Anda di halaman 1dari 27

TRIAGE

SALMA AF-18112
DEFINISI
◦ Triage adalah proses memprioritaskan perawatan pasien selama peristiwa korban massal. [ATLS]
◦ Proses khusus memilah Pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis
penanganan/intervensi kegawatdaruratan berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
tersedia serta mengatur prioritas pengelolaan korban dalam jumlah yang banyak.
◦ Tindakan ini berdasarkan prioritas ABC (Airway dengan kontrol servikal, Breathing dan Circulation
dengan kontrol perdarahan) yang merupakan proses yang bersinambungan sepanjang pengelolaan
medik gawat darurat.
◦ Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba atau berada ditempat dan
tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah
Prinsip Triase
1. Derajat ancaman jiwa
Pasien yang terancam jalan pernapasannya, lebih diprioritaskan dari pada pasien yang terganggu
sirkulasi atau neurologinya
2. Beratnya cedera
Sebagai contoh, fraktur pada satu tulang prioritas lebih rendah dibandingkan bisa fraktur tersebut
disertai dengan perdarahan
3. Kemungkinan terselamatkan
Pasien dengan cedera hebat tidak selalu menduduki prioritas utama, harus dipertimbangkan
kemungkinan pasien akan bertahan hidup atau tidak.
4. Sumber daya
Pasien yang kebutuhannya melampaui kapabilitas sumber daya, mendapat prioritas rendah sampai
kebutuhan sumber daya tersebut terpenuhi.
5. Waktu, jarak, lingkungan
- Cedera yang dapat dikelola dengan cepat, meskipun beratnya cedera tergolong ringan dan ancamannya minimal
terhadap jiwa, dapat mempunyai prioritas tinggi karena pendeknya waktu yang diperlukan untuk mengatasi masalah
yang teridentifikasi.
- Jarak dan faktor lingkugan dalam perjalanan membawa pasien ke tempat terapi definitif juga perlu
dipertimbangkan.
Triase di Lapangan
◦ Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:           

1. Triase di Tempat (Triase satu)         

- Triase di tempat dilakukan di “tempat korban ditemukan” atau pada tempat penampungan yang
dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama atau Tenaga Medis Gawat Darurat.
- Triase di tempat mencakup pemeriksaan, klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos
medis lanjutan.          

2. Triase Medik (Triase dua)    

- Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis yang berpengalaman
(sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir
oleh dokter bedah).
- Tujuan triase medik adalah menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
3. Triase Evakuasi (Triase Ketiga)                       

- Triase ini ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah Sakit yang telah siap menerima
korban bencana massal.
- Jika pos medis lanjutan dapat berfungsi efektif, jumlah korban dalam status “merah” akan berkurang, dan
akan diperlukan pengelompokan korban kembali sebelum evakuasi dilaksanakan.
- Tenaga medis di pos medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan Pos Komando dan Rumah Sakit tujuan
berdasarkan kondisi korban akan membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan terlebih
dahulu, Rumah Sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.
Klasifikasi Sistem Triase
1. Triase primer: untuk menilai pasien di lapangan untuk menentukan siapa yang harus
dievaluasi untuk perawatan medis lebih lanjut dan dalam urutan apa.
2. Triase sekunder: untuk menentukan pasien mana yang akan menerima perawatan, dalam
urutan apa, dan apakah perawatan awal akan dilakukan di fasilitas medis atau di lapangan jika
ada keterlambatan transportasi yang signifikan
Kategori Triase Primer
1. Merah (segera) cedera yang mengancam jiwa yang memerlukan intervensi dan/atau operasi segera.
C/ gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan
berat, luka bakar berat
Pasien nonambulatorik dengan:
• Pernapasan > 30 kali/menit.
• Tidak teraba nadi radialis.
• Tidak bisa mengikuti perintah.
- Kuning (tertunda) cedera yang dapat mengancam jiwa atau anggota tubuh jika perawatan tertunda
lebih dari beberapa jam.
C/ cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera
kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan
- Hijau (rawat jalan)  menderita luka ringan.
C/ dislokasi ekstremitas, cedera maksilofasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis
- Hitam  pasien yang sudah meninggal dan tidak mungkin diresusitasi.
Triage System
1. Simple Triage And Rapid Treatment (START)
◦ Merupakan Instrument triase yang paling umum digunakan
◦ Sistem ini dirancang untuk pasien dewasa dalam pengaturan pra-rumah sakit, idealnya memungkinkan
penyedia untuk melakukan triase setiap pasien dalam <30 detik, dengan tujuan menemukan pasien yang
paling sakit atau "segera".
2. JumpSTART
• Versi START yang dimodifikasi untuk menilai anak usia 1–8 tahun.
• Status mental diukur dengan skala AVPU (Peringatan, merespons Suara, merespons Nyeri, Tidak Responsif).

