Kriteria Sist Jam Halal

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 34

KRITERIA SISTEM JAMINAN HALAL

Dr. Zilhadia,M.Si.,Apt

Profesi Apoteker
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kriteria

Definisi Kriteria adalah: Pernyataan yang


menjadi syarat kunci bahwa perusahaan
memenuhi kehalalan produk.

SJH: Bagaimana meyakinkan masyarakat


bahwa produk konsisten halal selama
masa berlaku sertifikat halal
MANFAAT PENERAPAN SJH

1. Menjamin kehalalan produk selama


berlaku sertifikat halal MUI.
2. Timbul kesadaran internal dan
perusahaan memiliki pedoman
berkesinambungan untuk proses produksi
halal.
3. Memberi jaminan dan ketentraman bagi
masyarakat.
4. Mencegah kasus ketidakhalalan produk
bersertifikat halal.
5. Mendapatkan Reward
Bahan

Proses SDM

SJH

Prosedu
Produk
r
PRINSIP SJH

Honest
Trust

Partisipatif

Absolute
KRITERIA MELIPUTI 11
KATEGORI
Menurut LPPOM MUI yang termuat dalam
HAS23000 yaitu:
 Kebijakan Halal
 Tim Manajemen Halal
 Pelatihan dan Edukasi
 Bahan
5. Produk
6. Fasilitas Produksi
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
8. Kemampuan Telusur (Traceability)
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi
Kriteria
10. Audit Internal
11. Kaji Ulang Manajemen.
1. KEBIJAKAN HALAL
 Pimpinan
perusahaan /manajemen
puncak harus membuat
kebijakan halal tertulis
 Kebijakan halal
disosialisasikan kepada
semua pihak yang
berkepentingan
2. TIM MANAGEMENT HALAL

 Manajemen halal mempunyai kewenangan untuk


menyusun, mengelola, dan mengevaluasi Sistem
Jaminan Halal.
 Tugas, tanggung jawab dan wewenang
didefinisikan secara jelas dan dimengerti oleh
semua pihak terlibat.
 Tim Manajemen Halal harus mencakup semua
bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis.
 Tersedia sumber daya yang diperlukan untuk
penyusunan, penerapan dan perbaikan
berkelanjutan Sistem Jaminan Halal.
3. PELATIHAN DAN EDUKASI

 Perusahaan harus mempunyai prosedur


tertulis pelaksanaan pelatihan untuk
semua personel yang terlibat dalam
aktivitas kritis, termasuk karyawan baru.
 Pelatihan (internal atau eksternal) harus
dilaksanakan secara terjadwal minimal
setahun sekali atau lebih sering jika
diperlukan.
 Perusahaan harus mengikuti pelatihan
dari LPPOM MUI
Perusahaan baru: sebelum audit
Perusahaan pemegang SJH: 2 tahun sekali
 Pelaksanaan pelatihan harus mencakup
criteria kelulusan untuk menjamin
kompetensi personel.
 Bukti pelaksanaan pelatihan harus
dipelihara.
4.BAHAN

Bahan dikelompokkan menjadi 3 bagian:


 Bahan baku: bahan yang menjadi bahan
utama dalam suatu sediaan.
 Bahan tambahan: bahan yang ikut dalam
proses produksi dan ada di dalam produk
akhir
 Bahan penolong: bahan yang terlibat
dalam proses produksi tapi tidak ada
dalam produk akhir
V.PRODUK

 Merk/nama produk tidak boleh menggunakan


nama yang mengarah pada sesuatu yang
diharamkan atau ibadah yang tidak sesuai dengan
syariah Islam.
 Karakteristik/profil sensori produk tidak boleh
memiliki kecendrungan bau atau rasa yang
mengarah kepada produk haram atau yang telah
dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI.
 Produk pangan eceran (retail) dengan merk sama
yang beredar di Indonesia harus didaftarkan
seluruhnya untuk sertifikasi, tidak boleh jika
hanya didaftarkan sebagian.
VI. FASILITAS PRODUKSI

1. Semua nama dan alamat pabrik/fasilitas yg digunakan


harus terdaftar, baik perusahaan sendiri ataupun
maklon.
2. Lini dan peralatan produksi tdk boleh digunakan
bergantian utk memproduksi produk halal dan produk
haram.
3. Lini dan peralatan yg pernah digunakan utk
memproduksi produk yang mengandung babi dan
turunannya, jika digunakan utk produksi halal, harus
dibersihkan 7x, salah satunya menggunakan tanah.
4. Lini dan peralatan produksi yg digunakan secara
bersamaan antara produk yg disertifikasi dan tidak, tapi
bukan dari babi dan turunannya harus
dicuci/dibersihkan utk meyakinkan tdk terjadi
kontaminasi silang.
5. Bahan dan produk yg disimpan di gudang sementara
harus menjamin tdk terjadi kontaminasi silang.
6. Metode sampling (utk bahan/produk) menjamin bahwa
tdk terjadi kontaminasi dengan bahan dari babi dan
turunannya.
7. Fasilitas pencucian tdk digunakan bersamaan atau
bergantian dengan peralatan yg kontak dengan bahan
mengandung babi atau turunannya
VII. PROSEDUR TERTULIS
UNTUK AKTIVITAS KRITIS
Aktivitas Kritis:
Proses produksi yang terkait yg dapat berpengaruh terhadap status
kehalalan dari produk.
 Terdapat prosedur tertulis yang terkait dengan penerapan aktivitas
kritis.
 Prosedur tertulis dikomunikasikan kepada seluruh pihak yang
terlibat pada aktivitas kritis dan dievaluasi sedikitnya sekali
setahun.
 Hasil evaluasi diberikan kepada semua pihak yang bertanggung
jawab pada tiap aktivitas kritis.
 Tindakan koreksi dijalankan pada batas waktu yang jelas
Seleksi Bahan Baru

 Perusahaan memiliki prosedur tertulis utk


pemilihan bahan baru.
 Prosedur seleksi harus menjamin bahwa
bahan yg akan digunakan utk produk yang
terdaftar telah mendapat persetujuan
LPPOM MUI.
 Bukti persetujuan bahan baru dipelihara.
Pembelian (Purchasing)

 Perusahaan harus memiliki prosedur tertulis dari


pembelian bahan.

 Prosedur harus menjamin bahwa bahan yang dibeli


utk digunakan pada produk yang disertifikasi telah
disetujui LPPOM MUI.

 Bukti pembelian bahan dipelihara.


Formula Produk

 Perusahaan memiliki prosedur tertulis


untuk formulasi produk.

 Perusahaan memiliki formula standar yang


tertulis.

 Prosedur utk formulasi produk harus


menjamin bahwa semua bahan yang
digunakan disetujui oleh LPPOM MUI
Pengecekan Bahan Datang

 Terdapat prosedur tertulis untuk mengecek bahan


yang datang.

 Prosedur dapat menjamin kesesuaian dengan


informasi yg ada di dokumen pendukung dengan
label pada kemasan.

 Informasi mencakup nama bahan, produsen,


negara asal, logo halal jika dokumen pendukung
menyatakan harus ada logo.
Pengecekan Bahan Datang
(lanjutan)
 Untuk bahan dengan sertifikat halal per
pengapalan, pengecekan bahan harus
meyakinkan kesesuaian informasi yg
dinyatakan di sertifikat dengan di label.

 Bukti pengecekan dipelihara.


Produksi

 Terdapat prosedur produksi yang tertulis


 Prosedur produksi menjamin bahwa
semua bahan yang digunakan disetujui
oleh LPPOM MUI.
 Prosedur menjamin bahwa formula yang
digunakan sesuai dengan formula standar.
 Bukti/catatan produksi dipelihara.
Pencucian Alat (Cleaning)

 Terdapat prosedur tertulis pencucian


fasilitas dan alat produksi.
 Prosedur menjamin tidak terjadi
kontaminasi dari bahan haram/najis.
 Bahan pembersih tidak mengandung najis.
 Bukti pembersihan dipelihara.
Penyimpanan (Storage)

 Terdapat prosedur tertulis penyimpanan


bahan dan produk.
 Prosedur penyimpanan menjamin tidak
terjadi kontaminasi bahan haram/najis
 Bukti penyimpanan bahan dan produk
dipelihara.
VIII. PENANGANAN PRODUK
YANG TIDAK SESUAI KRITERIA
 Terdapat prosedur tertulis untuk
menangani produk produk yang telah
dibuat dari bahan dan fasilitas yang tdk
memenuhi kriteria.
 Produk yg tidak memenuhi kriteria tidak
dijual kepada konsumen yg membutuhkan
produk halal.
 Produk yg telah dijual ditarik kembali.
 Bukti penanganan produk untuk produk
yang tidak memenuhi kriteria dipelihara.
IX. MAMPU TELUSUR
(Traceability)
 Terdapat prosedur tertulis utk menjamin mampu telusur
dari produk yang disertifikasi.
 Prosedur dpt meyakinkan bahwa produk yg disertifikasi
berasal dari bahan yg telah disetujui dan diproduksi
pada fasilitas yang sesuai dengan kriteria.
 Jika menerapkan sistem pengkodean, maka harus
menjamin bahwa: bahan dengan kode yg sama memiliki
status halal yang sama, mampu telusur dari informasi
bahan pada aktivitas kritis.
 Jika terdapat bahan re-label, maka kesesuaian
informasi yang tercantum pada label baru dengan label
asli harus terjamin.
X.AUDIT INTERNAL

 Terdapat prosedur tertulis audit internal


pelaksanaan SJH.
 Dilaksanakan minimal setiap 6 bulan.
 Dilakukan oleh AHI (Auditor Halal
Internal) yg independen pada wilayah yg
akan diaudit.
 Hasil audit internal disampaikan kpd pihak
yg bertanggungjawab terhadap kegiatan
audit
AUDIT INTERNAL

 Tindakan koreksi dan batas waktu


pelaksanaannya harus ditetapkan.
 Hasil tindakan koreksi harus dipastikan
menyelesaikan kelemahan dan
menghindari terulangnya kembali.
 Hasil audit internal dilaporkan ke LPPOM
MUI dlm bentuk laporan berkala.
 Bukti pelaksanaan audit internal harus
dipelihara.
XI.KAJI ULANG MANAJEMEN

 Pimpinan perusahaan/manajemen puncak melakukan


kaji ulang terhadap efektivitas SJH sedikitnya 1
kali/tahun.
 Hasil evaluasi disampaikan kepada pihak yg bertanggung
jawab.
 Tindak lanjut penyelesaian dan batas. waktunya
ditetapkan dg jelas.
 Bukti kaji ulang manajemen dipelihara.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai