Ilmu Fitopatologi lebih pada pengendalian penyakit preventif


dan mengutamakan kesehatan tumbuhan.

• IPPC (International Plant Protection Convention)


3. DAMPAK OPT BAGI PEMBANGUNAN
1. Penurunan kualitas dan kuantitas produksi tanaman
2. Sasaran produksi pertanian yang ditetapkan tidak tercapai
3. Penurunan kinerja program ketahanan dan keamanan pangan
nasional
4. Kualitas menurun, maka harga yang diterima petani menurun.
5. Peningkatan biaya produksi, untuk input dan mengendalikan
OPT.
6. Penurunan daya saing produk, baik dalam domestik maupun
luar negeri.
7. Penurunan sumbangan sektor pertanian pada Produk Nasional
Bruto.
FAKTOR-FAKTOR ADANYA GANGGUAN
OPT

1. Perubahan ekosistem pertanian dari yang beragam menjadi


seragam (monokultur).
2. Cenderung menanam varietas tanaman yang rentan dan terus
menerus.
3. Ketergantungan pemakaian input seperti pupuk dan pestisida.
4. Lembaga karantina kurang efektif dalam mencegak
masuknya OPTK dari luar.
5. Kondisi iklim dan cuaca yang mendukung OPT
6. Kurang efektif upaya dan tindakan Pengendalian OPT dari
pemerintah
4. PERLINDUNGAN TANAMAN SEBAGAI
SISTEM DAN SUBSISTEM
• Perlindungan tanaman dapat dilihat dari 2 aras, yaitu:
1. Aras individual, yaitu petani/pengusaha sebagai unit
pengelola hama dan penyakit dengan menggunakan berbagai
macam pengendalian.
2. Aras kelembagaan, yaitu
a. Pemerintah yang bertanggung jawab membuat regulasi.
b. Lembaga lain, seperti industri pestisida
c. Beberapa LSM yang mewakili kepentingan konsumen,
produsen dan lingkungan.
Menurut untung (1990), sebagai suatu sistem yang bertujuan
melindungi tanaman dari OPT, maka perlindungan tanaman
harus:
a. Mampu mempertahankan populasi dan intensitas serangan
OPT di bawah aras toleransi ekonomi masyarakat.
b. Dalam interaksi dengan teknologi budidaya, maka harus
memberikan keuntungan bagi usaha-usaha pertanian.
c. Menyediakan alternatif teknologi pengendalian lengkap
dengan prasarana.
d. Mengutamakan pengendalian alami.
e. Dapat menampung dinamika dan variasi ekosistem.
f. Mampu menggerakkan motivasi kelompok tani untuk
bersama-sama berkoordinasi dalam melakukan perlindungan
tanaman.
g. Berinteraksi timbal balik dengan dunia atau biang penelitian.
SEJARAH PERLINDUNGAN
TANAMAN
SEJARAH PERLINDUNGAN TANAMAN

A. Perlindungan Tanaman Dunia/Global


• Perlindungan tanaman dunia sudah ada
sebelum dibentuknya badan-badan yang
mengatur masalah perlindungan tanaman.
Perlindungan tanaman saat itu dilakukan
petani secara individual, belum terkoordinasi
dengan baik dan masih menggunakan cara-
cara yang bersifat tradisional.
• Upaya perlindungan tanaman yang terkoordinasi
dimulai tahun 1881 terhadap serangan Phylloxera
vitifolia pada tanaman angur di California.

• Pada tahun 1929, dibentuk First International


Plant Protection Convention, yang Pertama di
Roma.

• Namun, Konvensi tersebut belum banyak


berpengaruh karena belum ada badan dunia
sebagai pusat koordinasi.
Pada tahun 1945 didirikan FAO (Food and
Agriculture Organization), suatu lembaga
internasional yang mengurusi pangan dan pertanian
dibawah PBB yang berpusat di Roma.
FAO berdasar kuat bagi perkembangan
perlindungan tanaman secara global yang diperkuat
dengan perumusah FAO International Plant
Protection Convention (IPPC) pada tahun 1951.
LANGKAH PERTAMA DARI FAO :

