Anda di halaman 1dari 64

URGENSI MASYARAKAT SADAR

HALAL DAN POKOK-POKOK PIKIRAN


UNDANG-UNDANG JPH

Disampaikan pada acara


RAPAT KERJA TEKNIS URUSAN AGAMA ISLAM
DAN PEMBINAAN SYARIAH
Bekasi, 4 Desember 2014
PULAU JAWA BARAT
JAWA BARAT SEBAGAI
PROVINSI HALAL

Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan menyerahkan plakat


penghargaan Provinsi Halal kepada Gubernur Jawa
Barat yang diwakili Asisten Kesra Satu Provinsi Jabar.
( Rabu 22 Oktober 2014 )
Menurut data Pemprov Jawa Barat, per Juni
2014 tercatat 1415 perusahaan yang
produknya telah tersertifikasi halal.
You Are
What You Eat
Sebagian besar
muslim Indonesia
belum menyadari
bahwa mereka
dikelilingi produk
Haram dan Syubhat
Perhatikan Peta Bahan Haram
Berikut
Khamr
Anggota Tubuh
Manusia

Darah

Babi

Bangkai (Tanpa penyembelihan atau


disembelih tidak secara Islam
INILAH REALITA KONDISI
MASYARAKAT MUSLIM
DI INDONESIA
Indikasi Produk dari
Tulang Babi:
Ataukah anda pernah merasa yakin bahwa anda terbebas dari
najis saat melakukan sholat, padahal dompet yang anda
kantongi saat sholat atau sandal yang anda pakai untuk
mengambil air wudhu terbuat dari kulit babi.
Beberapa contoh temuan atas produk yang
terbuat dari kulit babi
Contoh produk dari kulit babi:

16
Pola kulit babi
:

17
Beberapa contoh temuan atas produk yang
terbuat kaldu babi ( 2014)
Makanan ringan dari Jepang
cenderung menggunakan bahan
hewani. Oleh karena itu perlu
ekstra berhati-hati mengkonsumsi
makanan ringan dari Jepang yang
tidak berlabel halal.

“Pertama, snack itu rasanya kaldu


(konsome).

“Kedua, di snack tersebut

tertulis 豚肉を含む
yang artinya mengandung
daging babi.
Beberapa contoh temuan atas produk yang terbuat

susu babi ( 2014)


Indikasi Produk dari
bulu babi:
Kuas kue

Sikat gigi

Kuas
kosmetik
Kurangnya pemahaman atas
konsep ujian dunia
Perhatikan hadits berikut:
Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat
hambaNya bersusah payah (lelah) dalam
mencari rezeki yang halal .
(HR. Ad-Dailami)
Dampak dari kondisi
masyarakat yang tidak sadar
halal
Walau muslim Indonesia jumlahnya lebih
dari 180 juta. Namun karena minimnya
kesadaran halal di masyarakat tidak
menjadikan jumlah besar ini sebagai
kekuatan signifikan yang mampu mendorong
pelaku usaha, pedagang dan pemerintah
untuk menyediakan produk halal.....
Seperti dalam hal- hal lainnya, dalam bidang
halal toyyiban kita masih bercerai berai.....
Akibatnya.....
Dengan leluasa produk-produk haram dan
syubhat di Produksi dan diperdagangkan
karena....

Toh masyarakat muslim mau membeli dan


mengonsumsinya……
BABI DAN PRODUK TURUNANNYA
taurin Casing
Krupuk. sosis Pangsit,
bakso PARU EMPEDU Shortening,
USUS sosis,
kosmetik,
penyedap,
JEROAN LEMAK flavor,
margarin,
Porcine, mentega,
rennin, ENZIM ester-ester
Shortening,
Insulin asam lemak
sosis, sate,
abon,
BULU DAGING penyedap,
bakso,
rendang,
Kuas, Bacon,
Sistein Burger, ham,
TULANG KULIT donat, roti,
pangsit
GELATIN

Karbon Aktif -Emulsi, susu, jelli, Krupuk


sirop, cangkang rambak,
Ion Ca. dan P
kapsul, permen, dll. cecek, gudeg,
kolagen 27
Kecurangan dan
pengelabuan produk haram
menjadi “seolah” halal,
kian marak dan meluas
dengan berbagai
modusnya.

Toh masyarakat muslim


tidak mengetahuinya,
walaupun ketahuan tidak
besar resikonya
Sertifikasi halal bukan menjadi”nilai
Tambah” bagi produsen karena.....

Toh banyak muslim yang tidak


mempertanyakannya dan tidak menjadi
pertimbangan utama dalam membeli.
Produsen pangan dengan leluasa
mencampurkan bahan-bahan haram
(dengan pertimbangan harga yang murah).

toh, masyarakat tidak mengetahui atau


mempertanyakannya.
POKOK-POKOK PIKIRAN
UU TENTANG
JAMINAN PRODUK HALAL

KEMENTERIAN AGAMA
JAKARTA
POKOK BAHASAN

A. PENDAHULUAN
B. ASAS JPH
C. TUJUAN JPH
D.RUANG LINGKUP UNDANG-UNDANG JPH
E. SIFAT PENGATURAN SERTIFIKASI PRODUK HALAL
F. KELEMBAGAAN PENYELENGGARA JPH
G.KEWENANGAN BPJPH
H.PELAKSANAAN KEWENANGAN
I. HUBUNGAN KOORDINASI ANTAR K/L
J. KERJASAMA BPJPH DENGAN MUI
K. OTORITAS FATWA MUI 2
POKOK BAHASAN

L. KERJA SAMA BPJPH DENGAN LPH


M. LPH
N. AUDITOR HALAL
O. LABEL HALAL
P. SERTIFIKAT HALAL
Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL
R. PEMBIAYAAN
S. KERJA SAMA INTERNASIONAL
T. PENGAWASAN
U. PERAN SERTA MASYARAKAT
V. SANKSI DAN HUKUMAN PIDANA 3
A. PENDAHULUAN
1. Kesadaran warga negara Indonesia yang mayoritas beragama Islam untuk
mengonsumsi makanan atau minuman yang baik dan dijamin kehalalannya
semakin meningkat.
2. Sesuai amanah Undang-undang Dasar Negara (UUD) 1945, sesuai pasal 28
dan 29 UUD 1945 pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan jaminan
halal dan menjamin tersedianya makanan halal bagi warga negaranya.
3. Di era globalisasi perdagangan saat ini dimana berbagai produk olahan dari
luar negeri begitu mudah masuk ke Indonesia, maka adanya jaminan
kehalalan produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, maupun
barang gunaan lainnya menjadi sangat penting bagi umat Islam.
4. UU JPH merupakan instrumen hukum yang memberikan perlindungan dan
menjamin masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk Halal,
serta dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia.

4
B. ASAS JPH
Penyelenggaraan JPH berasaskan:
1.pelindungan;
2.keadilan;
3.kepastian hukum;
4.akuntabilitas dan transparansi;
5.efektivitas dan efisiensi; dan
6.profesionalitas.

5
C. TUJUAN JPH
Penyelenggaraan JPH bertujuan:
1.memberikan kenyamanan, keamanan,
keselamatan, dan kepastian ketersediaan Produk
Halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan
menggunakan Produk; dan
2.meningkatkan nilai tambah bagi Pelaku Usaha
untuk memproduksi dan menjual Produk Halal;

6
D. RUANG LINGKUP
UNDANG-UNDANG JPH
Ruang lingkup Undang-Undang JPH meliputi:
1.Penyelenggara JPH
2.Bahan dan Proses Produk Halal
3.Pelaku Usaha
4.Tata Cara Memperoleh Sertifikat Halal
5.Kerja Sama Internasional
6.Pengawasan
7.Peran Serta Masyarakat
8.Ketentuan Pidana
9.Ketentuan Peralihan
10.Ketentuan Penutup 7
E. SIFAT PENGATURAN
SERTIFIKASI HALAL
 Sifat pengaturan sertifikasi halal adalah “wajib”
(mandatory) bertahap dalam waktu 5 (lima) tahun
terhitung sejak UU JPH diundangkan.
 Sebelum kewajiban bersertifikat halal diberlakukan,
maka jenis-jenis produk yang wajib bersertifikat halal
diatur secara bertahap melalui Peraturan Pemerintah.
 Untuk produk asal hewan yang wajib bersertifikat
halal sebagaimana telah diatur pada peraturan
sebelumnya, maka sifat pengaturan sertifikasi
halalnya adalah tetap “wajib” (mandatory) .
8
F. KELEMBAGAAN PENYELENGGARA JPH

1. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH)


adalah Badan yang dibentuk pemerintah untuk
menyelenggarakan JPH.
2. BPJPH berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri Agama. Usulan tersebut sejalan
dengan ketentuan Pasal 11 UU No. 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara.
3. Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan
organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.

9
G. KEWENANGAN BPJPH
Dalam Penyelenggaraan JPH, Badan berwenang:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH;
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH;
c. menerbitkan dan mencabut Sertifikat Halal dan Label Halal
pada Produk;
d. melakukan registrasi Sertifikat Halal pada Produk luar negeri;
e. melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi Produk Halal;
f. melakukan akreditasi terhadap LPH;
g. melakukan registrasi Auditor Halal;
h. melakukan pengawasan terhadap JPH;
i. melakukan pembinaan Auditor Halal;
j. melakukan kerjasama dengan lembaga dalam dan luar negeri di
bidang penyelenggaraan JPH.
10
H. PELAKSANAAN KEWENANGAN

Dalam melaksanakan kewenangannya,


BPJPH bekerjasama dengan:
a.Kementerian dan/atau Lembaga terkait;
b.LPH; dan
c.MUI.

11
I. HUBUNGAN KOORDINASI ANTAR K/L

12
J. KERJA SAMA BPJPH DENGAN MUI
Kerja sama BPJPH dengan MUI dilakukan dalam
bentuk:
a.Sertifikasi Auditor Halal;
b.Penetapan fatwa halal yang menghasilkan
Keputusan Penetapan Kehalalan Produk; dan
c.Akreditasi LPH.

13
K. OTORITAS FATWA MUI
MUI
(KOMISI FATWA)

Menetapkan fatwa tentang status Menetapkan Fatwa Halal atas produk yang
dimintakan sertifikat halalnya kepada BPJPH.
hukum sesuatu yang belum Sidang Fatwa Halal akan menghasilkan
jelas/ada hukumnya Penetapan Kehalalan Produk

Dilakukan secara mandiri oleh MUI Dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal yang
mengikutsertakan pakar, unsur K/L,
(Komisi Fatwa) melalui mekanisme
dan/atau instansi terkait. Penetapan
Munas dan ditetapkan legalitasnya Kehalalan Produk menjadi dasar
melalui Keputusan Menteri Agama Penerbitan Sertifikat Halal

14
L. KERJA SAMA BPJPH DENGAN LPH

 Kerja sama BPJPH dengan LPH dilakukan


dalam bentuk pemeriksaan dan/atau
pengujian Produk.
 Akreditasi LPH oleh BPJPH
 Kerja sama lain yang akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah

15
M. LEMBAGA PEMERIKSA HALAL (LPH)
1. LPH terdiri dari LPH Pemerintah dan LPH Swasta;
2. Untuk pendirian LPH Swasta, harus diajukan oleh lembaga
keagamaan Islam berbadan hukum;
3. LPH pemerintah dan swasta memiliki kesempatan yang sama
dalam melakukan pemeriksaan dan pengujian produk;
4. Syarat pendirian LPH:
a. memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya;
b. memiliki akreditasi dari BPJPH;
c. memiliki Auditor Halal minimal 3 (tiga) orang; dan
d. memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan
lembaga lain yang memiliki laboratorium.
16
N. AUDITOR HALAL
 Auditor Halal diangkat dan diberhentikan oleh LPH;
 Persyaratan Auditor Halal:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. minimal berpendidikan S1 di bidang pangan, kimia,
biokimia, teknik industri, biologi, atau farmasi;
d. memahami dan memiliki wawasan luas mengenai
kehalalan produk menurut syariat Islam;
e. mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan
pribadi dan/atau golongan; dan
f. memperoleh sertifikat dari MUI.
17
N. AUDITOR HALAL
 Tugas Auditor Halal adalah:
• memeriksa & mengkaji bahan yang digunakan;
• memeriksa & mengkaji proses pengolahan Produk;
• memeriksa dan mengkaji sistem penyembelihan;
• meneliti lokasi Produk;
• meneliti peralatan, ruang produksi, dan penyimpanan;
• memeriksa pendistribusian & penyajian Produk;
• memeriksa sistem jaminan halal Pelaku Usaha; dan
• melaporkan hasil pemeriksaan dan/atau pengujian
kepada LPH.

