Anda di halaman 1dari 10

HUKUM PIDANA LANJUTAN

YUSRIANTO KADIR
A. RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
MENURUT WAKTU
Dalam hal seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana
sedangkan perbuatan tersebut belum diatur atau belum
diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu
tidak dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat
dipidana.

Asas Legalitas Anselm von Feuerbach dalam teori :


“vom psychologishen zwang (paksaan psikologis)” (nullum
delictum nula poena sine praevia lege poenali)
Terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Tidak dapat
dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang
dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan
yang telah ada terlebih dahulu.
Lanjutan.....
Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali mengandung
tiga prinsip dasar :
Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)
Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana)
Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana
yang terlebih dulu ada)

Hal ini menganjurkan supaya :


1. Dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja

tentang macamnya perbuatan yang harusdirumuskan dengan jelas, tetapi juga macamnya
pidana yang diancamkan;

2. Dengan cara demikian maka orang yang akan melakukan perbuatanyang dilarang itu telah

mengetahui terlebih dahulu pidana apa yangakan dijatuhkan kepadanya jika nanti betul-
betul melakukan perbuatan;
3. Dengan demikian dalam batin orang itu akan mendapat tekanan untuk tidak berbuat.
Andaikata dia ternyata melakukan juga perbuatan yang dilarang, maka dinpandang dia
menyetujui pidana yang akan dijatuhkan kepadanya.
Lanjutan.....
Prof. Moeljatno menjelaskan inti pengertian
yang dimaksud dalam asas legalitas yaitu :
Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam
dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum
dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
Hal ini dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP.
Untuk menentukan adanya perbuatan pidana
tidak boleh digunakan analogi, akan tetapi
diperbolehkan penggunaan penafsiran ekstensif.
Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.
Lanjutan.....
Schaffmeister dan Heijder merinci asas ini
dalam pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
a)Tidak
dapat dipidana kecuali ada ketentuan pidana berdasar peraturan
perundang-undangan (formil).
b)Tidak diperkenankan Analogi (pengenaan suatu undang-undang
terhadap perbuatan yang tidak diatur oleh undang-undang tersebut).
c)Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan (Hukum tidak
tertulis).
d)Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (lex Certa).
e)Tidak boleh Retroaktif (berlaku surut)
f) Tidak boleh ada ketentuan pidana diluar Undang-undang.
g)Penuntutan hanya dilakukan berdasarkan atau dengan cara yang
ditentukan undang-undang.
B. RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
MENURUT TEMPAT (LEX LOCI)
Teori tetang ruang lingkup berlakunya hukum pidana nasional menurut tempat
terjadinya. Perbuatan (yurisdiksi hukum pidana nasional), apabila ditinjau dari
sudut Negara ada 2 (dua) pendapat yaitu :
Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang
terjadi diwilayah Negara, baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun
oleh orang lain (asas territorial).
Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang
dilakukan oleh warga Negara, dimana saja, juga apabila perbuatan pidana itu
dilakukan diluar wilayah Negara. Pandangan ini disebut menganut asas
personal atau prinsip nasional aktif.

Dalam hal ini asas-asas hukum pidana menurut tempat :


1. Asas Teritorial.
2. Asas Personal (nasional aktif).
3. Asas Perlindungan (nasional pasif)
4. Asas Universal.
Ad. I. Asas Teritorial
Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan
pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.
Asas territorial lebih menitik beratkan pada terjadinya perbuatan
pidana di dalam wilayah Negara tidak mempermasalahkan siapa
pelakunya, warga Negara atau orang asing.
Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang
menyatakan : “Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan
tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.
Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di
dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau
berada di wilayah udara bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu
Negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu perbuatan
pidana.
Lanjutan.....

Asas-asas Extra Teritorial / kekebalan dan hak-hak


Istimewa (Immunity and Previlege).

Kepala Negara asing dan anggota keluarganya.


Pejabat-pejabat perwakilan asing dan keluarganya.
Pejabat-pejabat pemerintahan Negara asing yang
berstatus diplomatik yang dalam perjalanan melalui
Negara-negara lain atau menuju Negara lain.
Suatu angkatan bersenjata yang terpimpin.
Pejabat-pejabat badan Internasional.
Kapal-kapal perang dan pesawat udara militer / ABK
diatas kapal maupun di luar kapal.
Ad. II. Asas Personal
Pasal 5 KUHP menyatakan :
1. “Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan
bagi warga Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu
kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-
Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu perbuatan yang oleh
suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang
sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara
dimana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.
2. “Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat
dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan
perbuatan”.
Asas Personal atau Asas Nasional yang aktif tidak mungkin digunakan
sepenuhnya terhadap warga Negara yang sedang berada dalam wilayah
Negara lain yang kedudukannya sama-sama berdaulat. Apabila ada warga
Negara asing yang berada dalam suatu wilayah Negara telah melakukan
tindak pidana dan tindak pidana dan tidak diadili menurut hukum Negara
tersebut maka berarti bertentangan dengan kedaulatan Negara tersebut.
Lanjutan.....
Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat perkataan “diterapkan
bagi warga Negara Indonesia yang diluar wilayah
Indonesia”’, sehingga seolah-olah mengandung asas personal,
akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas
melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif) karena :
Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi warga Negara diluar
wilayah territorial wilayah Indonesia tersebut hanya pasal-
pasal tertentu saja, yang dianggap penting sebagai
perlindungan terhadap kepentingan nasional. Sedangkan untuk
asas personal, harus diberlakukan seluruh perundang-undangan
hukum pidana bagi warga Negara yang melakukan kejahatan
di luar territorial wilayah Negara.

Anda mungkin juga menyukai