Anda di halaman 1dari 16

KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA
(KDRT)
DEFINISI KEKERASAN
o Kekerasan fisik (WHO)  tindakan fisik yang dilakukan
terhadap orang lain atau kelompok yang mengakibatkan
luka fisik, seksual dan psikologi. Tindakan itu antara lain
• Kekerasan adalah perbuatan yang dapat
berupa memukul, menendang, menampar, menikam,
berupa fisik maupun non fisik,
menembak, mendorong (paksa), menjepit
dilakukan secara aktif maupun dengan
cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki
oleh pelaku, dan ada akibat yang
merugikan pada korban (fisik atau
o Kekerasan psikologis (WHO)  penggunaan kekuasaan
psikis) yang tidak dikehendaki oleh
korban. secara sengaja termasuk memaksa secara fisik terhadap
orang lain atau kelompok yang mengakibatkan luka
fisik, mental, spiritual, moral, dan pertumbuhan social.
Tindakan kekerasan ini antara lain berupa kekerasan
verbal, memarahi/penghinaan, pelecehan dan ancaman
DEFINISI KDRT
• UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga No. 23 Tahun 2004 Pasal 1 angka 1 (UU
PKDRT) memberikan pengertian bahwa: “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”

• Menurut UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 2 lingkup rumah tangga meliputi:
1. Suami, isteri, dan anak
2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri, dan anak
karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga; dan/atau
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut
■ Kasus KDRT cenderung meningkat tiap tahun

500 KASUS KDRT DI INDONESIA


450
400
350
300

EPIDEMIOLOGI
250
200
150
100
50
0
2001 2002 2003 2004 2005

■ Kekerasan yang paling banyak dalam bentuk psikis


(45.83%)
■ Kasus kekerasan perempuan, sekitar 76% merupakan
Jurnal Perempuan edisi 45 kasus KDRT
ETIOLOGI
1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri  anggapan
bahwa suami lebih berkuasa daripada istri yang menyebabkan suami bersikap sewenang-
wenang terhadap istrinya.
2. Ketergantungan ekonomi  faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami
memaksa istri untuk menuruti semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan,
sekalipun tindakan keras dilakukan kepadanya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaan
nya dengan pertimbangan demi kelangsungan hidup dirinya dan Pendidikan anak-anaknya.
3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik biasanya kekerasan ini dilakukan
sebagai pelampiasan dari ketersinggungan ataupun kekecewaan karena tidak dipenuhinya
keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan dengan tujuan istri dapat memenuhi
keinginannya dan tidak melakukan perlawanan
4. Persaingan  dalam hal ini terjadi persaingan dalam hal Pendidikan, pergaulan, penguasaan
ekonomi yang dapat menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
5. Frustasi  terkadang suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi
tidak biasa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya.
BENTUK-BENTUK KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA

• Mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud :
1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan psikis
3. Kekerasan seksual
4. Penelantaran rumah tangga
1. Kekerasan fisik menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 6
 Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
Kekerasan fisik yang dialami korban seperti: pemukulan menggunakan tangan maupun alat seperti
(kayu, parang), membenturkan kepala ke tembok, menjambak rambut, menyundut dengan rokok atau
dengan kayu yang bara apinya masih ada, menendang, mencekik leher.

2. Kekerasan Psikis menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 7


 Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
seseorang. Kekerasan psikis berupa makian, ancaman cerai, tidak memberi nafkah, hinaan, menakut-
nakuti, melarang melakukan aktivitas di luar rumah.
3. Kekerasan seksual menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 8
 Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, maupun pemaksaan hubungan seksual terhadap salah
seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu. Kekerasan seksual seperti memaksa istri melakukan hubungan seksual walaupun istri dalam
kondisi lelah dan tidak siap termasuk saat haid, memaksa istri melakukan hubungan seks dengan
laki-laki lain.

4. Penelantaran rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 9


 Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran
seperti meninggalkan istri dan anak tanpa memberikan nafkah, tidak memberikan istri uang dalam
jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun.
ISTRI:
1. Rasa sakit fisik
2. Hilangnya gairah seks karena ketakutan
3. Merasa tertekan, shock, trauma, takut, marah, emosi
4. Terbatasan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
DAMPAK ANAK:
1. Cenderung gugup, gampang cemas, sering ngompol,
gelisah, tidak tenang, prestasi buruk
2. Mudah sakit
3. Kejam terhadap binatang, sikap kasar, perilaku agresif,
bermasalah di lingkungan
4. Menganggap bahwa kekerasan dan penganinayaan
adalah tindakan wajar
UPAYA PENANGANAN
PENDEKATAN KDRT
PREVENTIF

• Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat menerapkan cara


mendidik dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis
• Memberikan keterampilan tertentu kepada anggota keluarga untuk
secepatnya melaporkan ke pihak lain yang diyakini sanggup memberikan
pertolongan, jika sewaktu-waktu terjadi KDRT
• Mendidik anggota keluarga untuk menjaga diri dari perbuatan yang
mengundang terjadinya KDRT
• Membagun kesadaran kepada semua anggota keluarga untuk takut kepada
akibat yang ditimbulkan KDRT
• Membekali calon suami istri atau orangtua baru untuk menjamin kehidupan
yang harmonis, damai, dan saling pengertian, sehingga dapat terhindar dari
perilaku KDRT
• Melakukan filter terhadap media massa, baik cetak maupun elektronik,
yang menampilkan informasi kekerasan
• Mendidik, mengasuh dan memperlakukan anak sesuai dengan jenis
kelamin, kondisi, dan potensinya
• Menunjukkan rasa empati dan rasa peduli terhadap siapapun yang
terkena KDRT, tanpa sedikitpun melemparkan kesalahan terhadap
korban KDRT
• Mendorong dan menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk lebih
peduli dan responsive terhadap kasus-kasus KDRT yang ada di
lingkungannya
PENDEKATAN
KURATIF

• Memberikan sanksi secara edukatif kepada pelaku KDRT sesuai dengan


jenis dan tingkat berat atau ringannya pelanggaran yang dilakukan,
sehingga tidak hanya berarti bagi pelaku KDRT saja, tetapi juga bagi korban
dan anggota masyarakat lainnya
• Menentukan pilihan model penanganan KDRT sesuai dengan kondisi
korban KDRT dan nilai-nilai yang ditetapkan dalam keluarga, sehingga
penyelesaiannya memiliki efektivitas yang tinggi
• Membawa korban KDRT ke dokter atau konselor untuk segera
mendapatkan penanganan sejak dini, sehingga tidak terjadi luka dan trauma
psikis sampai serius
• Menyelesaikan kasus-kasus KDRT untuk sesegera mungkin
melakukan pertaubatan diri kepada Tuhan, akan kekeliruan
dan kesalahan dalam berbuat kekerasan dalam rumah tangga,
sehingga dapat menjamin rasa aman bagi semua anggota
keluarga
• Pemerintah perlu terus bertindak cepat dan tegas terhadap
setiap praktik KDRT dengan mengacu pada UU tentang
PKDRT, sehingga tidak berdampak jelek bagi kehidupan
masyarakat.
■ Upaya untuk penguatan korban kekerasan dalam rumah
tangga agar lebih berdaya baik secara fisik atau psikis
■ Korban mendapatkan pelayanan dari
1. Tenaga kesehatan  memeriksa, perawatan luka,
PEMULIHA memulihkan dan rehabilitasi korban
2. Pekerja sosial
N KORBAN 3. Relawan pendamping

KDRT 4. Pembimbing rohani


■ Kegiatan pemulihan
1. Pelayanan kesehatan
2. Pendampingan korban
UU no. 23 th 2004 th pasal 39, 40, 41, 42
PP PKPKKDRT pasal 2 ayat 1 dan pasal 4 3. Konseling
4. Bimbingan rohani
5. resosialisasi
PERLINDUNGAN SAKSI UU no. 23 th 2004 pasal 10
DAN KORBAN KDRT

■ Berhak mendapatkan:
1. Mendapatkan perlindungan dari keluarga, polisi, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga social, atau pihak lain
2. Pelayanan kesehatan
3. Penanganan mengenai kerahasiaan korban
4. Pendampingan oleh pekerja social dan bantuan hokum sesuai dengan UU
5. Pelayanan bimbingan rohani
PERLINDUNGAN SAKSI UU no. 23 th 2004 pasal 15
DAN KORBAN KDRT

■ Adanya orang yang melihat, mendengar, mengetahui kejadiannya wajib melakukan


upaya:
1. Mencegah berlangsung tindakan pidana
2. Memberikan perlindungan terhadap korban
3. Memberikan pertolongan darurat
4. Membantu proses pengajuan permohonan perlindungan

Anda mungkin juga menyukai