• Sebagai pusat koordinasi IPPC membentuk Plant


Protection Service.
• Bekerjasama dengan UNDP (United Nations
Development Program).
• Bekerjasama dengan UNEP (United Nations
Environment Program).
• Memberikan bantuan teknis bagi proyek
pengendalian hama di negara-negara yang
berkembang.
Indonesia sebagai salah satu anggota IPPC guna
mendorong negara-negara pendatang konvensi untuk
membentuk perlindungan tumbuhan yang
menangani:
• Karantina, termasuk sertifikasi kesehatan dan
fitosanitari
• Sistem alih teknologi
• Organisasi penelitian
B. Perlindungan Tanaman Indonesia

sejarah perlindungan tanaman di Indonesia dapat


dibagi dalam beberapa tahap yaitu:
1. Masa penjajahan Belanda (sebelum 1900)
2. Masa penjajahan Belanda (setelah 1900)
3. Masa kolonial Jepang sampai Masa
Kemerdekaan I (1942-1969)
4. Masa Kemerdekaan II (1970-1985)
5. Masa Kemerdekaan (1986-2004)
1. MASA PENJAJAHAN BELANDA
(SEBELUM 1900)
• Sebelum abad 18 atau abad penjajah belanda mulai
memasuki Indonesia, kegiatan pertanian masih bersifat
alami, berladang-pindah, tardisional terutama
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri
(peranian subsisten).
• Perdagangan sudah dilakukan dengan cra burter pada
tingkat lokal, antar pulau serta dengan pedagan tingkat
internasional seperti pedagang Portugis dan Sepanyol.
• Jenis tanaman yang umumnya diminta adalah rempah-
rempah, seperti pala dan cengkeh.
2. MASA PENJAJAHAN BELANDA

Adanya pengembangan kegiatan penelitian pertanian dan pembentukan dinas atau


badan khusus yang mengurusipertanian rakyat atau pertanian gurem.
Pada saat kepemimpinan Dr. Melchior Treub sebagai direktur Kebun Raya Bogor yang
kelima, penelitian sagat meningkat dibidang hama dan penyakit tanaman, salah satu
tamanan yang menjadi topik penelitian yaitu tebu dan tembakau
Kegiatan-kegiatan utama depertemen pertanian adalah
menjembatani peneliti dengan petani dalam
pengembangan teknologi pertanian yang sudah mulai
dirintis.

Secara historis mungkin karantina tumbuhan merupakan


kelembagaan perlindungan tanaman pertama di indonesia.

Karantina tumbuhan mulai dirintis sejak 1877 dengan


terbitnya Staatslad van nederlandscd indie no 262 tanggal
19 desember 1877, yang melarang pemasukkan kopi dari
sri langka guna mencegah masuknya penyakit karat kopi
di indonesia.
pemerintah Hindia Belanda mulai membangun jaringan
irigasi dan infrastuktur lainnya guna meningkatkan produksi
padi, palawija dan sayuran.

teknologi intensifikasi pertanian sudah di introduksikan sejak


tahun 1900an seperti pengolahan tanah, penggunaan benih
unggul, pola tanam teratur, pupuk kimia dan pestisida.

di indonesia pernah tercatat sebagai salah satu negara


pengekspor beras, saat itu hama utama padi adalah penggerek
batang dan tikus sawah dan telah mampu dikendalikan dengan
pengaturan masa tanam dan pengumpanan.
• Tanun 1923 terjadi reorganisasi di mana beberapa
stasiun percobaan padi dan tanaman pangan lain,
serta laboratorium-laboratorium kebun raya bogor
digabungkan menjadi suatu lembaga penelitian
pertanian umum yang berlokasi di bogor.

• Tujuan pendirian lembaga penelitian tersebut adalah


mencari pemecahan masalah pertanian rakyat.
Penelitian dikelompokkan dalam bidang botani,
pengelolaan lahan, tanah, serta hama dan penyakit
tanaman
Beberapa kemajuan penelitian hama dan
penyakit tumbuhan yang dilakukan peneliti
Belanda sebelum kemerdekaan
1. banyak aspek dasar pengedalian hama dan penyakit telah
diketahui termasuk morfologi toksonomi, sifat-sifat biologi dan
ekologi/epidemiologi hama dan penyebab penyakit.

2. Hasil-hasil penelitian hama dan penyakit tumbuhan telah


banyak dibublikasikan pada media ilmiah internasional.

3. Teknik-teknik pengendalian hama dan penyakit (biologi,


ekologi, epidemiologi)
3. masa kolonial Jepang sampai masa
kemerdekaan I (1942-1969)

