Anda di halaman 1dari 27

Nama : Zukri Defrizal

Nim : 21004037
Program Studi : Teknologi Pendidikan
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Yulianti Rasyid, S.Pd,
M.Pd
Sesi Kelas : 202111280417
No Absen : 04
Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia
Konsep Ejaan
Bahasa Indonesia
Konsep Ejaan Bahasa Indonesia
Dalam KBBI Daring (2016) disebutkan bahwa ejaan adalah kaidah cara menggambarkan
bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta
penggunaan tanda baca. Secara teknis, ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan
pemakaian tanda baca.

Dilihat dari kesejarahannya, bahasa Indonesia merupakan varian dan pengembangan dari
bahasa Melayu yang telah dipakai sejak abad ke-7. Ejaan bahasa Indonesia diawali dengan
ditetapkannya Ejaan van Ophuijsen. Ejaan ini dengan huruf Latin dan sistem ejaan bahasa
Belanda yang rancang oleh Charles A. van Ophuijsen. Dalam pelaksanaannya, Ch. van Ophuijsen
mendapat bantuan dari Engku Nawawi dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Dengan adanya
perubahan pada sisem ejaan, maka ejaan bahasa Melayu yang pada awalnya menggunakan
aksara Arab Melayu (abjad Jawi) berubah menjadi aksara Latin.
Sejarah dan Perkembangan
Ejaan Bahasa Indonesia
1. Ejaan van Ophuijsen (1901–1947)

Ejaan van Ophuijsen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896)
yang diprakarsai oleh Charles A. van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Aksara Arab Melayu dipakai secara umum di
daerah Melayu dan daerah-daerah yang telah menggunakan bahasa Melayu. Akan tetapi,
karena terjadi kontak budaya dengan dunia Barat, sebagai akibat dari kedatangan orang
Barat dalam menjajah di Tanah Melayu itu, di sekolah-sekolah Melayu telah digunakan
aksara Latin secara tidak terpimpin. Melihat hal tersebut, pemerintah kolonial Hindia-
Belanda mulai menyadari bahasa Melayu dapat dipakai oleh pegawai pribumi untuk
keperluan administrasi karena pegawai
pribumi lemah dalam penguasaan bahasa Belanda.
2. Ejaan Repoeblik atau Ejaan Soewandi (1947–
1956)
Ejaan baru ini dikenal dengan nama Ejaan Soewandi yang diresmikan pada 19 Maret
1947. Berikut adalah perubahan dalam Ejaan Soewandi. Perubahan penting dalam Ejaan
Soewandi adalah preposisi di pada diatas tidak dipisahkan. Huruf oe diganti menjadi u.
Misalnya, kata toetoep menjadi tutup. Bunyi sentak diganti dengan huruf k. Misalnya,
ra’yat menjadi rakyat. Kata ulang boleh ditulis dengan angka dua dengan pengulangan
pada kata dasarnya, isalnya, bermain-main menjadi ber-main2. Tanda trema dihilangkan.
Contohnya, kata taät menjadi taat. Huruf e tidak dibedakan sehingga tidak perlu adanya
garis pada bagian atas huruf. Contohnya, kata beras, sejuk, bebas, dan merah. Kosakata
yang dalam bahasa sumbernya tidak memakai pepet, maka dalam kosakata bahasa
Indonesia juga tidak memakai pepet. Contohnya, sastera menjadi sastra.
3. Ejaan Pembaharuan (1956–1961)

Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan mengeluarkan surat keputusan pada 19


Juli 1956 bernomor 44876/S tentang pembentukan panitia perumus ejaan baru. Panitia ini
diketuai oleh Priyono-Katoppo. Setelah bekerja selama setahun, Badan yang dibentuk oleh
Menteri berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957. Patokan-patokan
tersebut terumus dalam Ejaan Pembaharuan. Ejaan Pembaharuan dimaksudkan untuk
menyempurnakan ejaan Soewandi. Ejaan Pembaharuan membuat pedoman satu fonem
dengan satu huruf. Misalnya, kata menyanyi dalam ejaan Soewandi ditulis menjanji
menjadi meñañi dalam ejaan Pembaharuan. Selain itu, berdiftong ai, au, dan oi diucapkan
menjadi ay, aw, dan oy. Misalnya, kerbau menjadi kerbaw, sungai menjadi sungay dan
koboimenjadi koboy. Namun sayangnya, ejaan ini tidak jadi diresmikan sehingga belum
pernah diberlakukan.
4. Ejaan Melindo (1961–1967)
Ejaan Melindo adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam
Pengumuman Bersama Edjaan Bahasa Melaju-Indonesia (Melindo)
sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin di
Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu. Keputusan ini dilakukan
dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia pada tahun
1959. Pengupayaan perubahan ini karena pada akhir tahun 1950-an
para pemakai ejaan Ejaan Republik mulai merasakan kelemahan
ejaan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya kosakata yang me-
nyulitkan dalam penulisannya, yakni adanya satu fonem yang di-
lambangkan dengan dua huruf, misalnya, dj, tj, sj, ng, dan ch. Oleh
karena itu, agar tidak menyulitkan dalam penulisannya, para pakar
bahasa menghendaki satu lambang untuk satu bunyi.
5. Ejaan Baru/Lembaga Bahasa dan Kasusastraan (LBK) (1967-1972)

Pada tahun 1967 Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (sekarang bernama Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa) mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK).
Ejaan ini merupakan kelanjutan dari upaya yang sudah dirintis oleh panitia Ejaan Melindo. Para
pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia.
Perubahan yang terdapat dalam Ejaan Baru (Ejaan LBK) adalah huruf tj diganti c, j diganti y, nj diganti
ny, sj menjadi sy, dan ch menjadi kh. Huruf asing seperti z, y, dan f disahkan menjadi ejaan bahasa
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pemakaian yang sangat produktif. Huruf e tidak dibedakan pepet
atau bukan, alasannya tidak banyak kata yang berpasangan dengan variasi huruf e yang menimbulkan
salah pengertian. Pada intinya, hampir tidak ada perbedaan berarti di antara ejaan LBK dan pada
rincian kaidah-kaidah saja. Namun, ejaan ini juga tidak sempat diresmikan karena menimbulkan reaksi
dari publik karena dianggap meniru ejaan Malaysia, serta keperluan untuk mengganti ejaan belum
benar-benar mendesak.
6. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1972-2015)

Pada tanggal 16 Agustus 1972, sistem ejaan Latin dan bahasa Indonesia mulai berlaku berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 57 tahun 1972. Ejaan baru bersama di Malaysia dikenal dengan nama
Ejaan Rumi Bersama (ERB). Sementara itu, di Indonesia dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan (EYD). EYD resmi berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972 berdasarkan pidato
kenegaraan ketika memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-27. EYD ditetapkan
oleh Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia
Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku
“Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah
penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan
“Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dan “Pedoman Umum Pembentukan
Istilah”. Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan (EYD) mengalami perubahan, yakni EYD Edisi I (1972−1987), EYD Edisi II
(1987−2009), dan EYD Edisi III (2009−2015). Hal ini tampak pada paparan berikut.
7. Ejaan Bahasa Indonesia (2015-sekarang)
Setelah 43 tahun, yakni dari 1972 sampai dengan 2015, terjadi perubahan ejaan lagi, yakni
perubahan dari Ejaan yang Disempurnakan (EYD) menjadi Ejaan Bahasa Indonesia (EBI).
Perubahan ini terjadi pada masa pemerintahan Joko Widodo dan Anis Baswedan sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudaan Republik Indonesia. Dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015, EBI diresmikan
pada tanggal 26 November 2015 di Jakarta. Pada tanggal 30 November 2015, EBI
diundangkan di Jakarta dengan ditandatangani oleh Direktur Jendral Peraturan Perundang-
undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Widodo Ekatjahjana. Berita acara
salinan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Aris Soviyani
(Kemendikbud, 2016: vi−vii).
Penulisan dan Pemakaian
Huruf dan Kata
Penulisan Kata
● Kata dasar, Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
● Kata berimbuhan, Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk
dasarnya.
● Bentuk ulang, Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya.
● Gabngann Kata, terdiri dari beberapa bagian yaitu :
○ Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah.
○ Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) diantara
unsur-unsurnya.
○ Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran.
○ Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran sekaligus ditulis serangkai.
○ Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai.
● Pemenggalan Kata, terdiri dari beberapa bagian yaitu :
○ Pemenggalan kata pada kata dasar
○ Pemenggalan kata turunan sedapat-dapatnya dilakukan di antara bentuk dasar dan unsur pembentuknya.
○ Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain,
pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar.
○ Nama orang yang terdiri atas dua unsur atau lebih pada akhir baris dipenggal di antara unsur-unsurnya.
○ Singkatan nama diri dan gelar yang terdiri atas dua huruf atau lebih tidak dipenggal.
● Kata Depan, Kata depan, seperti di, ke, dan dari, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
● Partikel, terdiri dari beberapa bagian yaitu :
○ Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
○ Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
○ Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
● Singkatan dan Akronim, terdiri dari beberapa bagian yaitu :
○ Singkatan nama orang, gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik pada setiap unsur singkatan itu.
○ Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, lembaga
pendidikan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
○ Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
○ Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik.
○ Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-menyurat masing-masing diikuti oleh tanda
titik.
○ Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
○ Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
○ Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis
dengan huruf awal kapital.
○ Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata atau gabungan suku kata ditulis dengan
huruf kecil.
● Angka dan Bilangan, Angka Arab atau angka Romawi lazim dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor
○ Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika
dipakai secara berurutan seperti dalam perincian
○ Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf
○ Apabila bilangan pada awal kalimat tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, susunan kalimatnya
diubah
○ Angka yang menunjukkan bilangan besar dapat ditulis sebagian dengan huruf supaya lebih mudah dibaca
○ Angka dipakai untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, isi, dan waktu serta (b) nilai uang
○ Angka dipakai untuk menomori alamat, seperti jalan, rumah, apartemen, atau kamar.Angka dipakai untuk
menomori bagian karangan atau ayat kitab suci
○ Penulisan bilangan dengan huruf dilakukanPenulisan angka yang mendapat akhiran –an
○ Penulisan bilangan dengan angka dan huruf sekaligus dilakukan dalam peraturan perundang-undangan,
akta, dan kuitansi.
○ Penulisan bilangan yang dilambangkan dengan angka dan diikuti huruf
○ Bilangan yang digunakan sebagai unsur nama geografi ditulis dengan huruf
● Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan -ku, -mu, dan -nya ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
● Kata Sandang si dan sang, Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Pemakaian Huruf
● Huruf Abjad, Abjad yang dipakai dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas 26 huruf yaitu
A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W,X,Y,Z
● Huruf Vokal, Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas lima huruf, yaitu a, e, i, o, dan u
● Huruf Konsonan, Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas 21 huruf, yaitu b, c, d,
f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
● Huruf Diftong, Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat diftong yang dilambangkan dengan gabungan huruf
vokal ai, au, ei, dan oi
● Gabungan Huruf Konsonan, Gabungan huruf konsonan kh, ng, ny, dan sy masing-masing melambangkan satu
bunyi konsonan
● Huruf Miring, Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama
● majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan, termasuk dalam daftar pustaka.Huruf miring dipakai
untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimatHuruf miring
dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa asing
● Huruf Tebal, Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miringHuruf tebal dapat
dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab
● Huruf Kapital
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang
○ Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan Tuhan,
termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan
○ Huruf Kapital sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan,
atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama
orang
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari besar atau
hari raya
● Huruf Kapital
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi
○ Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk
ulang sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen, kecuali
kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk
○ uruff kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata
○ (termasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah
serta nama majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan
untuk, yang tidak terletak pada posisi awalHuruf kapital dipakai sebagai huruf pertama
unsur singkatan nama gelar, pangkat, atau sapaanHuruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan paman,
serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan.
Pemakaian
Tanda Baca
Pemakaian Tanda Baca
● Tanda Titik (.)
○ Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan
○ Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar
○ Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul tulisan (yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru),
dan tempat terbit.
○ Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah
● Tanda Koma (,)
○ Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan
○ Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara)
○ Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya
○ Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan
dengan itu, dan meskipun demikian
○ Tanda koma dipakai sebelum dan/atau sesudah kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, atau hai, dan kata yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu,
Dik, atau Nak
○ Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat
○ Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
○ Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka
○ Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir
○ Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga
○ Tanda koma dipakai sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka
○ Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi
○ Tanda koma dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca/salah pengertian
● Tanda Titik Koma (;)
○ Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari
kalimat setara yang lain di dalam kalimat majemuk.
○ Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa.
○ Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda
koma
● Tanda Titik Dua (
○ Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti pemerincian atau penjelasan.
○ Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
○ Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
○ Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
○ Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) surah dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak
judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit dalam daftar pustaka.
● Tanda Hubung (-)
○ Tanda hubung dipakai untuk menandai bagian kata yang terpenggal oleh pergantian baris.
○ Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur kata Ulang
○ Tanda hubung dipakai untuk menyambung tanggal, bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan angka atau menyambung
huruf dalam kata yang dieja satu-satu.
○ Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian kata atau ungkapan
○ Tanda hubung dipakai untuk merangkai
○ Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa daerah atau bahasa asing
○ Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat yang menjadi objek bahasan
● Tanda Pisah (—)
○ Tanda pisah dapat dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat
○ Tanda pisah dapat dipakai juga untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain.
○ Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat yang berarti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.
● Tanda Tanya (?)
○ Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
○ Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat
dibuktikan kebenarannya.
● Tanda Seru (!)
○ Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan
kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
● Tanda Elipsis (...)
○ Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau kutipan ada bagian yang dihilangkan.
○ Tanda elipsis dipakai untuk menulis ujaran yang tidak selesai dalam dialog.
● Tanda Petik (“...”)
○ Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
○ Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
○ Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
● Tanda Petik Tunggal (‘...’)
○ Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat dalam petikan lain.
○ Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan.
● Tanda Kurung ((...))
○ Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
○ Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
○ Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang keberadaannya di dalam teks dapat dimunculkan atau
dihilangkan.
○ Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau angka yang digunakan sebagai penanda pemerincian.
● Tanda Kurung Siku ([...])
○ Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan atas
kesalahan atau kekurangan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.
○ Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang terdapat dalam tanda kurung.
● Tanda Garis Miring (/)
○ Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi
dalam dua tahun takwim.
○ Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, serta setiap.
○ Tanda garis miring dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau pengurangan atas
kesalahan atau kelebihan di dalam naskah asli yang ditulis orang lain.
● Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
○ Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun dalam konteks
tertentu.
Penulisan
Unsur Serapan
Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa, baik
dari bahasa daerah, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan Bali, maupun dari bahasa asing,
seperti bahasa Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan Inggris. Berdasarkan taraf
integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar. Pertama, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia,
seperti force majeur, de facto, de jure, dan l’exploitation de l’homme par l’homme. Unsur-
unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan
penulisannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan
pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini, penyerapan
diusahakan agar ejaannya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat
dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai