Raja / Keraton yang diselenggarakan dalam rangka menghormati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW Sekaten hanya dilakukan di keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta MAKNA KATA SEKATEN Dari Bahasa Jawa pada jaman Majapahit mengacu kata “Sekati” satuan berat 680 kg sebagai ilustrasi beratnya perangkat gamelan yang digunakan. Dari Bahasa arab merujuk kata “Syahadatain” yang berarti dua kalimat syahadat Sejarah Sekaten
Sudah dilakukan dari Jaman Majapahit (akhir
abad 14 atau awal abad 15) dengan tujuan agar negara/ kerajaan diberi perlindungan dan keselamatan dari tuhan. Sekitar abad 15 Islam mulai muncul dan mulai berdiri kerajaan Demak. Setiap tanggal 5 – 12 bulan maulud diadakan perayaan hari kelahiran nabi Muhammad. Dan selanjutnya dengan diiringi gamelan. Sejarah Sekaten Beberapa acara penting perayaan ini adalah dimainkannya gamelan pusaka di halaman Masjid Agung masing-masing keraton, pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad dan rangkaian pengajian di serambi Masjid Agung dan, puncaknya, Garebeg Mulud sebagai bentuk syukur pihak istana dengan keluarnya sejumlah gunungan untuk diperebutkan oleh masyarakat. Perayaan ini dimeriahkan pula oleh pasar malam (biasa disebut "Sekatenan") yang berlangsung selama sekitar 40 hari, dimulai pada awal bulan Sapar (Safar). Pada hari pertama, upacara diawali saat malam hari dengan iring-iringan abdi dalem (punggawa kraton) bersama-sama dengan dua set gamelan Jawa Kyai guntur sari dan Kyai Guntur madu. Kedua set gamelan ini akan dimainkan secara bersamaan sampai dengan tanggal 11 bulan Mulud, selama 7 hari berturut-turut. Pada malam hari terakhir, kedua gamelan ini akan dibawa pulang ke dalam Kraton. Acara puncak peringatan Sekaten ini ditandai dengan Grebeg Muludan yang diadakan pada tanggal 12 Rabiul Awal. Dengan dikawal oleh 10 macam bregada (kompi) prajurit Kraton. Sebuah gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan, dan buah- buahan serta sayur-sayuan akan dibawa dari istana. Setelah didoakan, gunungan yang melambangkan kesejahteraan ini dibagikan kepada masyarakat yang menganggap bahwa bagian dari gunungan ini akan membawa berkah bagi mereka. Bagian gunungan yang dianggap sakral ini akan dibawa pulang dan ditanam di sawah/ladang agar sawah mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan malapetaka. Dua hari sebelum acara Grebeg Muludan, suatu upacara Numplak Wajik diadakan di halaman istana . Upacara ini berupa kotekan atau permainan lagu dengan memakai kentongan, lumpang (alat untuk menumbuk padi), dan semacamnya yang menandai awal dari pembuatan gunungan yang akan diarak pada saat acara Grebeg Muludan nantinya.