Anda di halaman 1dari 29

REFERAT NEFROPATI DIABETIKUM

Disusun Oleh :
 1. Arsyka Hunjri Ar-rahmah 1918012117
 2. Ani Purwati 1918012064
 3. Nadila Ayuni 1918012098
 4. Bagas Adji Prasetyo 1918012056
 5. Raisah Almira 1918012059
 6. Dhea Oksalia Edi 1981012091
 7. Sindi Yulia Mustika 1918012090
 8. Ina Karina Putri G.Sugihen 1918012067
Latar Belakang

 Diabetes Melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hipeglikemia
yang terjadi karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (Purnamasari, 2010)

 Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak
memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah
diproduksi secara efektif. (Putro, 2010)

 Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun. Penyulit akut yaitu
ketoasidosis diabetik (DKA), keadaan hiperosmolar non ketotik (NKH) atau hipoglikemia. Penyulit
menahun dapat berupa makroangiopati yaitu peningkatan risiko penyakit arteri koroner, serta
mikroangiopati yaitu nefropati, retinopati, dan neuropati. (PERKENI, 2011)

 Nefropati diabetik adalah komplikasi DM pada ginjal yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal.
 Perubahan fungsi ginjal diawali dengan keadaan hiperglikemi progresif yang merangsang hipertrofi sel
ginjal, sintesis matriks ekstraselular serta perubahan permeabilitas kapiler  Hiperglikemia juga akan
menyebabkan glikasi non enzimatik asam amino dan protein sehingga terbentuk advanced glycation
end products (AGEs)  Pembentukan AGEs menyebabkan penebalan membran basalis glomerulus dan
fibrosis tubulointerstisial sehingga terjadi sklerosis ginjal  Proses tersebut menyebabkan filtrasi
glomerulus terganggu dan terjadi mikroalbuminuria yang berakhir sebagai nefropati diabetik.
(Wulandari, 2016)

 Penyakit ginjal adalah salah satu komplikasi yang menjadi penyebab utama kematian pada penyakit ini.
Penderita DM mempunyai kecenderungan menderita nefropati 17 kali lebih sering dibandingkan
dengan orang non-diabetik. (Wulandari, 2012)

 Diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia sekitar 1,4% - 1,6% dari seluruh penduduk dewasa berdasarkan
data epidemiologi. World Health Organisation (WHO) tahun 2025 memperkirakan Indonesia berada di
peringkat 5 dunia dengan jumlah penderita DM tipe 2 menjadi 12,4 juta orang. Berbagai penelitian
prospektif menunjukkan peningkatan komplikasi mikrovaskular seperti nefropati diabetic. (Setiati,
2014)
Tujuan

1. Mengetahui definisi, epidemiologi, dan patofisiologi nefropati diabetikum

2. Mengetahui diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang) pada nefropati diabetikum

3. Mengetahui terapi non farmakologi dan farmakologi nefropati diabetikum

4. Mengetahui cara edukasi dan pencegahan nefropati diabetikum


EPIDEMIOLOGI
Gambar 1 : diagram menunjukkan prevalensi penyakit yang
Gambar 2 : Prevalensi Diabetes Mellitus di New
zealand.
 Berdasarkan data yang diperoleh dari UK Renal Registry pada tahun 1998,
penyakit ginjal diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal di
antara penderita yang menjalani terapi pengganti ginjal (16%). Penelitian di
Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita nefropati
diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan
karena penderita diabetes melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada umur yang
relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik
lebih besar. Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan sebesar
29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di Indonesia
terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%
Patofisiologi

 Gangguan awal pada jaringan ginjal sebagai dasar terjadinya nefropati adalah
terjadinya proses hiperfiltrasi-hiperperfusi membran basal glomeruli.
Gambaran histologi jaringan pada DN memperlihatkan adanya penebalan
membran basal glomerulus, ekspansi mesangial glomerulus yang akhirnya
menyebabkan glomerulosklerosis, hyalinosis arteri eferen serta fibrosis tubulo
interstitial, tampaknya berbagai faktor berperan dalam terjadinya kelainan
tersebut.
Patofisiologi

Glukosa
menempel Meningkatkan
Glukosa Tekanan
pada protein Sel rusak Hiperfiltrasi reabsobsi di
berlebih meningkat
di dalam tubular
darah

• Menyebabkan glikasi • Akan menyebabkan • Arterior everen kaku


non enzimatik menghilangnya dan sempit
elastisitas sel
PENEGAKAN DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis nefropati diabetes akibat DM tipe 1 atau DM tipe


2 harus dicari manifestasi klinis maupun laboratorium yang menunjang
penyakit dasarnya; Diabetes Melitus, maupun komplikasi yang
ditimbulkannya.

Diagnosis nefropati diabetik dimulai dari adanya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1
maupun tipe 2. Pada penderita dengan DM tipe 1, pemeriksaan dilakukan setelah
pubertas atau setelah 5 tahun didiagnosis menderita DM. Sedangkan pada penderita
dengan DM tipe 2 dimana onset penyakit terkadang tidak bisa ditentukan maka
pemeriksaan harus dimulai saat diagnosis DM ditegakkan.
Pada semua pasien baru dengan
diabetes, penting untuk
mencatat riwayat penyakit
ginjal sebelumnya atau riwayat
hipertensi atau penyakit
kardiovaskular tertentu

Nefropati diabetik juga harus


dipertimbangkan pada pasien yang
menderita diabetes mellitus (DM) dan
memiliki riwayat satu atau lebih hal
berikut: Buang air kecil berbusa,
proteinuria yang tidak dapat dijelaskan,
retinopati diabetik, kelelahan dan edema
kaki akibat hipoalbuminemia
Tipe DM (DM tipe 1 atau tipe 2

Faktor Perbedaan ras

resiko
Genetik

Anemia

Lama menderita diabetes melitus

Konsumsi protein hewani

Penyakit vaskular
Hipertensi

Pasien mungkin juga memiliki

Pemeri temuan fisik yang terkait Penyakit oklusi vask ular perifer (penurunan denyut perifer, bising karotis)

dengan diabetes mellitus Edem kedua tungkai

yang sudah berlangsung lama,


seperti berikut ini: Ascites masif

ksaan Tanda-tanda anemia  konjungtiva anemis (+/+), pucat pada ekstremitas

fisik
Pemeriksaan penunjang


Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati diabetik, yang biasanya di tandai dengan
didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299 mg/24 jam yang merupakan tanda dini nefropati diabetik
pada DM tipe 2, pasien yang disertai dengan albuminuria persisten pada kadar 30-299 mg/24 jam dan berubah
menjadi albuminuria persisten pada kadar ≥300 mg/24 jam sering berlanjut menjadi gagal ginjal kronik stadium

● Nilai diagnosis
akhir.
Normal : < 30 mg/g

Pada pemeriksaan penunjang diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin >30 mg dalam

albuminuria Rasio albumin kreatinin : 30-299 mg/g


urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan
● dalam kurun waktu 3- 6 bulan, tanpa penyebab albuminuria lainnya.
TATALAKSANA NEFROPATI DIABETIKUM

TERAPI FARMAKOLOGI

1. Pengendalian Diabetes Melitus

Pengendalian diabetes meatus


pada pasien nefropati
diabetikum merupakan hal
yang penting untuk mengurangi
ataupun menurunkan progeresi
nefropati
Perlu adanya upaya untuk
pengendalian intensif kadar
gula darah, lipid dan kadar
HbA1c pada pasien dengan
nefropati diabetikum

Sumber: KDIGO Clinical Practice Guidline on Diabetes Management in Chronic Kidney


Disease 2019.
TATALAKSANA NEFROPATI DIABETIKUM

TERAPI FARMAKOLOGI

2. Pengendalian Hipertensi

Pengendalian tekanan darah


merupakan hal yang penting dalam
pencegahan dan terapi pasien Terapi menggunakan penghambat ACE (Angiotensin
dengan nefropati diabetikum converting enzyme inhibitor) atau ARB (Angiotensin
receptor blockers) atau kombinasi keduanya
The Eighth Joint National direkomendasikan bagi penderita diabetes dengan
Committee (JNC-8) tekanan darah tinggi dan penyakit ginjal
merekomendasikan tekanan darah
yang dianjurkan pada pasien yaitu
tekanan darah sistolik < 140 mmHg
dan dengan tekanan darah darah
diastolik < 90 mmHg.
Algoritma penatalaksanaan hipertensi, JNC 8
Lanjutan..
Terapi non farmakologi
 Terapi dasar adalah Optimalisasi kontrol glukosa untuk mengurangi resiko
ataupun menurunkan progresi nefropati, optimalisasi kontrol hipertensi untuk
mengurangi resiko ataupun menurunkan progresi nefropati (PERKENI, 2015).

1. Edukasi.
Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan prilaku, melalui pemahaman
tentang penyakit DM, makna dan perlunya pemantauan dari pengendalian DM,
penyulit DM
2. Perencanaan makan.
Perencanaan diet yang diberikan adalah diet
tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam.
Pemberian diet mengandung protein sebanyak
0,8 gr/kgBB/hari yaitu sekitar 10 % dari
kebutuhan kalori. Pemberian diet rendah
protein ini harus diseimbangkan dengan
pemberian diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-
50 Kal/24 jam (National Kidney Foundation,
2013).
3. Latihan Jasmani.
Dilakukan teratur 3-4 kali seminggu,
selama kurang lebih 30 menit. Contoh
latihan jasmani yang dimaksud adalah
jalan, sepeda santai, joging,
berenang. Prinsipnya CRIPE
(Continous, Rhytmical, Interval,
Progressive, Endurance)
(PERKENI,2011).
Pencegahan Nefropati Diabetikum
Pencegahan Premordial

Pencegahan Primer

Pencegahan Sekunder

Pencegahan Tersier
Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat
yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup
dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus diciptakan dengan multimitra.
Pencegahan premodial pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan
prakondisi sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-
baratan adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau
kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok
risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita DM
diantaranya:

a. Kelompok usia tua (>45tahun)


b. Kegemukan (BB(kg) >120% BB idaman atau IMT>27 (kg/m2))
c. Tekanan darah tinggi (>140/90 mmHg)
d. Riwayat keiuarga DM
e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.
f. Dislipidemia (HDL<35mg/dl atau Trigliserida>250mg/dl).
g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)
 
Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM
dan upaya untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut. Oleh karena sangat penting dalam
pencegahan ini. Sejak dini hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan
pengobatan sejak awal penyakit. Dalam pengelolaan pasien DM,
sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah
kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Pilar utama pengelolaan
DM meliputi:
a. penyuluhan
b. perencanaan makanan
c. latihan jasmani
d. obat berkhasiat hipoglikemik.
Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya mencegah


terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum
kecacatan tersebut menetap. Pelayanan kesehatan
yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
sangat diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan,
misalnya para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli
penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan
lain-lain.
Pencegahan Nefropati Diabetikum
Menjaga gula darah dan tekanan
darah tinggi dalam kadar
Mempertahanka Tidak merokok
terkontrol dengan baik untuk
mengurangi risiko atau
n berat badan dan minum
memperlambat progresi nefropati. yang sehat alkohol

Aktivitas fisik Pola makan juga harus Untuk penyandang penyakit ginjal
dijaga sesuai diet diabetes, diabetik,menurunkan asupan protein
disarankan rutin sampai di bawah 0.8g/kgBB/hari
yakni rendah karbo, tidak direkomendasikan karena tidak
sekitar 3-4 kali per frekuensi tiap 3 jam, dan memperbaiki risiko kardiovaskular
minggu tinggi serat dan menurunkan GFR ginjal.

Pengidap diwajibkan
rutin melakukan kontrol
untuk mendeteksi dini
adanya gangguan ginjal
Daftar Pustaka
  Purnamasari, D. 2010. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K., & S.
Setiati, Buku Ajar Penyakit Dalam (pp. 1880-1883). Jakarta: EGC.
  Putro, SA, 2010. Hubungan Antara Kadar Kreatinin Darah Dan Kreatinin Ureum Dengan Kadar Gula Darah Pada Kejadian
Penyakit Nefropati Diabetik Pada Pasien Rawat Inap Di RSUP Dr. Moewardi Surakarta. JurnalE-Biomedik. 
 PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI.
  Wulandari O, Martini S. 2016. Perbedaan Kejadian Komplikasi Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Menurut Gula Darah Acak.
JurnalE-Biomedik. 
 Wulandari, AD. 2012. Hubungan Dislipidemia Dengan Kadar Ureum Dan Kreatinin Darah Pada Penderita Nefropati Diabetik.
Jurnal E-Biomedik.
 Fatimah, RN. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal E-Biomedik.
 Setiati S, Kuntjoro H, Arya G R, 2014. Proses menua dan Implikasi Kliniknya. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6.
Jakart: FKUI. 2420-2424.
 Major, R., Cooper, M.L., Zubek, J.M., Cozzareli, C., & Richards, C.1997. Mixed messages: Implication of Social Conflict and
Social Support within Close Relationship for Adjustment to a Stressfull Life Event. Journal of Personality and Social
Psychology. Vol. 72. No. 6.
 Nicklett, E.J., Heisler, M.E,M., Spencer, M. & Rosland, A.M. 2013. Direct social support and long-term health among middle-
aged and older adults with type 2 diabetes mellitus. Journals of Gerontology, Series B: Psychological Sciences and Social
Sciences, 68(6).
  Noorkasiani, Heryati, Rita Ismail. 2009. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EG 
 Patel, A., MacMahon, S., Chalmers, J., Neal, B., Billot, L., Woodward, M., dkk. 2008. Intensive Blood Glucose Control and
Vascular Outcomes in Patient with Type 2 Diabetes. New England Journal of Medicine, Vol. 358, Issue 24.
 Purnamasari, Dyah. 2009. Diagnosis dan Klas
 Cooper ME. Pathogenesis, prevention, and treatment of diabetic nephropathy. Lancet 1998; 352: 213–219.
 Cooper ME. Interaction of metabolic and haemodynamic factors in mediating experimental diabetic nephropathy. Diabetologia 2001; 44: 1957–1972.
 Tikellis C, Bernardi S, Burns WC. Angiotensin-converting enzyme 2 is a key modulator of the renin-angiotensin
 Jorge L, Gross MD, Mirela J. 2015. Diabetic nephropathy : diagnosis, prevention and treatment. Diabetes care. 28 (1): 164-176
 Batuman V. Diabetic Nephropathy. 2014 [Internet]. [Place unknown]: Medscape; 2014 [updated 2014, cited 2014 Nov 9] Available
from:http://emedicine.emedscape.com/article/23894
 Mcgrath K, Edi R. 2019. Diabetic kidney disease: diagnosis, treatment and prevention. Am fam physician. 99(12): 752-9
 PERKENI. 2015. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI.
 Eknoyan G, et al., 2019.Clinical Practice Guidline on Diabetes Management in Chronic Kidney Disease
 PB Perkeni, 2015. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB Perkeni
 James PA, et al. 2014. Evidance Based Guidline for the Management of High Blood Pressure in Adult Report from the panel Members Appointed to the Eight Joint
Committee (JNC 8). JAMA
 PERKENI 2011. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI.
 PERKENI. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI
 Craig KJ, Donovan K, Munnery M, Owens DR, Williams JD, Phillips AO. 2013. Identification and management of diabetic nephropathy in the diabetes clinic. Diabetes
Care 26:1806–1811.
 National Kidney Foundation. Kidney Disease: Improving Global Outcomes. Kidney Int, 2013;39 (supl 1):1-163.
 American Association of Clinical Endocrinologists and American College of Endocrinology –Clinical Practice Guidelines for Developing a Diabetes Mellitus
Comperehensive Care Plan –2015. Endocrinbe Practice. 2015;21 (sppl1):1-87.
 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2019. Pedoman: Pengelolaan dan Peencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2019. Jakarta: PB Perkeni.
 Fatimah RN. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Journal Majority. 4(5): 93-101.
 Ioannidis I. Diabetes treatment in patients with renal disease: Is the landscape clear enough? World J Diabetes. 2014;5(5):651-8.
 Retta CS1, Rizka R,, Dicky LT. 2018 . Efikasi dan Keamanan Obat Anti Diabetik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronik. Jurnal penyakit
Dalam Indonesia. 5 (3): 150-155.
 Fioretto P, Zambon A, Rossato M, Busetto L, Vettor R. 2016. SGLT2 inhibitors and the diabetic kidney. Diabetes Care

Anda mungkin juga menyukai