Quraizhah Dan Perjanjian Hudaibiyyah 1. Pengiriman Pasukan ‘Abdullâh Bin ‘Atik Untuk Membunuh Sallâm Bin Abil-Huqaiq (Abu Râfi’) Abu Râfi’ termasuk orang yang memprovokasi pasukan sekutu untuk memerangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ijin kepada suku Khazraj untuk membunuh Abu Râfi’ dan melarang membunuh anak-anak dan wanita. Lima orang dari suku Khazraj berangkat menuju benteng Abu Râfi’ di Khaibar untuk membunuhnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan ‘Abdullâh bin ‘Atik sebagai pemimpin pasukan kecil ini. ‘Abdullah bin “Atik kemudian berhasil membunuh Abu Rafi tanpa melukai anggota keluarganya yang lain. 2. Pengiriman Pasukan Muhammad Bin Maslamah Menuju Suku Qurtha Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muhammad bin Maslamah bersama 30 pasukan berkuda untuk menyerang suku Qurtha. Pasukan itu berjalan pada malam hari dan bersembunyi di siang hari sehingga akhirnya bisa melakukan serangan kepada mereka secara mendadak. Pasukan ini juga membawa ghanimah (rampasan perang) berupa onta dan kambing. Di tengah jalan mereka bertemu dengan Tsumâmah bin ‘Utsâl al-Hanafi, pemuka Bani Hanifah, dan mereka pun menawannya meski mereka tidak mengenalnya. Tsumamah kemudian masuk Islam, diikuti oleh suku Quraisy lainnya. 3. Perang Bani Lahyân Bani Lahyân adalah orang-orang yang berkhianat kepada Khubaib dan sahabat-sahabatnya pada perang Rajî. Ketika kekuatan pasukan Ahzâb melemah, beliau memandang telah tepat waktu untuk menyerang Bani Lahyan guna membalas kematian para sahabat di dalam perang Rajî’. Maka beliau pun keluar menuju Bani Lahyan dengan 200 Sahabat. Dalam perang ini, beliau menggunakan strategi ta’miyah, yaitu beliau berpura-pura ingin menuju Syam, kemudian mempercepat perjalanan hingga sampai di lembah Bathni Ghurran tempat di mana sahabat- sahabatnya terbunuh. Beliau pun berdoa memohonkan rahmat untuk mereka. Ternyata Bani Lahyân telah mendengar perihal kedatangan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sehingga mereka pun melarikan diri ke puncak-puncak gunung. Karenanya, beliau tidak mampu menangkap seorang pun dari mereka. Kemudian beliau pun pergi menuju ‘Ushfân dan mengutus pasukan berkuda menuju Kurâ’il Ghamîm, agar kaum Quraisy mengetahuinya, dan rasa takut pun memasuki hati-hati mereka, dan untuk menampakkan kekuatan beliau kepada mereka. Di tempat ini, ‘Ushfan bertemu dengan sekelompok pasukan dari kaum musyrikin yang dipimpin oleh Khâlid bin Walîd, kemudian Nabi mendirikan shalat Zhuhur bersama Sahabat. Melihat itu, kaum musyrikin berkata, “Sungguh mereka dalam keadaan yang memungkinkan kita untuk menyerang mereka, telah datang kepada mereka sholat yang lebih mereka cintai daripada anak dan jiwa mereka”. Maka, Malaikat Jibril pun turun kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa wahyu firman Allâh Azza wa Jalla tentang sholat khauf surat an-Nisâ/4:102: Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan menyandang senjata mereka, kemudian apabila mereka (yang salat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang lain yang belum salat, lalu mereka salat denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata mereka. Orang-orang kafir ingin agar kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu sekaligus. Dan tidak mengapa kamu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit, dan bersiap siagalah kamu. Sungguh, Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu 4. Pengiriman Pasukan ‘Ukasyah Bin Mihshân Menuju Ghamr: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus ‘Ukkâsyah bin Mihshân bersama 40 orang menuju Ghamr (nama sebuah sumber air milik Bani Asad-red) pada bulan Rabi’ul Awwal atau Rabi’ul Akhir tahun 6 H. Mereka pun bergegas, akan tetapi musuh mengetahui hal tersebut dan melarikan diri. Maka ‘Ukkasyah pun singgah di tempat air mereka dan mengirim mata-mata sehingga mereka mendapatkan sebagian hewan ternak mereka, yang berupa 200 onta, dan membawanya ke Madinah. 