Darah
Babi
16
Pola kulit babi
:
17
Beberapa contoh temuan atas produk yang
terbuat kaldu babi ( 2014)
Makanan ringan dari Jepang
cenderung menggunakan bahan
hewani. Oleh karena itu perlu
ekstra berhati-hati mengkonsumsi
makanan ringan dari Jepang yang
tidak berlabel halal.
tertulis 豚肉を含む
yang artinya mengandung
daging babi.
Beberapa contoh temuan atas produk yang terbuat
Sikat gigi
Kuas
kosmetik
Kurangnya pemahaman atas
konsep ujian dunia
Perhatikan hadits berikut:
Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat
hambaNya bersusah payah (lelah) dalam
mencari rezeki yang halal .
(HR. Ad-Dailami)
Dampak dari kondisi
masyarakat yang tidak sadar
halal
Walau muslim Indonesia jumlahnya lebih
dari 180 juta. Namun karena minimnya
kesadaran halal di masyarakat tidak
menjadikan jumlah besar ini sebagai
kekuatan signifikan yang mampu mendorong
pelaku usaha, pedagang dan pemerintah
untuk menyediakan produk halal.....
Seperti dalam hal- hal lainnya, dalam bidang
halal toyyiban kita masih bercerai berai.....
Akibatnya.....
Dengan leluasa produk-produk haram dan
syubhat di Produksi dan diperdagangkan
karena....
KEMENTERIAN AGAMA
JAKARTA
POKOK BAHASAN
A. PENDAHULUAN
B. ASAS JPH
C. TUJUAN JPH
D.RUANG LINGKUP UNDANG-UNDANG JPH
E. SIFAT PENGATURAN SERTIFIKASI PRODUK HALAL
F. KELEMBAGAAN PENYELENGGARA JPH
G.KEWENANGAN BPJPH
H.PELAKSANAAN KEWENANGAN
I. HUBUNGAN KOORDINASI ANTAR K/L
J. KERJASAMA BPJPH DENGAN MUI
K. OTORITAS FATWA MUI 2
POKOK BAHASAN
4
B. ASAS JPH
Penyelenggaraan JPH berasaskan:
1.pelindungan;
2.keadilan;
3.kepastian hukum;
4.akuntabilitas dan transparansi;
5.efektivitas dan efisiensi; dan
6.profesionalitas.
5
C. TUJUAN JPH
Penyelenggaraan JPH bertujuan:
1.memberikan kenyamanan, keamanan,
keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk
Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan
menggunakan Produk; dan
2.meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha
untuk memproduksi dan menjual Produk Halal;
6
D. RUANG LINGKUP
UNDANG-UNDANG JPH
Ruang lingkup Undang-Undang JPH meliputi:
1.Penyelenggara JPH
2.Bahan dan Proses Produk Halal
3.Pelaku Usaha
4.Tata Cara Memperoleh Sertifikat Halal
5.Kerja Sama Internasional
6.Pengawasan
7.Peran Serta Masyarakat
8.Ketentuan Pidana
9.Ketentuan Peralihan
10.Ketentuan Penutup 7
E. SIFAT PENGATURAN
SERTIFIKASI HALAL
Sifat pengaturan sertifikasi halal adalah “wajib”
(mandatory) bertahap dalam waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak UU JPH diundangkan.
Sebelum kewajiban bersertifikat halal diberlakukan,
maka jenis-jenis produk yang wajib bersertifikat halal
diatur secara bertahap melalui Peraturan Pemerintah.
Untuk produk asal hewan yang wajib bersertifikat
halal sebagaimana telah diatur pada peraturan
sebelumnya, maka sifat pengaturan sertifikasi
halalnya adalah tetap “wajib” (mandatory) .
8
F. KELEMBAGAAN PENYELENGGARA JPH
9
G. KEWENANGAN BPJPH
Dalam Penyelenggaraan JPH, Badan berwenang:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH;
c. menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal
pada Produk;
d. melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri;
e. melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal;
f. melakukan akreditasi terhadap LPH;
g. melakukan registrasi Auditor Halal;
h. melakukan pengawasan terhadap JPH;
i. melakukan pembinaan Auditor Halal;
j. melakukan kerjasama dengan lembaga dalam dan luar negeri di
bidang penyelenggaraan JPH.
10
H. PELAKSANAAN KEWENANGAN
11
I. HUBUNGAN KOORDINASI ANTAR K/L
12
J. KERJA SAMA BPJPH DENGAN MUI
Kerja sama BPJPH dengan MUI dilakukan dalam
bentuk:
a.Sertifikasi Auditor Halal;
b.Penetapan fatwa halal yang menghasilkan
Keputusan Penetapan Kehalalan Produk; dan
c.Akreditasi LPH.
13
K. OTORITAS FATWA MUI
MUI
(KOMISI FATWA)
Menetapkan fatwa tentang status Menetapkan Fatwa Halal atas produk yang
dimintakan sertifikat halalnya kepada BPJPH.
hukum sesuatu yang belum Sidang Fatwa Halal akan menghasilkan
jelas/ada hukumnya Penetapan Kehalalan Produk
Dilakukan secara mandiri oleh MUI Dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal yang
mengikutsertakan pakar, unsur K/L,
(Komisi Fatwa) melalui mekanisme
dan/atau instansi terkait. Penetapan
Munas dan ditetapkan legalitasnya Kehalalan Produk menjadi dasar
melalui Keputusan Menteri Agama Penerbitan Sertifikat Halal
14
L. KERJA SAMA BPJPH DENGAN LPH
15
M. LEMBAGA PEMERIKSA HALAL (LPH)
1. LPH terdiri dari LPH Pemerintah dan LPH Swasta;
2. Untuk pendirian LPH Swasta, harus diajukan oleh lembaga
keagamaan Islam berbadan hukum;
3. LPH pemerintah dan swasta memiliki kesempatan yang sama
dalam melakukan pemeriksaan dan pengujian produk;
4. Syarat pendirian LPH:
a. memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya;
b. memiliki akreditasi dari BPJPH;
c. memiliki Auditor Halal minimal 3 (tiga) orang; dan
d. memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan
lembaga lain yang memiliki laboratorium.
16
N. AUDITOR HALAL
Auditor Halal diangkat dan diberhentikan oleh LPH;
Persyaratan Auditor Halal:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. minimal berpendidikan S1 di bidang pangan, kimia,
biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi;
d. memahami dan memiliki wawasan luas mengenai
kehalalan produk menurut syariat Islam;
e. mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan
pribadi dan/atau golongan; dan
f. memperoleh sertifikat dari MUI.
17
N. AUDITOR HALAL
Tugas Auditor Halal adalah:
• memeriksa & mengkaji bahan yang digunakan;
• memeriksa & mengkaji proses pengolahan Produk;
• memeriksa dan mengkaji sistem penyembelihan;
• meneliti lokasi Produk;
• meneliti peralatan, ruang produksi, dan penyimpanan;
• memeriksa pendistribusian & penyajian Produk;
• memeriksa sistem jaminan halal Pelaku Usaha; dan
• melaporkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian
kepada LPH.
18
O. LABEL HALAL
1. Label Halal adalah tanda kehalalan suatu Produk.
2. BPJPH menetapkan bentuk Label Halal yang berlaku
nasional.
3. Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal,
wajib mencantumkan Label Halal pada kemasan
Produk, bagian tertentu dari Produk, dan/atau tempat
tertentu pada Produk.
4. Pencantuman Label Halal harus mudah dilihat, dibaca,
tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak.
5. Ketentuan lebih lanjut tentang Label Halal diatur
dalam Peraturan Menteri. 19
P. SERTIFIKAT HALAL
1. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu
Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa
halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI;
2. Permohonan Sertifikat Halal diajukan Pelaku Usaha
secara tertulis kepada BPJPH;
3. Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal
wajib mencantumkan Label Halal pada produknya;
4. Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak
diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan
komposisi Bahan;
20
P. SERTIFIKAT HALAL
5. Pelaku Usaha wajib memperpanjang masa berlaku
Sertifikat Halal yang telah habis, paling lambat 3 (tiga)
bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir;
6. Kelengkapan dokumen permohonan Sertifikat Halal
berupa data Pelaku Usaha, nama dan jenis Produk,
daftar Produk dan bahan yang digunakan, dan proses
pengolahan Produk;
7. Sertifikat Halal akan diterbitkan dan dipublikasikan
oleh BPJPH.
21
Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL
1. Pelaku Usaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada
BPJPH yang dilengkapi dengan dokumen: data Pelaku Usaha,
nama dan jenis Produk, daftar bahan Produk yang digunakan,
dan proses pengolahan Produk.
2. LPH atas perintah BPJPH melakukan pemeriksaan dan/atau
pengujian kehalalan Produk dalam waktu 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap.
3. Auditor Halal LPH melakukan pemeriksaan kehalalan Produk
dan jika terdapat bahan yang diragukan kehalalannya, LPH
melakukan pengujian di laboratorium.
4. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian LPH dilaporkan ke
BPJPH
22
Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL
4. BPJPH menyampaikan laporan LPH kepada MUI untuk
memperoleh penetapan kehalalan Produk melalui sidang Fatwa
Halal.
5. MUI bersama dengan pakar, unsur K/L, dan/atau instansi terkait
melakukan sidang fatwa halal guna menetapkan Keputusan
Penetapan Halal Produk yang menjadi dasar penerbitan Sertifikat
Halal.
6. Keputusan Penetapan Halal Produk dihasilkan paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak MUI menerima berkas hasil pemeriksaan
dan/atau pengujian dari BPJPH.
7. BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak Keputusan Penetapan Halal Produk diterima dari MUI.
23
Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL
PENOLAKAN
PELAKU USAHA PEMBERIAN
SERTIFIKAT
PEMERIKSAAN SIDANG
OLEH AUDITOR BPJPH FATWA HALAL
HALAL LPH (MUI,PAKAR, K/L,
INSTANSI TERKAIT)
5 Hari Kerja
30 Hari Kerja
PENGUJIAN OLEH
LPH
24
R. PEMBIAYAAN
1. Biaya sertifikasi halal dibebankan kepada Pelaku
Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat
Halal.
2. Biaya sertifikasi halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan
Kecil dapat difasilitasi oleh pihak lain.
3. Pengelolaan keuangan BPJPH menggunakan
pengelolaan keuangan badan layanan umum.
4. Ketentuan mengenai biaya sertifikasi halal diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
25
S. KERJA SAMA INTERNASIONAL
1. Pemerintah dapat melakukan kerja sama internasional
dalam bidang JPH sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Kerja sama internasional dapat berbentuk
pengembangan JPH, penilaian kesesuaian, dan/atau
pengakuan Sertifikat Halal dengan lembaga halal luar
negeri.
3. BPJPH meregistrasi sertifikat halal produk luar negeri
yang telah disertifikasi oleh lembaga halal luar negeri
yang telah bekerja sama dengan pemerintah.
26
T. PENGAWASAN
1. BPJPH melakukan pengawasan terhadap JPH yang meliputi:
a. LPH;
b. masa berlaku Sertifikat Halal;
c. kehalalan Produk;
d. pencantuman Label Halal;
e. pencantuman keterangan tidak halal;
f. pemisahan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan,
penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, serta
penyajian antara Produk Halal dan tidak halal;
g. keberadaan Penyelia Halal; dan/atau
h. kegiatan lain yang berkaitan dengan JPH.
27
T. PENGAWASAN
2. BPJPH dan/atau K/L terkait memiliki
kewenangan pengawasan JPH secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama;
3. Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan JPH
yang dilakukan oleh BPJPH dan/atau K/L terkait
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
28
U. PERAN SERTA MASYARAKAT
1. Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan JPH,
antara lain berupa:
a. melakukan sosialisasi mengenai JPH; dan
b. mengawasi Produk dan Produk Halal yang beredar.
2. Peran serta masyarakat tersebut dilakukan dalam bentuk
pengaduan atau pelaporan ke BPJPH.
3. BPJPH dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang
berperan serta dalam penyelenggaraan JPH.
4. Ketentuan lebih lanjut tentang peran serta masyarakat dan
pemberian penghargaan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri.
29
V. SANKSI DAN HUKUMAN
1. Pelaku Usaha yang tidak memisahkan lokasi, tempat,
dan alat PPH dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis; atau
b. denda administratif.
2. Pelaku Usaha yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagai pemegang Sertifikat Halal dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif; atau
c. pencabutan Sertifikat Halal. 30
V. SANKSI DAN HUKUMAN
3. Pelaku Usaha yang memproduksi produk tidak halal dan tidak
mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya dikenai
sanksi administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis; atau
c. denda administratif.
4. Pelaku Usaha pemegang Sertifikat Halal yang mencantumkan
Label Halal tidak sesuai ketentuan yang berlaku dikenai sanksi
administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis; atau
c. pencabutan Sertifikat Halal. 31
V. SANKSI DAN HUKUMAN
PIDANA
5. Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk
yang telah bersertifikat Halal dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
6. Auditor Halal yang terlibat dalam penyelenggaraan
proses JPH namun tidak menjaga kerahasiaan formula
dari Pelaku Usaha dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
32
Start Now !!!!!!!
We choose halal
product…