Anda di halaman 1dari 39

Konsep Kematian,

Kehilangan dan Berduka


Konsep Kematian

Kematian adalah terhentinya fungsi jantung dan paru-


paru secara menetap, atau terhentinya kerja otak secara
permanen.  Kematian merupakan peristiwa alamiah
yang dihadapi oleh manusia. Pemahaman akan kematian
memengaruhi sikap dan tingkah laku seorang terhadap
kematian.
Beberapa konsep tentang kematian sebagai berikut :
 Mati sebagai terhentinya darah yang mengalir. Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa
terhentinya jantung. Dalam PP Nomor 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah
berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman.
Dalam pengalaman kedokteran, tekhnologi resusitasi telah memungkinkan jantung dan paru-
paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali.
 Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh. Konsep ini menimbulkan keraguan karena,
misalnya pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan
seakan-akan dapat ditarik kembali.
 Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen. Konsep inipun dipertanyakan karena organ-
organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan
transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat diterima karena
kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi.
 Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi sosial.
Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk sosial, yaitu individu yang mempunyai
kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan dan
sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak
dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam bidang otak. Oleh karena itu, jika batang
otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan sosial telah mati. Dalam
keadaan sperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi,
DNR (do not resusciation).
Perkembangan persepsi tentang kematian                       
No Umur Keyakinan
1 Bayi-5 tahun Tidak mengerti tentang kematian, keyakinan bahwa mati
adalah tidur/pergi yang temporer.

2 5-9 tahun Mengerti bahwa mati adalah titik akhir orang yang mati
dapat dihindari.
3 9-12 tahun Menerti bahwa mati adalah akhir dari kehidupan dan tidak
dapat dihindari, dapat mengekspresikan ide-ide tentang
kematian yang diperoleh dari orang tua/dewasa lainnya.

4 12-18 tahun Merasa takut tentang kematian yang menetap, kadang-


kadang memikirkan tentang kematian yang dikaitkan
dengan sikap religi.
5 18-45 tahun Memiliki sikap terhadap kematian yang dipengaruhi oleh
religi dan keyakinan.
6 45-65 tahun Menerima tentang kematian terhadap dirinya. Kematian
merupakan puncak kecemasan.

7 65 tahun keatas Takut kesakitan yang lama.


Kematian mengandung beberapa makna:
·    Terbebasnya dari rasa sakit
·    Reuni dengan anggota keluarga yang telah meninggal.
Sikap menghadapi kematian adalah kecenderungan perbuatan manusia
Sika p M e ng hadapi K e matia n

dalam menghadapi kematian yang diyakininya bakal terjadi.Sikapnya


bermacam-macam sesuai dengan keyakinannya dan kesadarannya.
 Orang yang menyiapkan dirinya dengan amal perbuatan yang baik
karena menyadari bahwa kematian bakal datang dan mempunyai
makna rohaniah
 Orang yang mengabaikan peristiwa kematian, yang menganggap
kematian sebagai peristiwa alamiah yang tidak ada makna
rohaniahnya.
 Orang yang merasa takut atau keberatan untuk mati karena terpukau
oleh dunia materi
 Orang yang ingin melarikan diri dari kematian karena menganggap
bahwa kematian itu merupakan bencana yang merugikan, mungkin
karena banyak dosa, hidup tanpa norma, atau beratnya menghadapi
keharusan menyiapkan diri untuk mati.
KONSEP KEHILANGAN
• Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak
ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REAKSI
KEHILANGAN

1. Arti dari kehilangan


2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
BENTUK-BENTUK KEHILANGAN
• Kehilangan orang yang berarti
• Kehilangan kesejahteraan
• Kehilangan milik pribadi
SIFAT KEHILANGAN
• Tiba-tiba
• Berangsur-angsur
TIPE KEHILANGAN
Kehilangan dibagi dalam 3 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya
amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat
dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja /
PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.
3. Anticipatory Loss
JENIS KEHILANGAN
• Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai
• Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
• Kehilangan objek eksternal
• Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
• Kehilangan kehidupan/ meninggal
RENTANG RESPON KEHILANGAN

BARGAINI ACCEPTAN
DENIAL ANGER DEPRESI
NG CE
1. Fase denial (penolakan)
- Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
- Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu
terjadi ”.’
- Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah.

2. Fase anger / marah


- Mulai sadar akan kenyataan
- Marah diproyeksikan pada orang lain
- Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur,
tangan mengepal.
- Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
-Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja
yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.

4. Fase depresi
- Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus
asa.
- Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
menurun.

5. Fase acceptance
- Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
- Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat
sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “
TAHAPAN PROSES KEHILANGAN
• Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
berfikir positif – kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan –
perbaikan – mampu beradaptasi dan merasa nyaman.
• Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan – individu
berfikir negatif – tidak berdaya – marah dan berlaku agresif – diekspresikan
ke dalam diri ( tidak diungkapkan)– muncul gejala sakit fisik.
• Stressor internal atau eksternal – gangguan dan kehilangan individuberfikir
negatif– tidak berdaya – marah dan berlaku agresif diekspresikan ke luar diri
individu –berperilaku konstruktif perbaikan mampu beradaptasi dan merasa
kenyamanan.
• Stressor internal atau eksternal - gangguan dan kehilangan individu -
berfikir negative - tidak berdaya - marah dan berlaku agresif diekspresikan
ke luar diri individu - berperilaku destruktif perasaan bersalah -
ketidakberdayaan.
KONSEP BERDUKA
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap
kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih,
gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
• Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang
aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih
dalam batas normal.
• Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
TEORI PROSES BERDUKA
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa
fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang
berduka maupun menjelang ajal.
• Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin
menarik diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi
secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak
jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
• Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan
mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
• Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang
hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat
menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

• Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan
terhadap almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal
tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

• Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang
sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.
2. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai
berikut:
a)  Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat
menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak
akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b)    Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak
lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan
koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c. Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara
yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada
tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d)  Depresi (Depression)
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak
nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini
memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan
dan mulai memecahkan masalah.
e)  Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut.
Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila
seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Rando
Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3
katagori:
• Penghindaran
Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
• Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika
klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan
kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
• Akomodasi
Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan
akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan
sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani
hidup dengan kehidupan mereka.
4. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang
mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat
diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada
faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi
yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12
bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5
tahun.
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
• Faktor Genetik: riwayat depresi dalam keluarga
• Kesehatan Fisik
• Kesehatan mental
• Pengalaman kehilangan di masa lalu
• Struktur kepribadian
• Stresor perasaan kehilangan
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
• Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual atau
kehilangan yang dirasakan
• Berduka antisipatif berhubungan dengan perpisahan atau
kehilangan
• Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan
orang/benda yang dicintai atau memiliki arti besar
PERENCANAAN DAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya
dengan cara:
- Mendengarkan pasien bicara
- Memberi dorongan agar pasien mau mengungkapkan
perasaannya
- Menjawab pertanyaan pasien secara langsung, menunjukkan
sikap menerima dan empati
2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat dengan
cara:
- Bersama pasien mendiskusikan hubungan pasien dengan orang
atau objek yang pergi atau hilang
- Menggali pola hubungan pasien dengan orang yang berarti
3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat dengan
cara:
- Bersama pasien mengingat kembali cara mengatasi perasaan
berduka di masa lalu
- Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki pasien dan
keluarga
- Mengenali dan menghargai sosial budaya, agama serta
kepercayaan yang dianut oleh pasien dan keluarga dalam
mengatasi perasaan kehilangan
4. Memberi dukungan terhadap repsons kehilangan pasien
dengan cara:
- Menjelaskan kepada pasien atau keluarga bahwa sikap
mengingkari, marah, tawar menawar, depresi dan menerima
adalah wajar dalam menghadapi kehilangan
- Memberi gambaran tentang tata cara mengungkapkan perasaan
yang bisa diterima
- Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti
5. Meningkatkan rasa kebersamaan antar anggota keluarga
dengan cara:
- Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti
- Mendorong pasien untuk menggali perasaannya bersama
anggota keluarga lainnya
- Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain
- Mendorong keluarga untuk mengevaluasi perasaan dan sling
mendukung satu sama lain.
6. Menentukan tahap keberadaan pasien dengan cara:
- Mengamati perilaku pasien
- Menggali pikiran dan perasaan pasien yang selalu timbul
dalam dirinya
INTERVENSI KHUSUS PER TAHAP
RESPON KEHILANGAN
1. Tahap pengingkaran
a. Memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya
b. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong
pasien untuk berbagi rasa
c. Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien
tentang sakit, pengobatan dan kematian
2. Tahap marah
Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marah
secara verbal tanpa melawan kemarahan tersebut, dengan cara:
- Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien
sebenarnya tidak ditujukan kepada mereka
- Membiarkan pasien menangis
- Mendorong pasien untuk membicarakan kemarahannya
3. Tahap tawar menawar
Membantu pasien menungkapkan rasa bersalah dan takut dengan
cara:
- Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian
- Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa
bersalahnya
- Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah
atau rasa takutnya
4. Tahap depresi
a. Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut
dengan perasaannya
- Mengamati perilaku pasien dan bersama dengannya
membahas perasaannya
- Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri
b. Membantu pasien mengurangi rasa bersalah
- Menghargai perasaan pasien
- Membantu pasien menemukan dukungan yang positif
- Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya
- Bersama pasien membahas pikiran negatif yang selalu timbul
5. Tahap penerimaan
Membantu pasien menerima kehilangan yang tidak bisa
dielakkan dengan cara:
- Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur
- Membantu keluarga berbagi rasa
- Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati
- Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan
keluarga
EVALUASI
• Kemampuan untuk menghadapi atau memaknai arti kehilangan
• Reaksi terhadap kehilangan
• Perubahan perilaku yang menerima arti kehilangan

Anda mungkin juga menyukai