Anda di halaman 1dari 27

Penyakit Hirschsprung

Disusun Oleh:
Muhammad Nafi 1920221126

Pembimbing:
dr. Ni Made Rika Trismayanti, Sp.B, Sp.BA

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN BEDAH ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
PERIODE 14 JUNI – 24 JULI 2021
Pendahuluan
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak
adanya ganglion pada usus besar, mulai dari sfingter ani interna ke arah
proksimal, termasuk rektum, dengan gejala klinis berupa gangguan
pasase usus.
Tidak adanya sel ganglion ini mengakibatkan inkoordinasi gerakan
peristaltik sehingga terjadi ganguan pasase usus yang dapat merupakan
suatu obstruksi usus fungsional. Obstruksi fungsional ini akan
menyebabkan hipertrofi serta dilatasi pada kolon yang lebih proksimal
Anatomi
Embriologi
Sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neural ke saluran
gastrointestinal bagian atas kemudian kebagian distal

 Migrasi of neuroblas on the 5-7 week


 On the 12 week the migration of the
neuroblast reach rectum
Etiologi
Beberapa kondisi abnormal pada proses penurunan neural tube menuju
distal rektum diantaranya terjadi perubahan matrix protein
ekstraseluler, interaksi intra sel yang abnormal (tidak adanya molekul
adhesi sel neural) dan tidak adanya faktor neurotropik menyebabkan
terjadinya kondisi aganglionik kolon.
Mutasi gen RET (terletak di kromosom 10q11) sebagai penyandi
reseptor tirosin kinase pada membran sel, Glial Cell-Derived
Neurotrophic Growth Factor (GDNF)  sebagai ligand yang diproduksi
sel mesenkim
Epidemiologi
o Angka kejadian penyakit hirschsprung secara internasional adalah 1:1.500
sampai dengan 1:7.000 kelahiran hidup.
o Di Indonesia diperkirakan angka insiden 1 diantara 5000 kelahiran hidup
o Risiko tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai
riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome
o Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon
transversum pada 17% kasus
oPenyakit hirschsprung dianggap sebagai kasus kegawatdaruratan bedah yang
perlu penanganan segera. Jika tanpa penanganan segera, maka mortalitas
dapat mencapai 80% pada bulan-bulan pertama kehidupan. Dengan
penanganan yang tepat angka kematian dapat di tekan. Menurut Swenson
(2002) jika dilakukan tindakan bedah angka kematian bisa ditekan hingga 2,5%.
Patofisiologi
Klasifikasi
Gejala Klinis
Muncul sejak lahir/minggu pertama  Pada anak:
kehidupan:  Konstipasi
o Tidak ada mekonuim  Distensi abdomen tipis vena-vena
o Muntah terlihat
o Distensi abdomen  Aktivitas peristaltik dapat diobservasi
o Konstipasi  Kegagalan untuk tumbuh
o Diare  Malnutrisi
o anoreksia
Diagnosis
Anamnesis
 konstipasi pada neonatus, gejala konstipasi yang sering ditemukan adalah terlambatnya
mekonium untuk dikeluarkan dalam waktu 48 jam setelah lahir.
 Gejala lain yang biasanya terdapat adalah: distensi abdomen, gangguan pasase usus,
poor feeding, vomiting
 Apabila penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua maka akan didapatkan
kegagalan pertumbuhan.
Faktor genetik
Pemeriksaan fisik
Pada anak usia lebih tua, teraba massa feces di kuadran kiri bawah, rektum kosong
Colok dubur : tonus sphincter ani normal diikuti BAB menyemprot
Diagnosis
Pemeriksaan penunjang
Radiologi
• Foto polos abdomen
• Barium enema

Anorektal manometri
Laboratorium darah lengkap
Biopsi
Radiologi
Penyakit hirschsprung pada neonatus cenderung menampilkan
gambaran obstuksi usus letak rendah.
Radiologi
Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada
distal rectum memberikan gambaran seperti
kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon
sigmoid yang proksimal
Segmen aganglion biasanya berukuran normal
tapi bagian proksimal usus yang mempunyai
ganglion mengalami distensi sehingga pada
gambaran radiologis terlihat zona transisi
Anorektal manometri
kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan
Biopsi
merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit hirschprung
> 1.5 cm di atas linea dentata : 2 cm, 3 cm, 5 cm di atas linea dentata
dan juga mengambil sample yang normal
Terdapatnya ganglion dalam spesimen biopsi menyingkirkan diagnosis
penyakit hirschsprung, sebaliknya bila tidak ditemukan sel ganglion
membuktikan diagnosis
Diagnosis Banding
• Atresia Ileum
• sindrom sumbatan mekonium
• Acute Colonic atau Chronic Megacolon
atau Toxic megakolon
• Konstipasi
Tata Laksana
• Komunikasi, Informasi, dan Edukasi pada keluarga pasien
• Dekompresi usus dengan memasang NGT dan pipa rektum serta
dilakukan irigasi feces dengan menggunakan NaCl 0.9% 10-20 cc/kgBB.
• Perbaikan keadaan umum
• Resusitasi cairan dan koreksi elektrolit
• Antibiotik spektrum luas
• Rehabilitasi Nutrisi

• Tindakan Bedah
Tata Laksana
Tindakan bedah
Ada 2 tahap:
 Tindakan Bedah Sementara (pembuatan stoma)
Tindakan Bedah Definitif
• Tindakan definitif ialah menghilangkan
hambatan pada segmen usus yang
menyempit dengan memasang anal tube
dengan tanpa disertai pembilasan dengan
air garam hangat secara teratur.
• Operasi definitif dilakukan dengan
mereseksi segmen yang menyempit dan
menarik usus yang sehat ke arah anus.
Cara ini dikenal dengan pull through
(Swenson, Renbein dan Duhamel).
• Terapi Operatif
1. Prosedur Swenson, Prosedur Swenson merupakan teknik
definitif pertama yang digunakan untuk menangani penyakit
Hirschsprung. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon
sigmoid kemudian anastomosis oblique dilakukan antara
kolon normal dengan rectum bagian distal.
2. Prosedur Duhamel, pendekatan retrorektal digunakan dan
beberapa bagian rectum yang aganglionik dipertahankan.
Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rectum dan
rectum dijahit. Usus bagian proksimal kemudian diposisikan
pada ruang retrorektal (diantara rectum dan sakrum),
kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum
yang tersisa
Perawatan Post Operasi
 Pantau tanda – tanda vital
 Pemberian cairan IV untuk hidrasi dan stabilisasi elektrolit yang
adekuat
 Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi
dan pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan
hari ke empat pada pasien yang sering muntah pada pemberian
makanan.
 Antibiotik 2 hari post op
 Monitoring komplikasi
Komplikasi
Pada pra operatif sering terjadi perburukan karena HAEC (Hirschsprung
Associated Entero colitis). HAEC merupakan kondisi dimana terjadi
inflamasi pada usus yang ditandai secara klinis dengan adanya demam,
distensi abdomen, diare dan sepsis
Komplikasi yang timbul akibat tindakan bedah yang dilakukan dapat
digolongkan atas: kebocoran anastomose, stenosis, enterokolitis dan
gangguan fungsi sfingter.
Prognosis
Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung
membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia.
Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien yang
mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan. Kematian
akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai