Anda di halaman 1dari 32

Case Report

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

Oleh : Ghifari Ihsan.R


Pembimbing : dr. Donny Haryxon T, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG


DAN TENGGOROK – KEPALA LEHER RSUD KOTA DUMAI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2021
BAB II
ANATOMI TELINGA
OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIS
DEFINISI

• Atau otitis media perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari


‘congek’
• Ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran
timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau
hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa
pus
EPIDEMIOLOGI

• Biasanya terjadi pada sosial ekonomi rendah, higine dan nutrisi kurang.
• Faktor risiko OMSK lainnya ISPA, status imun yang buruk dan perokok pasif.
• Prevalensi OMSK di dunia mencapai 65-330 juta orang
• 39 hingga 200 juta (60%) penderita mengalami gangguan pendengaran yang
signifikan.
• Departemen Kesehatan melalui Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran di Indonesia, prevalensi OMSK pada tahun 2006-2009 adalah
3,1%.
• Dapat diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK dari 220 juta penduduk
Indonesia
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

• OMSK biasanya merupakan komplikasi dari OMA yang menetap (persisten).


• Organisme utama yang dapat menjadi penyebab otitis media akut adalah
Haemophillus influenzae, Streptococcuc pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
• Faktor risiko yang dapat mencetuskan terjadinya OMSK bervariasi, diantaranya:
• ISPA yang sering
• Kondisi sosial ekonomi yang buruk, Penduduk negara berkembang dan penduduk tertinggal
• Kemiskinan, Kepadatan penduduk, Riwayat keluarga
• Paparan asap
KLASIFIKASI

• OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu:


• OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna)

• Proses peradangan terbatas pada mukosa saja, biasanya tidak mengenai


tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang menimbulkan komplikasi
berbahaya. Dan tidak terdapat kolesteatoma
KLASIFIKASI

• OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna)


• Terdapat kolesteatom : kista epitelial yang berisi penumpukan deskuamasi
epitel (keratin).
• Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi
atas dua:
• Kolesteatoma akuisital primer terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani, timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars
flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba
(teori invaginasi)
• Kolesteatoma akuisital sekunder terbentuk setelah adanya perforasi membran
timpani, sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari
pinggir perforasi membran timpahi ke telinga tengah (teori migrasi).
KLASIFIKASI

• Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar :


• OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif
• OMSK tenang ialah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering
PATOFISIOLOGI

• Obstruksi tuba eustachius fungsional atau mekanis  ↓ tekanan telinga


tengah menjadi negative (-)  transudasi cairan serosa ke telinga tengah
• Migrasi bakteri saluran nafas melalui tuba / defek membrane timpani 
pelepasan mediator inflamasi  inflamasi fase akut (PMN) menjadi
inflamasi fase kronis (mononuclear)  tanda2 peradangan edema dan
granulasi, fase berikutnya  metaplasia sel epitel telinga tengah
menjadi kolumnar pseudastatified  peningkatan produksi mucoid
• Jaringan granulasi  fibrotic  membentuk perlengketan pada struktur
telinga tengah
PATOFISIOLOGI

• Proses penutupan MT  dapat terjadi penutupan epitel skuamosa


ke telinga tengah  deskuamasi mengisi telinga tengah 
kolesteatom  media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
• Kolesteatom dapat menghancurkan tulang disekitarnya melalui
mekanisme kerja enzim osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan
pada proses penghancuran epitel pembentuk kolesteatom 
kerusakan tulang pendengaran  gangguan pendengaran
PENEGAKAN DIAGNOSIS

• Anamnesis
• Ottorea
• Otalgia
• Riwayat ISPA berulang
• Dapat dijumpai kolesteatom
• Gangguan pendengaran
PENEGAKAN DIAGNOSIS

• Pemeriksaan fisik
• Otoskopi
• perforasi membrane timpani
• Kolesteatom
• Jaringan granulasi
• Sekret purulen
PENEGAKAN DIAGNOSIS

• Pemeriksaan penunjang
• foto rontgen mastoid
• Kultur kuman dari secret
TATALAKSANA

• Tipe aman
• Otorea persisten
• pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari.
• setelah sekret berkurang, dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotika (ex: antibiotika golongan kuinolon topikal) dan
kortikosteroid (berfungsi untuk mengurangi edem agar penyerapan antibiotik lebih
maksimal)
• Otorea berhenti dan secret mongering
• Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
TATALAKSANA

• OMSK tipe bahaya


• Prinsip : pembedahan, yaitu mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti
KOMPLIKASI

• Komplikasi yang mungkin terjadi bergantung pada


progresifitas penyakit. Jenis komplikasinya antara lain
komplikasi ekstrakranial (abses retroaurikular dan abses
Bezold), intrakranial (abses subdural, abses ekstradural,
meningitis) serta intratemporal (paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan tuli sensorineural)
BAB III
ILUSTRASI KASUS

