111 2015 2252 PEMBIMBING : DR. ASNAWI MADJID,SP.KK, M.KES PENDAHULUAN Onikomikosis atau Tinea Unguium adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang disebabkan oleh dermatofita, nondermatofita atau mold dan yeast.2 Dermatofita adalah penyebab onikomikosis yang paling banyak, 71% dari kasus tinea unguium disebabkan T. rubrum dan sisa 20% adalah disebabkan T. mentagrophytes. T. tonsurans dan E. floccosum. Yeast adalah penyebab 5% dari onikomikosis yang sebagian besar disebabkan Candida albicans. Jamur nondermatofita penyebab tersering dari onikomikosis adalah Syctalidium dan Scopuloriopsis yang diderita lebih kurang 4% penderita onikomikosis.2,6 Terdapat 4 tipe dari onikomikosis, yaitu (1) distal subungual onikomikosis (DSO) (2) proksimal subungual onikomikosis (PSO) (3) white superfisial onikomikosis (WSO) (4) candidal onikomikosis.1,2 DEFINISI Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis) adalah infeksi jamur dermatofita pada kuku. Onikomikosis adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang disebabkan oleh dermatofita, non dermatofita atau mold dan yeast.1 EPIDEMIOLOGI Onikomikosis adalah suatu keadaaan penyakit yang mempengaruhi kira-kira 10% populasi di seluruh dunia dan menyumbang 20-40% dari semua kelainan kuku dan sekitar 30% pada infeksi jamur kulit Meningkatnya populasi berusia tua, infeksi HIV atau terapi imunosupresi, hobi olahraga, kolam renang komersial dan sepatu oklusif bertanggung jawab atas meningkatnya kejadian tersebut. Pria lebih sering terserang mungkin disebabkan kerusakan kuku yang lebih sering karena olahraga dan aktivitas yang banyak pada waktu luang.3 Kuku kaki kira-kira tujuh kali lebih sering terserang daripada kuku tangan karena laju pertumbuhan yang tiga kali lebih lambat, faktor- faktor pencetus lainnya meliputi trauma kuku, penyakit vaskuler periferal, merokok dan psoriasis.3-5,9,10 ETIOLOGI Dermatofita : Trichophyton rubrum (T.rubrum) adalah agen penyebab paling umum yang diikuti oleh Trichophyton mentagrophytes. Non dermatofita : Kelompok pertama mencakup jamur yang hampir selalu diisolasi dari kuku sebagai agen etiologik, seperti Scytalidium dimidiatum dan Scytalidium hyalinum. kelompok kedua dibentuk oleh jamur oportunistik yang juga bisa diisolasi dari kontaminan, seperti Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus sydowii dan Onychocola canadensis. Candida : C. albicans (70%), C. parapsilosis, C. tropicalis, dan C. krusei. PATOGENESIS Jamur dapat masuk melalui tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari hewan ke manusia (zoofilik) dan dari tanah ke manusia (geofilik). Dermatofita, tidak seperti kebanyakan jamur lain, menghasilkan keratinases (enzim yang memecah keratin), yang memungkinkan untuk invasi jamur ke dalam jaringan keratin. Dinding sel dermatofit juga mengandung mannans (sejenis polisakarida) yang dapat menghambat respon kekebalan tubuh. Trichophyton rubrum khususnya mengandung mannans yang dapat mengurangi proliferasi keratinosit. GAMBARAN KLINIS Onikomikosis Subungual Distal dan Lateral. Infeksi dari distal dapat meluas kelateral kuku sehingga memberi gambaran onikomikosis distal dan lateral. Lempeng kuku bagian distal berwarna kuning atau putih. Terjadi hiperkeratosis subungual, yang menyebabkan onikolisis (terlepasnya lempeng kuku dari nail bed) dan terbentuknya ruang subungual berisi debris yang menjadi “mycotic reservoir” bagi infeksi sekunder oleh bakteri.1-5 Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes, T. Tonsurans dan E. Floccosum.1-5,9-10 CONT. Onikomikosis Superfisial Putih Gambaran yang khas adalah “white island” berbatas tegas pada permukaan kuku, tumbuh secara radial,berkonfluensi, dapat menutupi seluruh permukaan kuku. Pertumbuhan jamur menjalar melalui lapisan tanduk menuju nail bed (bantalan kuku) dan hiponikium. Lambat laun kuku menjadi kasar, lunak dan rapuh. Penyebab tersering adalah T. Mentagrophytes.1-5,9-10 CONT. Onikomikosis Subungual Proksimal Gambaran klinis berupa hiperkeratosis subungual, onikolisis proksimal, leukonikia, dan akhirnya dapat mengakibatkan destruksi lempeng kuku proksimal. Penyebab tersering adalah T. Rubrum.1-5,9-10 CONT. Onikomikosis Distrofik Total Jamur menginfeksi lempeng kuku sehingga mengalami kerusakan berat. Infeksi dimulai dengan lateral atau distal onikomikosis dan kemudian menginvasi seluruh kuku secara progresif. Kuku tampak berkerut dan hancur. Keluhan subjektif dirasakan sebagai nyeri ringan dan yang lebih berat dapat terjadi infeksi sekunder.1-5,9-10 Onikomikosis Candida
Umumnya menyerang kuku tangan dan hampir setengah
onikomikosis terkait kuku tangan adalah disebabkan spesies Candida. Lebih umum dilaporkan pada wanita akibat sering mencuci tangan dengan air dan sabun saat mengerjakan tugas-tugas rumah tangga juga bisa menjadi faktor pendukung.3-4 DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Keluhan pada pasien onikomikosis selalu bersifat kosmetis karena dapat menimbulkan rasa malu.2,3 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari onikomikosis antara lain, sering di curigai sebagai psoriasis, lichen planus dan onikogryphosis. Dapat dipertimbangkan pula sebagai Pachyonikia kongenital, leukonikia, penyakit Darier-White dan sindrom Yellow Nail.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG Mikroskopi Langsung : KOH 20% Kultur : Mycobitotic/mycocel, Potato Dextrose Agar (PDA), Sabouraud’s Dextrose Agar (SDA) Histopatologi dengan pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) PCR PENGOBATAN Sistemik : Itrakonazole 200 mg (2x sehari) selama 3 bulan Terbinafin 62,5 mg – 250 mg (2-3 minggu) Topikal : Ciclopirox KESIMPULAN Onikomikosis atau Tinea Unguium adalah infeksi jamur pada satu atau lebih unit kuku yang disebabkan oleh dermatofita, non dermatofita atau mold dan yeast. Penyebeb onikomikosis dari golongan dermatofita antara lain Tricophyton rubrum dan Tricophyton mentagrophites. Golongan non-dermatofita antara lain Scytalidium dimidiatum, Scytalidium hyalinum, Scopulariopsis brevicaulis, Aspergillus sydowii dan Onychocola canadensis. Serta candida yang sering menyebabkan onikomikosis adalah Candida albicans. Onikomikosis dapat diagnosis dengan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain pemeriksaan KOH 20%, metode pewarnaan PAS dan kultur, serta yang paling rumit adalah PCR. Diagnosis banding dari onikomikosis antara lain, sering di curigai sebagai psoriasis, lichen planus dan onikogryphosis. Dapat dipertimbangkan pula sebagai pachyonikia kongenital, leukonikia, penyakit Darier-White dan sindrom Yellow Nail. Pengobatan onikomikosis dapat diberikan antijamur seperti itrakonazole, terbinafin dan ciclopirox. DAFTAR PUSTAKA Widaty S, Budimuja U. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 7 Cetakan Pertama. 2015. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 109-116. Schieke SM, Garg A. Superficial fungal infection. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilcherst BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Graw-Hill Companies Inc; 2012.h.1425-7 Kaur R, Kashyap B, Bhalla P. Onychomycosis-epidemiology, diagnosis and management. Indian Journal of Medical Microbiology. 2008;26(2):108-16 Singal A, Khanna D. Onychomycosis: diagnosis and management. IJDVL. 2011;77(6): 659-72 Thomas J, Jacobson GA, Narkowicz CK, Peterson GM, Burnet H, Sharpe C. Toenail onychomycosis: an important global disease burden. Journal of Clinical Pharmacy and Therapeutics. 2010;35:497-519 Hay RJ, Ashbee HR. Micology Dalam Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffits C. Rook’s Textbook of Dermatology Eight Ed. 2010. United Kingdom: Wiley- Blackwell. Hal 36.18-36.53 Scher RK, Tavakkol A, Sigurgeirson B. Onychomycosis: diagnosis and definition of cure. J Am Acad Dermatol. 2007;56:939-44 Roberts DT,Taylor WD, Boyle J. Guidelines for treatment of onychomicosis. British Journal of Dermatology, 2003;148:402-410 Gelotar P, Vachhani S, Patel B, Makwana N. The prevalence of fungi in fingernail onychomycosis. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2013;7(2):250-52 Bala AD, Taher A. Onychomycosis and Its treatment. IJAPBC. 2013;2(1):123-9 Kardjeva V, Summerbell R, Kantardijev T, Panagiotidou DD, Sotiriou E, Graser Y. Forty eight hour diagnosis of onychomycosis with subtyping of Trichophyton rubrum strains. J Clin Microbiol. 2006;44(4):1419-27 Hussein M, Hassab M, Ibrahim M, Shaheen, Abdo HM, Mohamed HA. Comparative study for the reliability of potassium hydroxide mount versus nail clipping biopsy in diagnosis of onychomycosis. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology. 2011;18(1):14-22 Meireles TEF, Fabio M, Rocha G, Brilhante RSN, Cordeiro RA, Sidrim JJ. Successive mycological nail test for onychomycosis: a strategy to improve diagnosis efficiency. The Brazilian Journal of Infectious Diseases and Contexto Publishing. The Brazilian Journal of Infectious Diseases. 2008; 12(4):333- 37 Gupta M, Sharma NL, Kanga AK, Mahajan VK, Tegta GR. Onychomycosis: clinico-mycologic study of 130 patients from Himachal Pradesh India. IJDVL. 2007;73(6):389-92 Graser Y, Czaika V, Ohst T. Diagnostic PCR of dermatophytes-an overview. JDDG. 2012:721-25 Sato T, Takayanagi A, Nagao K, Tomatsu N, Fukui T, Kawaguchi M. dkk. Simple PCR-based DNA microarray system to identify human pathogenic fungi in skin.J Clin Microbiol. 2010;48(7):2357-64 Aryani A, Kusumawaty D. Prinsip-prinsip polymerase chain reaction (PCR) dan aplikasinya. Kursus singkat isolasi dan amplifikasi DNA; 2007:71-4. Gwozdz AH, Jagielski T, Dobrowoska A, Szepietowski JC, Baran E. Identification and differentiation of Trichophyton rubrum clinical isolates using PCR- RFLP and RAPD methods. Eur J Clin Microbiol Infect Dis. 2011;30:727-31