Pada masa penjajahan Belanda tahun 1900-1942,


komoditas perkebunan yang banyak diteliti pada waktu
itu adalah tebu, tembakau , kakao, kopi, kelapa sawit, the
dan komoditas perkebuna
Karena kurangnya tenaga peneliti berbangsa Indonesia, sejak tahun
1950an pemerintah Indonesia menyelenggarakan crash program dengan
menggirim kan banyak staf peneliti mengikuti pendidikan lanjut terutama
diluar negeri. Di dalam negeri, peningkatan tenaga peneliti dan ahli
pertanian dilakukan pemerintah dengan membuka Akademi Pertanian di
Ciawi, Bogor. Karena kelangkaan tenaga kerja peneliti, sampai tahun 1960
kegiatan-kegiatan penelitian peranian seakan-akan terhenti. Setelah tahun
1965, kegiatan penelitian pertanian mulai memperoleh perhatian kembali
dari pemerintah.
Kegiatan Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di bogor mula
berjalan setelah peneliti yang di sekolahkan di luar negeri kembali ke balai
penelitiannya masing-masin. Dana untuk melakukan rehabilitasi fasilitas
penelitian, penyelenggaraan penelitian, dan peningkatan fasilitas mutu SDM
peneliti mulai disediakan kembali oleh pemerintah meskipun dirasakan
kurang.
Masalah utama yang dihadapi pemerintah dan rakyat Indonesia
setelah kemerdekaan adalah bagaimana cara memenuhi kebutuhan
pangan secara cukup untuk seluruh penduduk. Kerawanan dan
kekurangan pangan termasuk kasus kelaparan sering terjadi di
banyak daerah. Tantangan yang dihadapi oleh setiap kabinet setelah
kemerdekaan adalah meningkatkan produksi pangan dalam negeri
untuk memenuhi kebutuhan penduduk.
Namun karena terjadinya ketidakstabilan politik dengan
pergantian kabinet berkali-kali pemerintah belum dapat
mengkonsentrasikan perhatiannya pada program peningkatan
produksi pangan. Tahun 1946-1947 terjadi kekeringan panjang yang
menurunkan produksi beras gsehingga Indonesia harus mengimpor
beras yang cukup besar guna mencukupi kebutuhan penduduk yang
jumlahnya yang terus bertambah.
Tahun 1949, pemerintah menyusun program khusus
peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan kecil yang
sasarannya adalah peningkatan produksi padi. Dalam kebijakan
penelitian pertanian, pemerintah RI belum mampu menyususn
kebijkan baru, kebijakan pemerintah hindia belanda dalam
kegiatan penelitian dan peningkatan produksi pertanian untuk
sementara dilanjutkan. Namun karena banyak fasilitas dan
infrastruktur penelitian yang rusak karena perang. Tidak terjadi
perkembangan dan kemajuan penelitian apa pun.
Tahun 1959 pemerintah membentuk BPMT (Badan
PERUSAHAAN Produksi Bahan Makanan dan Pembukaan
Tanah) yang bertugas meningkatkan produksi beras melalui
usaha 1. Intensifikasi produksi padi, 2. Usaha produksi bahan
makanan di tanah kering, dan pembukaan tanah secara mekanis,
3. Pembukaan tanah pasang surut. BPMT kemudian
dikembangkan menjadi perusahaan Padi Sentra.
Tekad swasembada berasmulai di galakkan kembali pada
tahun 1959 melalui program SSB (Swa Sembada Beras) dengan
harapan dalam jangka waktu 3 tahun (1962) impor beras dapat
dihentikan.
Pada MT 1964/1965 dilaksanakan demontrasi massal, tiap
unit demas mencakup areal lebih kurang 50 hektar. Oleh
pemerintah, demas dinilai memberikan hasil yang memuaskan
karena terjadinya kenaikan produksi/hektar sehingga system
demas diperluas arealnya pada MT 1965/1966 dengan
mengikutsertakan mahasiswa dari perguruan tinggi seperti IPB
dan UGM. dalam upaya sebagai harapan agar system ini dapat
berkembang sebagai usaha untuk meningkatkan produksi padi
dan meningkatkan taraf hidup peetani.
4. MASA KEMERDEKAAN II (1970-1985)

Banyak perkembangan yang terjadi pada periode ini,


terutama yang menyangkut kegiatan perlindungan tanaman pada
khususnya dan pembangunan pertanian pada umumnya.
Perkembangan nyata terjadi setelah pemerintahan orde baru
mulai melaksanakan program repelita 1 (1969-1974) yang diikuti
dengan repelita- repelita selanjutnya.
a. Menuju Swasembada Beras
kebijakan terobosan baru yang dilakukan oleh pemerintah
orde baru untuk meningkatkan produksi beras secara nasional
melalui tiga program utam, yaitu: intensifikasi bertujuan untuk
meningkatkan produktivitas lahan sawah yang ada dengan
menerapkan teknologi intensifikasi pertanian yang kemudian
sering disebut dengan sebagai teknologi “revolusi hijau”.
Program ekstensifikasi pertanian bertujuan meningkatkan luas
areal atau lahan sawah dengan membuka dan membuat swah
baru, terutama diluar pulai jawa. Program rehabilitasi pertanian
bertujuan melakukan rehabilitasi terhadap lahan-lahan sawah dan
infrastruktur pertanian yang rusak.
Paket teknologi intensifikasi pertanian yang diterapkan di
tingkat nasional yang dikenal dengan istilah panca usaha
pertaniah meliputi:
1) penggunaan varietas unggul, yaitu varietas padi yang
produksinya tinggi,
2) pengelolaan tanah yang baik,
3) pengelolaan air yang baik dan cukup,
4) pemupukan yang lebih baik terutama dengan pupuk buatan,
5) perlindungan tanaman melalui pengendalian hama dan
penyakit, terutama dengan pestisida kimia.
Penelitian untuk memperoleh varietas-varietas unggul padi
ditingkatkan melalui kerja sama dengan lembaga Penelitian Padi
International (IRRI) di Filipina. Banyak jenis padi yang
diciptakan dengan sifat-sifat unggulnya antara lain produksi
tinggi, tahan terhadap rebah, tahan terhadap hama dan penyakit
tumbuhan, serta rasa yang sesuai selera. Industry pupuk dan
pestisida kimia didirikan dan ditingkatkan kinerjanya sehingga
kebutuhan pupuk dan pestisida dapat terpenuhi.
b. Program Ketahanan Pangan (Bimas, Inmas, Insus, Dan Supra Insus)