18
O. LABEL HALAL
1. Label Halal adalah tanda kehalalan suatu Produk.
2. BPJPH menetapkan bentuk Label Halal yang berlaku
nasional.
3. Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal,
wajib mencantumkan Label Halal pada kemasan
Produk, bagian tertentu dari Produk, dan/atau tempat
tertentu pada Produk.
4. Pencantuman Label Halal harus mudah dilihat, dibaca,
tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak.
5. Ketentuan lebih lanjut tentang Label Halal diatur
dalam Peraturan Menteri. 19
P. SERTIFIKAT HALAL
1. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu
Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa
halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI;
2. Permohonan Sertifikat Halal diajukan Pelaku Usaha
secara tertulis kepada BPJPH;
3. Pelaku Usaha yang telah memperoleh Sertifikat Halal
wajib mencantumkan Label Halal pada produknya;
4. Sertifikat Halal berlaku selama 4 (empat) tahun sejak
diterbitkan oleh BPJPH, kecuali terdapat perubahan
komposisi Bahan;
20
P. SERTIFIKAT HALAL
5. Pelaku Usaha wajib memperpanjang masa berlaku
Sertifikat Halal yang telah habis, paling lambat 3 (tiga)
bulan sebelum masa berlaku Sertifikat Halal berakhir;
6. Kelengkapan dokumen permohonan Sertifikat Halal
berupa data Pelaku Usaha, nama dan jenis Produk,
daftar Produk dan bahan yang digunakan, dan proses
pengolahan Produk;
7. Sertifikat Halal akan diterbitkan dan dipublikasikan
oleh BPJPH.

21
Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL
1. Pelaku Usaha mengajukan permohonan secara tertulis kepada
BPJPH yang dilengkapi dengan dokumen: data Pelaku Usaha,
nama dan jenis Produk, daftar bahan Produk yang digunakan,
dan proses pengolahan Produk.
2. LPH atas perintah BPJPH melakukan pemeriksaan dan/atau
pengujian kehalalan Produk dalam waktu 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap.
3. Auditor Halal LPH melakukan pemeriksaan kehalalan Produk
dan jika terdapat bahan yang diragukan kehalalannya, LPH
melakukan pengujian di laboratorium.
4. Hasil pemeriksaan dan/atau pengujian LPH dilaporkan ke
BPJPH
22
Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL
4. BPJPH menyampaikan laporan LPH kepada MUI untuk
memperoleh penetapan kehalalan Produk melalui sidang Fatwa
Halal.
5. MUI bersama dengan pakar, unsur K/L, dan/atau instansi terkait
melakukan sidang fatwa halal guna menetapkan Keputusan
Penetapan Halal Produk yang menjadi dasar penerbitan Sertifikat
Halal.
6. Keputusan Penetapan Halal Produk dihasilkan paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak MUI menerima berkas hasil pemeriksaan
dan/atau pengujian dari BPJPH.
7. BPJPH menerbitkan Sertifikat Halal paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak Keputusan Penetapan Halal Produk diterima dari MUI.

23
Q. PROSES SERTIFIKASI HALAL
PENOLAKAN
PELAKU USAHA PEMBERIAN
SERTIFIKAT

PENDAFTARAN BERKAS PENERBITAN


DIKEMBALIKAN SERTIFIKAT HALAL
OLEH BPJPH
PEMERIKSAAN
ADMINISTRASI TIDAK
7 Hari Kerja TIDAK
MEMENUHI MEMENUHI
TIDAK SYARAT SYARAT
HALAL HALAL
ADM HALAL
OK

PEMERIKSAAN SIDANG
OLEH AUDITOR BPJPH FATWA HALAL
HALAL LPH (MUI,PAKAR, K/L,
INSTANSI TERKAIT)

5 Hari Kerja
30 Hari Kerja
PENGUJIAN OLEH
LPH
24
R. PEMBIAYAAN
1. Biaya sertifikasi halal dibebankan kepada Pelaku
Usaha yang mengajukan permohonan Sertifikat
Halal.
2. Biaya sertifikasi halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan
Kecil dapat difasilitasi oleh pihak lain.
3. Pengelolaan keuangan BPJPH menggunakan
pengelolaan keuangan badan layanan umum.
4. Ketentuan mengenai biaya sertifikasi halal diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

25
S. KERJA SAMA INTERNASIONAL
1. Pemerintah dapat melakukan kerja sama internasional
dalam bidang JPH sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Kerja sama internasional dapat berbentuk
pengembangan JPH, penilaian kesesuaian, dan/atau
pengakuan Sertifikat Halal dengan lembaga halal luar
negeri.
3. BPJPH meregistrasi sertifikat halal produk luar negeri
yang telah disertifikasi oleh lembaga halal luar negeri
yang telah bekerja sama dengan pemerintah.
26
T. PENGAWASAN
1. BPJPH melakukan pengawasan terhadap JPH yang meliputi:
a. LPH;
b. masa berlaku Sertifikat Halal;
c. kehalalan Produk;
d. pencantuman Label Halal;
e. pencantuman keterangan tidak halal;
f. pemisahan lokasi, tempat, dan alat penyembelihan, pengolahan,
penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, serta
penyajian antara Produk Halal dan tidak halal;
g. keberadaan Penyelia Halal; dan/atau
h. kegiatan lain yang berkaitan dengan JPH.
27
T. PENGAWASAN
2. BPJPH dan/atau K/L terkait memiliki
kewenangan pengawasan JPH secara sendiri-
sendiri atau bersama-sama;
3. Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan JPH
yang dilakukan oleh BPJPH dan/atau K/L terkait
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

28
U. PERAN SERTA MASYARAKAT
1. Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan JPH,
antara lain berupa:
a. melakukan sosialisasi mengenai JPH; dan
b. mengawasi Produk dan Produk Halal yang beredar.
2. Peran serta masyarakat tersebut dilakukan dalam bentuk
pengaduan atau pelaporan ke BPJPH.
3. BPJPH dapat memberikan penghargaan kepada masyarakat yang
berperan serta dalam penyelenggaraan JPH.
4. Ketentuan lebih lanjut tentang peran serta masyarakat dan
pemberian penghargaan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri.
29
V. SANKSI DAN HUKUMAN
1. Pelaku Usaha yang tidak memisahkan lokasi, tempat,
dan alat PPH dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis; atau
b. denda administratif.
2. Pelaku Usaha yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagai pemegang Sertifikat Halal dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif; atau
c. pencabutan Sertifikat Halal. 30
V. SANKSI DAN HUKUMAN
3. Pelaku Usaha yang memproduksi produk tidak halal dan tidak
mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya dikenai
sanksi administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis; atau
c. denda administratif.
4. Pelaku Usaha pemegang Sertifikat Halal yang mencantumkan
Label Halal tidak sesuai ketentuan yang berlaku dikenai sanksi
administratif berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis; atau
c. pencabutan Sertifikat Halal. 31
V. SANKSI DAN HUKUMAN
PIDANA
5. Pelaku Usaha yang tidak menjaga kehalalan Produk
yang telah bersertifikat Halal dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
6. Auditor Halal yang terlibat dalam penyelenggaraan
proses JPH namun tidak menjaga kerahasiaan formula
dari Pelaku Usaha dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

32
Start Now !!!!!!!
We choose halal
product…

Anda mungkin juga menyukai