3. SALT (Sort, Assess, Lifesaving interventions, Treatment/transport)


◦ Penilaian singkat mencakup pembukaan jalan napas, BLS, kontrol perdarahan, dekompresi dada, dan autoinjector
antidotes.
◦ Kategorisasi ke dalam salah satu dari lima kategori (immediate, expectant, delayed, minimal, or deceased).

4. CareFlight
• Mirip dengan metode START
• Frekuensi pernapasan tidak dievaluasi.
• Penilaian status mental dilakukan sebelum penilaian sirkulasi.
5. Triage sieve
• Mirip dengan metode START.
• Tidak mengukur tingkat kesadaran.
• Termasuk denyut jantung >120 denyut/menit dan laju pernafasan <10 atau >29 sebagai kriteria untuk
kategori segera (merah).

6. Sacco Triage Method (STM)


• Sistem berbasis komputer yang dirancang untuk memperkirakan kemungkinan pasien mengalami perburukan dengan
memperhitungkan parameter fisiologis dan sumber daya yang tersedia.
• Skor Sacco dihitung berdasarkan frekuensi pernapasan pasien, detak jantung, dan respons motorik terbaik.
Membutuhkan penggunaan komputer untuk perhitungan.
• Pasien dibagi menjadi tiga kelompok:
◦ • Kelompok 1 - kemungkinan bertahan hidup <35 persen,
◦ • Grup 2 – kemungkinan bertahan hidup 49–85 persen,
◦ • Kelompok 3 – kemungkinan bertahan hidup >90 persen
Secondary Triage System
◦ Dilakukan untuk membantu penyedia layanan kesehatan lebih memprioritaskan korban untuk perawatan dengan
sumber daya ataupun transportasi yang sangat terbatas karena korban massal, pasien yang mengalami cedera
akan terus memburuk dan berkembang.
◦ Korban dinilai menggunakan triase sekunder dengan urutan keparahan telah ditetapkan oleh triase primer.
◦ Instrumen :
1. Secondary Assessment of Victim Endpoint (SAVE)
◦ Tujuan : memperkirakan kemungkinan bertahan hidup dan memprioritaskan pengobatan.
◦ Perawatan diprioritaskan dengan kemungkinan bertahan hidup >50 persen, dengan sumber daya yang
tersedia.
◦ Menggunakan alat yang ada seperti Glasgow Coma Score, limb-salvage score, and burn-survivability data
untuk memperkirakan kemungkinan bertahan hidup.
◦ Juga akan mengidentifikasi mereka yang tidak akan menerima perawatan.
◦ skema keputusan triase lapangan
Prosedur Triase Di RS
a) Pasien datang diterima tenaga kesehatan di IGD Rumah Sakit
b) Di ruang triase dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan derajat
kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan cara:

(1) Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien


(2) Menilai kebutuhan medis
(3) Menilai kemungkinan bertahan hidup
(4) Menilai bantuan yang memungkinkan
(5) Memprioritaskan penanganan definitive
c) Namun bila jumlah Pasien lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di
depan gedung IGD Rumah Sakit).
◦ Pasien dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan memberi kode warna:
(1) Kategori merah
◦ Prioritas pertama (area resusitasi)  Pasien cedera berat mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup
bila ditolong segera.

(2) Kategori kuning


◦ Prioritas kedua (area tindakan)  Pasien memerlukan tindakan defenitif tidak ada ancaman jiwa segera.

(3) Kategori hijau


◦ Prioritas ketiga (area observasi)  Pasien degan cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau
mencari pertolongan.

(4) Kategori hitam


◦ Prioritas nol  Pasien meninggal atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.
◦ Kategori merah  dapat langsung diberikan tindakan di ruang resusitasi, tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, Pasien dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau di rujuk ke Rumah Sakit lain.
◦ Kategori kuning  yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah Pasien dengan kategori merah selesai ditangani.
◦ Kategori hijau  dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
Pasien diperbolehkan untuk dipulangkan.
◦ Kategori hitam  dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
◦ Rumah Sakit harus mampu:
a)Mengkategorikan status Pasien, apakah masuk ke dalam kategori merah, kuning, hijau atau hitam
berdasarkan prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini
berdasarkan prioritas ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Environment).
b) Menilai ulang terus menerus (status triase karena kondisi Pasien berubah maka dilakukan retriase).
c) Menggunakan Tag Triase (pemberian label pada Pasien) karena sangat penting untuk menentukan
prioritas pelayanan apabila Rumah Sakit tersebut melayani Pasien saat terjadi bencana alam ataupun
kejadian bencana lainnya yang terdapat Pasien dalam jumlah banyak.
EVAKUASI
Definisi
Evakuasi adalah upaya memindahkan Pasien dari lokasi kejadian ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai
kebutuhan medis Pasien dengan menggunakan ambulans transportasi atau ambulans Gawat Darurat disertai
dengan upaya menjaga resusitasi dan stabilisasi.
Apabila tidak terdapat ambulans transportasi atau ambulans Gawat Darurat, evakuasi medik dapat dilakukan
dengan menggunakan alat transportasi lain di sekitar lokasi kejadian dengan tetap melakukan upaya menjaga
resusitasi dan stabilisasi.
Ambulans Gawat Darurat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan standar, yang meliputi persyaratan
kelayakan jalan kendaraan, kelengkapan peralatan medis, kelengkapan peralatan nonmedis, dan ketenagaan
yang meliputi tenaga kesehatan dan tenaga nonkesehatan.
Beberapa hal yang harus dipersiapkan dalam merencanakan evakuasi
1. Mempersiapkan tim bantuan medis
2. Data
Perlu adanya infomasi mengenai suatu bencana seperti
2.1.Kronologis
2.2.Jumlah korban
2.3.Jumlah kerusakan
2.4.Upaya penanggulangan yang sudah dilakukan
2.5.Akses ke lokasi
2.6.Pelayanan darurat yang dibutuhkan
Langkah-Langkah kegiatan evakuasi
a. Tim evakuasi menuju lokasi bencana bersama tim pencarian dan tim penolong;
b. Memindahkan korban bencana keluar dari sumber bencana ke tempat yang lebih aman
untuk mendapat tindakan selanjutnya;
c. Memberikan pengobatan sementara kepada korban bencana selama dalam perjalanan;
d. Memberikan dukungan sosial dan psikologis kepada korban bencana;
e. Melaporkan kegiatan evakuasi secara berkala per 3 jam atau per 6 jam atau sesuai kondisi.
Syarat Tempat Evakuasi
◦ Bantuan penampungan/ hunian sementara biasanya diberikan dalam bentuk tenda-tenda, barak, atau
gedung fasilitas umum/sosial, seperti tempat ibadah, gedung olah raga, balai desa, dan sebagainya, yang
memungkinkan untuk digunakan sebagai tempat tinggal sementara.
◦ Adapun persyaratan minimum sebuah bangunan yang layak dijadikan sebagai bangunan evakuasi telah
diatur sebagai berikut (National Disaster Manegement Authority (BNPB) 2008):
1. Berukuran 3 (tiga) meter persegi/orang.

2. Memiliki persyaratan keamanan dan kesehatan.

3. Memiliki aksesibititas terhadap fasilitas umum.

4. Menjamin privasi antar jenis kelamin dan berbagai kelompok usia.

5. Sebuah tempat sampah berukuran 100 liter untuk 10 keluarga, atau barang lain dengan jumlah yang
setara

6. Satu jamban keluarga digunakan maksimal untuk 20 orang.

7. Satu tempat yang dipergunakan untuk mencuci pakaian dan peralatan rumah tangga, paling banyak
dipakai untuk 100 orang.

8. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per/hari


Evakuasi Korban Fraktur
Sebelum terapi definitive fraktur dilakukan, perhatian ditujukan pada pertolongan pertama prinsip (Advanced
Trauma Life Support (ATLS), penilaian klinis pasien dengan kemungkinan adanya luka atau komplikasi, dan
resusitasi.

Pertolongan Pertama:
1. Memastikan jalan nafas bersih
2. Memastikan apakah ada perdarahan eksternal
Sangat jarang kasus perdarahan yang memerlukan torniket. Semua perdarahan biasa dapat dikontrol dengan
membebat rapat luka, hanya jika perdarahan hebat dengan kondisi pasien berbaring yang memerlukan tekanan dari
torniket.
Penekanan daerah perdarahan arteri utama di ujung tungkai juga dapat dilakukan untuk mengontrol perdarahan
3. Membersihkan luka
4. Menyediakan alat imobilisasi untuk fraktur lengan dan tungkai.
2 prinsip pembidaian yaitu jika terdapat fraktur pada sendi maka pembidaian pada 2 tulang dan jika fraktur
pada tulang maka pembidaian melewati2 sendi
5. Membuat pasien nyaman selama menunggu bantuan/ambulan datang
Apabila perlu memindahkan pasien dengan fraktur tulang yang panjang, lakukan traksi untuk meringankan
nyeri.
Apabila ada fraktur spinal column, penanganan kemudian pindahkan, untuk mencegah keparahan lebih
lanjut.
Maka penting untuk mencegah fleksi dan ekstensi spinal karena dapat membuat pergeseran. Mempersiapkan
proteksi leher berupa cervical collar sebelum memindahkan pasien.

Anda mungkin juga menyukai