Keberhasilan program demas, mendorong pola tersebut


ditingkatkan menjadi skala areal luas dan keikutsertaan petani
yang lebih banyak dalam program bimas (Bimbingan Masal) MT
1965-1966, dan menyusul Inmas (Intensifikasi Masal) musim
tanam 1966-1967. Pola bimas di tunjukkan untuk para petani
yang memerlukan bantuan kredit masukan produksi, sedangkan
pola Inmas untuk para petani yang mampu membeli secara tunai
masukan produksi terutama berupa bibit, pupuk buatan dan
pestisida kimia.
c. Domansi Pestisida Kimia

Teknologi panca usaha serta pemasukan pestisida kimia


sebagai salah satu paket kredit bimas mengakibatkan pola
perlidungan tanaman di Indonesia memasuki era baru, yaitu era
ketergantungan pada pestisida kimia sintetik. Petani yang
sebelumnya tidak mengenal penggunaan pestisida diharuskan
menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama utama padi
penggerek batang padi (schirpophaga incertulas) sebagai salah
satu paket teknologi bimas.
d. Pengaturan Pestisida

• Pada April 1970, pemerintah memebentuk komisi pestisida yang


bertugas:
1. Membantu menteri pertanian dalam menentukan dan
menjalankan kebijakan tentang pengelolaan pestisida.
2. Memberikan saran dan pertimbangan mengenai pestisida kepada
mentri pertanian.

Pada tahun 1973, untuk perizinan peredaran pestisida diatur dalam


PP no. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan dan Peredaran,
Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida.
Izin percobaan, izin sementara 1 tahun, dan izin tetap selama 5 tahun
• Dampak pestisida kimia terjadi peledakan hama pada tahun
1970. hama wereng coklat menyerang batang padi yang
puncak penyerangan nya pada tahun 1978. lebih dari 700.000
ha sawah diserang, dengan tingkat serangan berat sampai
puso.
e. Pembentukan Komisi Perlindungan
Tanaman
• Tahun 1977 dibentuk Panitia Pembentuk Perlindungan
Tanaman Pangan (PPPTP), : memberikan masukan kebijakan
dan teknologi kepada dirjen tanaman pangan.
• Pada bulan desember 1979,tugas dan fungsi PPPTP berubah
menjadi KPT. Yang bertugas:
1. Membantu mentri pertanian dalam hal kebijakan PHT.
2. Mengevaluasi dan memberikan pertimbangan pada mentri
pertanian.
• Tahun1981, KPT bekerjasama dengan FAO dari pemerintah
jepang dalam Proyek rintisan PHT yakni mengembangkan
PHT, dalam bentuk bantuan tenaga ahli, sarana PHT dan
perlengkapan perlindungan tanaman (proyek ATA).
• Hingga pada tahun 1986-1989, terdapat * gedung BPTPH, 26
Laboratorium PHP, 4 Laboratorium Pestisida, dan Balai
Peramalan HPT.
4. MASA KEMERDEKAAN III (1986-2004)

A. PENERAPAN PHT
Uuntuk mengamankan swsembada beras, dari hama wereng
coklat, pemerintah mengeluarkan melalui inpres 3/1986,
menginstruksikan agar melakukan 4 kebijakan:
1. Menerapkan PHT
2. Melarang menggunakan 57 insektisida untuk padi
3. Melaksanakan koordinasi pengendalian
4. Melakukan pelatihan petani dan petugas perihal PHT
Thailand, filipina dan malaysia.
b. Pelaksanaan Sekolah Lapangan PHT
Untuk padi, kedelai dan sayur (1990) dataran tinggi: kubis,
kentang; dataran rendah : cabai dan bawang merah. Untuk
perkebunan (1997): kopi, teh, kakao, lada, kapas dan jambu
mete.
Sampai tahun 2005 mencapai 130.000 petani.
FAO kerjasama dengan pemerintah menerapkan SPHT atau
Integrated Pest Management-Farmers Field School (IPM-FFS)
sejak 1993.

Anda mungkin juga menyukai