• Identitas Pasien
• Nama : Ny. D
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Umur : 52 Tahun
• Alamat : Jl. Pemuda Barat
• Pekerjaan : IRT
• No. RM : 44.76.54
ILUSTRASI KASUS

• Anamnesis
• Keluhan utama: Telinga Kanan berair sejak satu minggu yang lalu
SMRS
• Riwayat penyakit sekarang:
• Cairan yang keluar berwarna putih kekuningan, pasien mengatakan
merasakan sakit pada telinga kanannya sejak 6 hari SMRS hingga 2 hari
SMRS. riwayat batuk (-) dan pilek (-), demam (-) beberapa hari sebelum
keluhan pada telinga muncul. Telinga kanannya berdengung (+), terasa
penuh (+). Pendengarannya berkurang pada telinga kanan, penurunan
pendengaran sudah dialami semenjak telinga berair. Ditemukan riwayat
sering mengorek – ngorek telinga ketika merasakan gatal.
ILUSTRASI KASUS

• Riwayat penyakit dahulu:


• Pasien mengatakan keluhan seperti ini sudah sering berulang selama kurang lebih 1
tahun.
• Riwayat penyakit keluarga:
• Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit serupa
• Riwayat pengobatan:
• Sebelumnya, pasien sudah pernah berobat kedokter dengan keluhan yang sama, dan
diberikan obat tetes telinga
• Riwayat alergi dan makan:
• Pasien memiliki alergi terhadap minuman dingin dan juga debu rumah, pasien
mengatakan keluhan juga akan muncul saat pasien bersin-bersin setelah terpapar debu
rumah.
ILUSTRASI KASUS

• Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
• Kesadaran : komposmentis
• Kesadaran umum : Tampak Sakit Sedang
• Tekanan Darah : -
• Suhu tubuh : -
• HR : 80x/min
• RR : 20x/min
• Kepala dan Leher Kepala : Dalam batas normal
• Leher : Pembesaran KGB (-)
  DEXTRA SINISTRA
Aurikula Bentuk (Normal) Bentuk (Normal)
ILUSTRASI Benjolan (-), Nyeri tekan (-) Benjolan (-), Nyeri tekan (-)
KASUS   Tragus pain (-) Tragus pain (-)
Preaurikula  Fistula (-), Abses (-) Fistula (-), Abses (-)

Nyeri tekan (-), Edema (-) Nyeri tekan (-), Edema (-)
Retroaurikula Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Status Lokalis
Mastoid Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Pemeriksaan
Edema (-), Hiperemis (-) Edema (-), Hiperemis (-)
umum rutin
CAE Discharge (+) Discharge (-)
telinga Serumen (-) dbn Serumen (-) dbn
Hiperemis (-), Edema (-) Hiperemis (-), Edema (-)
Corpus allienum (-) Corpus allienum (-)

  MEMBRAN TIMPANI  
Perforasi (+), MT intak (-), MT intak
Pantulan cahaya (-) (-)
Warna kekuningan Pucat

Bentuk Tidak utuh Utuh


Buldging (-) (-)
ILUSTRASI KASUS

• Pemeriksaan rutin khusus telinga: Tidak   Kanan Kiri


dilakukan pemeriksaan Rinne - -
• Tes berbisik: tidak dilakukan
Weber Lateralisasi ke kanan
• Tes penala dengan interpretasi:
• Tuli Konduktif ADS Swabach Tidak dilakukan
• Tes Audiometri: Tidak dilakukan
• Pemeriksaan Rutin Umum Hidung : Tidak
dilakukan Pemeriksaan
• Pemeriksaan Rutin Umum Tenggorok:
Tidak dilakukan pemeriksaan
• Pemeriksaan Penunjang
• Disarankan untuk melakukan endoskopi telinga
dan Ro. Mastoid pada pasien
ILUSTRASI KASUS

• Diagnosis Kerja

• Otitis Media Supuratif Kronis AD

• Diagnosis Banding

• Otitis Media Akut

• Otitis Eksterna
ILUSTRASI KASUS

Penatalaksanaan

• Rujuk Sp.THT  konsul dokter THT diberikan:

 Cuci Telinga H2O2 3%

 Cetirizine 1x1

 Ciprofloksasin 2x1

 Tindakan: (-)
ILUSTRASI KASUS

Kesimpulan :
Pasien perempuan usia 52th datang ke poliklinik THT RSUD Dumai
dengan keluhan telinga kanan keluar cairan dan berdengung sejak 1
minggu, sebelumnya pasien juga merasakan penuh pada telinga, pasien
mengeluhkan pendengarannya juga berkurang pada kedua telinga, gejala
yang dirasakan sudah sering berulang, sebelumnya sudah pernah dibawa
berobat ke dokter dan oleh dokter diberikan obat tetes telinga, kemudian
keluhan membaik. Pada pemeriksaan status lokalis hidung didapatkan
sekret kekuningan pada telinga, dengan perforasi membran timpani pada
telinga kanan. Kemudian dilakukan pemeriksaan penala pada kedua
telinga didapatkan hasil rinne (-)/(-), weber lateralisasi ke telinga kanan,
dengan interpretasi tuli konduktif AD. Pasien di diagnosis dengan otitis
media supuratif kronis, oleh dokter spesialis THT diberikan H2O2 3%
cuci telinga, cetirizine dan ciprofloksasin
BAB IV
PEMBAHASAN
Teori Kasus
Otitis media supuratif kronis  infeksi kronis pada telinga Didapatkan pasien datang dengan keluhan telinga kanan
tengah dengan perforasi membran timpani dan ottorhea mengeluarkan cairan kekuningan sejak satu minggu
persisten yang berlangsung selama lebih dari 2 bulan SMRS
dengan atau tanpa kolesteatoma.

Faktor resiko OMSK adalah ISPA berulang, alergi, Pada kasus, pasien menyatakan memiliki riwayat alergi
obstruksi/ disfungsi tuba eustachius, defisiensi imun  terhadap suhu dingin dan juga debu rumah, dimana setiap
menyebabkan kegagalan penyembuhan perforasi membran kali pasien terpapar allergen menyebabkan pasien mengalami
timpani. bersin – bersin berulang sehingga memicu timbulnya
keluhan keluarnya cairan pada telinga pasien.
pada OMSK terjadi perforasi membran timpani  Pasien juga mengatakan pendengarannya berkurang pada
menyebabkan terganggunya hantaran getaran pada tulang telinga kanan, dibuktikan dengan hasil pemeriksaan otoskopi
– tulang pendengaran sehingga menyebabkan pasien ditemukan adanya discharge purulen pada telinga kanan,
mengalami tuli konduktif perforasi membran timpani pada telinga kanan dan juga
dari pemeriksaan penala ditemukan interpretasi tuli
konduktif AD.
BAB IV
PEMBAHASAN
Teori Kasus
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tipe OMSK yang
OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna) ditemukan adalah OMSK tipe aman dengan sekret aktif,
Proses peradangan terbatas pada mukosa saja, biasanya dimana pasien mengeluhkan keluar cairan dari telinga kanan
sudah satu minggu, juga pada pemeriksaan otoskopi tidak
tidak ditemukan adanya kolesteatoma, dan pada pemeriksaan fisik
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Jarang telinga tidak ditemukan adanya tanda-tanda peradangan pada
area retroaurikular khususnya area mastoid pasien.
menimbulkan komplikasi berbahaya. Dan tidak terdapat
kolesteatoma

Pada kasus, belum dilakukan px. penunjang pada pasien,


dimana dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
rontgen mastoid untuk melihat apakah ada keterlibatan
mastoid dalam perjalaran penyakit ini, kemudian dapat juga
dilakukan pemeriksaan kultur bakteri dari bahan discharge,
mengingat pada kasus pasien telah mengalami keluhan
berulang ulang kali dalam waktu satu tahun meski telah
diberikan pengobatan secara tipikal.
BAB IV
PEMBAHASAN
Teori Kasus
Algoritma penatalaksaan OMSK tipe aman : Pada kasus diberikan penatalaksanaan berupa cuci telinga
sekret yang aktif keluar diberikan obat pencuci telinga H2O2 H2O2 3%, antibiotic ciprofloksasin dan juga antihistamin
3% selama 3-5hari, dilanjutkan pemberian tetes telinga yang
mengandung antibiotik seperti kuinolon topikal dan juga
kortikosterioid (Ofloxasin 2x4tetes/hari di telinga yang sakit)
selama 2 minggu
selanjutnya jika dengan pengobatan topikal sekret tidak
berkurang  antibiotik oral dari golongan amoxicilin atau
ampicilin, atau eritromisin (jika alergi penicilin), dalam
beberapa sumber menyebutkan pilihan terbaik yaitu golongan
quinolon seperti ciprofloksasin 2x500mg/hari selama 7 hari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty Arsyad Soepardi, dkk. Buku Ajar ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher. Edisi 7. Badan Penerbit FKUI: Jakarta, 2018.

2. Abdulsalam Al-Qahtani, Hassan Haidar, Aisha Larem. Textbook of Clinical Otolaryngology.


Springer Nature: Switzerland, 2021.

3. Khrisna EA. Sudipta IM. Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif Kronik di RSUP Sanglah
Denpasar tahun 2015. Jurnal Medika Udayana. 2019; 8(8); 2.

4. P. Ashley Wackym, James B. Snow. Ballenger’s. Otolaryngolongy Head and Neck Surgery. 18 th
Edition. People’s Medical Publishing House: USA, 2016.

5. Rout MR, Mohanty D, Vijaylaxmi Y, Kamalesh B, Chakradhar M. Prevalence of cholesteatoma


in chronic suppurative otitis media with central perforation. Indian J Otol. 2012;7-10.

6. Nursiah S. Pola kuman aerob penyebab OMSK dan kepekaan terhadap beberapa antibiotika di
bagian THT FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: FK USU. 2003;1-38.

7. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management options Childand
Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. Geneva
Switzerland. 2004, 9-46.

Anda mungkin juga menyukai