5. Pengiriman Pasukan Muhammad Bin Maslamah Menuju Dzul Qashshah Pada bulan Rabi’uts Tsâni tahun ke 6 H, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muhammad bin Maslamah bersama sepuluh orang dari para Sahabat menuju kabilah Bani Tsa’labah dan ‘Uwâl. Namun, kaum yang dituju telah bersembunyi untuk bersiap menyerang pasukan Muhammad bin Maslamah. Ketika ia dan para sahabat tertidur, mereka pun menyerang dan membunuh seluruh pasukan Muhammad bin Maslamah. Adapun Muhammad bin Maslamah, dia terluka dan mereka menyangka telah mati, kemudian lewatlah seseorang melewati mayat-mayat tersebut lalu beristirjâ’, Muhammad bin Maslamah mendengarnya lalu dia pun bergerak, ternyata orang yang lewat tersebut adalah seorang Muslim. Lelaki itu memberinya makanan dan minuman dan kemudian membawanya ke Madinah. Selanjutnya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Abu ‘Ubaidah bin Jarrâh bersama 40 orang menuju tempat tersebut, akan tetapi tidak mendapatkan seorang pun, dan hanya mendapatkan onta dan kambing, dan membawanya pulang. 6. Pengiriman Pasukan Zaid Bin Haritsah Menuju Bani Sulaim Di Jamûm Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya pada bulan Rabi’ul Akhir tahun 6 H. Zaid dan pasukannya berjalan hingga sampai di Jamûm dan mereka mendapatkan seorang wanita dari Bani Muzaniyah yang bernama Halîmah. Wanita ini menunjukkan tempat tinggal Bani Sulaim. Di tempat itu, mereka mendapatkan onta, kambing, dan tawanan dan di antara tawanan yang ditangkap adalah suami Halîmah al-Muzaniyyah. Ketika Zaid Radhiyallahu anhu pulang dengan membawa apa yang didapat, Rasûlullâh membebaskan Halîmah dan suaminya. 7. Pengiriman Pasukan Zaid Bin Haritsah Menuju Daerah ‘Ish. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Zaid pada bulan Jumâdil Ula tahun 6 H dengan 170 pasukan untuk menghadang rombongan kafilah dagang Quraisy yang beliau dengar bertolak dari Syam. Pasukan ini berhasil menghadangnya dan mengambil bawaannya, dan mereka dapat mengambil perak yang banyak milik Shafwân bin Umayyah, dan menawan orang-orang di kafilah dagang itu. Di antara mereka adalah Abul Ash bin Rabi’. Pasukan membawa mereka semua ke Madinah. Kemudian Abul Ash meminta jaminan keamanan kepada istrinya, Zainab binti Rasûlullâh, maka dia pun memberinya dan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerimanya dan mengembalikan apa yang telah diambil darinya. Selanjutnya, Abul Ash pulang ke Mekah dan menunaikan hak kepada setiap orang yang memilikinya, kemudian dia mengucapkan dua kalimat syahadat, dan berkata: “Tidak ada yang menghalangiku untuk tinggal di Madinah kecuali aku takut kalian menyangka bahwa aku masuk Islam untuk dapat membawa pergi harta kalian”. Setelah itu, dia pergi ke Madinah, maka Rasûlullâh pun mengembalikan Zainab kepadanya dengan pernikahan yang dahulu. 8. Pengiriman Pasukan Zaid bin Hâritsah menuju Tharif Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim Zaid bin Hâritsah Radhiyallahu anhu pada bulan Jumadil Akhir tahun 6 H bersama 15 orang menuju Bani Tsa’labah di Tharif. Zaid mendapatkan onta-onta dan kambing-kambing, sementara para penduduknya melarikan diri karena takut. Karenanya, Zaid Radhiyallahu anhu dan pasukannya pulang dalam keadaan selamat dan membawa ghanimah. 9. Pasukan Zaid Bin Haritsah Menuju Judzâm Di Hismâ Rasûlullâh mengutus Sahabat ini pada bulan Jumâdil Akhir tahun 6 H menuju suku Dhalî’ , salah satu cabang suku Judzâm untuk menghukum mereka. Karena ada dua orang dari mereka yang menyerang Sahabat Dihyah al-Kalbi dan merampas hartanya, ketika sahabat ini pulang dari Kaisar Romawi, Heraklius, usai menjalankan misi dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya, dan pulang dengan membawa dagangannya