Anda di halaman 1dari 21

BEA PEROLEHAN

ATAS TANAH DAN


BANGUNAN
DASAR HUKUM
Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, Berdasarkan Pemberitahuan Direktur Penyuluhan
Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Nomor PEM-01/PJ.09/2010
tentang Pengalihan Pengelolaan Bea Perolehan Hal atas Tanah dan/atau
Bangunan (BPHTB) dinyatakan bahwa sebagai implementasi Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009, maka:
1. Mulai 1 Januari 2011, pengelolaan BPHTB dialihkan dari Pemerintah Pusat
(Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan) kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota;
2. Kepada Pemerintah Kabupaten/Kola yang telah memiliki Peraturan Daerah
tentang BPHTB diharapkan dapat segera berkoordinas dengan instansi terkait
agar pelaksanaan pengelolaan BPHTB dapat berjalan dengan lancar;
3. Kepada pemerintah Kabupaten/Kola yang belum memiliki Peraturan Daerah
tentang BPHTB diharapkan dapat segera menyelesaikan Peraturan daerah
dimaksud
4. Apabila masih diperlukan pembahasan lebih lanjut tentang pelaksanaan
pengelolaan BPHTTB, Pemerintah Kabupaten/Kota dapa berkoordinasi dengan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak
setempat.
SUBJEK BPHTB
Pihak yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib Pajak Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang
memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
OBJEK BPHTB
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang meliputi:
1. Pemindahan hak karena:
a) jual beli;
b) tukar-menukar;
c) hibah;
d) hibah wasiat, yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah
dan/atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu yang berlaku setelah pemberi
hibah wasiat meninggal dunia:
e) waris;
f) pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, yaitu pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya
sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas (PTD) atau badan hukum lainnya tersebut
g) pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan/atau
bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesama pemegang hak bersama;
h) penunjukan pembeli dalam lelang, yaitu penetapan pemenang lelang oleh Pejabat Lelang sebagaimana yang
tercantum dalam Risalah Lelang
i) pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sebagai pelaksanaan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah
satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut;
j) penggabungan usaha, yaitu penggabungan dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya
salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung;
k) peleburan usaha, yaitu penggabungan dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan
melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut;
l) pemekaran usaha, yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan
badan usaha baru atau mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan
tanpa melikuidasi badan usaha yang lama;
m) hadiah, yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan hukum kepada pemberi hadiah
2. Pemberian hak baru karena:
a) kelanjutan pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru kepada orang
pribadi atau badan hukum dari negara atas tanah yang berasal dari
pelepasan hak;
b) di luar pelepasan hak, yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang
pribadi atau badan hukum dari negara atau pemegang hak milik menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak Atas Tanah Meliputi:
1. Hak milik, yaitu hak turun-menurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dimiliki orang pribadi atau badan-badan hukum
tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Hak guna usaha, yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang undangan yang berlaku.
3. Hak guna bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunanbangunan atas tanah yang bukan miliknya
sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
4. Hak pakai, yaitu hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau
tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-
menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
5. Hak milik atas satuan rumah susun, yaitu hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah yang meliputi
hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
6. Hak pengelolaan, yaitu hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya, antara lain berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan
pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan/ atau bekerja sama dengan
pihak ketiga.
Dikecualikan dari Pengenaan BPHTB
Objek pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh:
1. Perwakilan diplomatik, dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
2. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna
kepentingan umum, yaitu tanah dan bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan
pemerintahan (baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah) dan kegiatan yang semata-
mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya tanah dan/atau bangunan yang
digunakan untuk instansi pemerintah, rumah sakit pemerintah, jalan umum;
3. Badan dan/atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusar Menteri
Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatar lain di luar fungsi dan
tugas badan dan/atau perwakilan organisasi tersebut;
4. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum
lain dengan tidak adanya perubahan nama;
5. Orang pribadi atau badan karena wakaf;
6. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah;
7. Objek pajak tertentu;
MENGHITUNG BEA PEROLEHAN HAK
ATASTANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
BPHTB = Tarif Pajak Χ NΡOPKP
= 5% x (NPOP- NPOPTKP)

Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut karena waris/hibah
wasiat/pemberian hak pengelolaar, maka BPHTB yang harus dibayar adalah:
BPHTB=50% x BPHTB yang terutang
=50% x 5% x NPOPKD
Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB adalah paling tinggi 5% (ima
persen). Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan selanjutnya
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)


Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dapat berupa harga transaksi atau ilai
pasar atau
Nilai lual Objek Pajak (disingkat NJOP dalam penghitungan Pajak Bumi dan
Bangunan).
Contoh 1
Waiib Paiak Hakim membeli tanah dan bangunan dengan harga transaksi
sebesar Rp90.000.000. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan bangunan
yang digunakan sebagai dasar pengenaan PBB sebesar Rp75.000.000.
Sehingga yang dipakai sebagai dasar pengenaan BPHTB atau NPOP adalah
Rp90.000.000.
Contoh 2
Waib Pajak Ananda membeli tanah dan bangunan dengan harga transaksi
sebesar Rp90.000.000. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah dan bangunan
yang digunakan sebagai dasar pengenaan PBB sebesar Rp105.000.000.
Sehingga yang dipakai sebagai dasar pengenaan BPHTB atau NPOP adalah
Rp105.000.000 dan bukan Rp90.000.000.
Apabila Nilai Jual Obiek Paiak Bumi dan Bangunan belum ditetapkan,
besarnya Nilai Jual Obiek Pajak Bumi dan Bangunan ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP)

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Paiak (NPOPTKP) ditetapkan


secara regiona (Kabupaten/Kota) paling banyak Rp60.000.000 (enam puluh
juta rupiah). Dalam ha perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat (termasuk suami/istri) maka NPOPTKE ditetapkan
secara regional paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Besarnya NPOPTKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Daerah.
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) merupakan dasar


pengenaan pajak.
Besarnya NPOPKP dihitung dari Nilai Perolehan Obiek Paiak (NPOP)
dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP).
NPOPKP=NPOP-NPOPTKP
SAAT DAN TEMPAT TERUTANG BPHTB

Saat Terutang BPHTB


Saat terutang BPHTB untuk:
1. Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
2. Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
3. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
4. Warisadalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kanto
Pertanahan
5. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta;
6. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta
7. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang
8. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang
tetap:
9. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor
Pertanahan
10. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah seiak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
11. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya
surat ketetapan pemberian hak:
12. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
13. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
14. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
15. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta.
Tempat Terutang BPHTB
Tempat terutang BPHTB adalah di wilayah Kabupaten, Kota, atau Provinsi
yang meliputi Jetak tanah dan bangunan.
 
PROSEDUR PEMUNGUTAN BPHTB

Prosedur pemungutan BPHTB meliputi:


1. Prosedur pengurusan Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
2. Prosedur penelitian Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD):
3. Prosedur pembayaran BPHTB
4. Proseaur penraauaran Akta Pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
5. Prosedur pelaporan BPHTB:
6. Prosedur penagihan BPHTB:
7. Prosedur pengurangan BPHTB,
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai