Anda di halaman 1dari 16

ADMISTRASI PUBLIK

KELOMPOK 5
1. SRI JUNIATUN
2. LIA ARDIANTI
3. LUKMAN JAUHARI
4. M.ALWAN KHOLIS SAPUTRA
5. M.RIDWAN KHAIRI ZIKRI
6. LALU PUGUH ERLANDITA AUGI
7. LALU MUHAMMAD AGUS S
A.Latar belakang atau sejarah good
Governance
Good governance merupakan wujud dari penerimaan
akan penting suatu perangkat
C
peraturan atau tata
kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi
dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis
maupun pelayanan publik. Prinsip – prinsip Good
governance menjadi sangat penting dalam
mewujudkan pemerintahan yang baik. Berawal dari
arti good governance maka perlu penyediaan
informasi yang relevan dan menggambarkan kinerja
(performance) sektor publik yang sangat penting
dalam memberikan pertanggungjawaban akan segala
aktivitas kepada semua pihak yang berkepentingan.
Dengan demikian Penyelenggaraan prinsip
Good governance di Indonesia juga telah
diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
PlatoMenurut
(429-347Robinson
SM) (dalam Harun, 2009: 73)
mengungkapkan bahwa pentingnya
pengukuran sektor publik yang terdiri dari
tiga pengukuran yaitu :
a). Sebagai fasilitas pembelajaran untuk
perbaikan layanan,
- 322 SM)
b). Sebagai pembelajaran memperbaiki
praktek manajemen,
c). Sebagai alat pelaporan akuntabilitas dan
transparansi
Pemerintahan yang baik secara konseptual, mempunyai pengertian bahwa
kata baik atau good dalam istilah kepemerintahan yang baik yang memiliki
makna bahwa good governance telah mengandung dua pemahaman:
Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-
nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan
(nasional) kemandirian, pembangunan, berkelanjutan, dan keadilan sosial.
Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya
Dari pengertian governance yang telah di kemukakan, dalam konteks ini
World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber
daya sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyarakat,
sedangkan UNDP lebih menekankan pada aspek politik, ekonomi, dan
administratif dalam pengelolaan negara di semua tingkatan. Hal ini
semakin sangat penting untuk dilakukan atau diaplikasikan dalam era
reformasi melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai
pengimbang dalam kekuasaan pemerintah. Untuk menerapkan praktik
good governance maka dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Secara
teoritis good governance mengandung arti bahwa pengelolaan kekuasaan
yang didasarkan pada aturan-aturan hukum yang berlaku, pengambilan
kebijakan secara transparan, serta pertanggungjawaban kepada masyarakat
Good governance juga telah banyak digunakan dalam
tulisan-tulisan politik dan internasional terutama pada
lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional
yang berhubungan erat dengan kerjasama internasional
dan perkembangan suatu daerah. Namun tidak terlepas
dari peran pemerintah yang berkuasa terhadap
pekembangan daerah. Good governance juga
dimaksudkan sebagai suatu kemampuan manajerial untuk
mengelola sumber daya dan urusan suatu negara dengan
cara-cara terbuka, transparan, akuntabel, equitable, dan
responsif terhadap kebutuhan masyarakat (Widyananda,
2008). Pemerintahan yang baik menjadi sebuah indikator
yang sangat penting dalam mewujudkan nilai efektivitas
dan efisiensi pada siklus pertumbuhan ekonomi rakyat
dan kemajuan masyarakat.
Governance merupakan pradigma baru dalam tatanan pengelolaan
kepemerintahan dan ada tiga pilar governance,yaitu: pemerintah, sektor
swasta dan masyarakat. Good governance mengandung arti hubungan
yang sinergis dan konstruktif diantara negara, sector swasta, dan
masyarakat (Society). Dalam hal ini adalah kepemerintahan yang
mengembangkan atau menerapkan prinsipprinsip profesionalitas,
akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efesiensi,
efektivitas, supermasi hokum, dan dapat diterima oleh seluruh
masyarakat.
Sesuai pengalaman di negara – negara lain dalam melakukan
reformasi birokrasi dan indonesia pun tidak ketinggalan untuk
melakukan reformasi birokrasi. Untuk melakukan reformasi birokrasi di
indonesia di butuhkan adanya serangkain langkah dan tindakan dalam
menentukan strategi yang akan dipilih dan di gunakan. Dari penjelasan
diatas peranan pemerintahan untuk melakukan penerapan good
governance menjadi hal penting yang berarti bahwa kebutuhan mutlak
mayoritas rakyat demi tercipta suatu sistem pemerintahan yang lebih
berpihak kepada kepentingan rakyat sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance secara universal.
B. Kelebihan dan Kekurangan Good Governnance
• Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan lebih
dipercaya dan di terapkan, karena tercapainya
kesinambungan dalam pengelolaan dan kebijakan yang
dibuat berdasarkan prinsip-prinsip good governance.
• Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk ikut serta
mengambil kebijakan public.
• Meningkatnya moral dan rasa tanggung jawab sosial di
antara masyarakat yang kedepannya akan memberikan
dampak yang baik.
• Timbulnya rasa saling percaya di antara pemerintah
dengan warga negara maupun masyarakat global. Hal ini
tentu akan memberikan pengaruh terhadap sistem
investasi di dunia internasional yang lebih sehat.
• Terciptanya sistem pemerintahan yang lebih kondusif,
karena tata pelaksanaanya bersih, transparan, efisien,
efektif dan akuntabel.
Adapun kritik atau kekurangan terhadap konsep Good
Governance ini adalah sebagai berikut :

 Selain sebagai pilar pemerintah, swasta dan rakyat. Perlu di tambahkan


lagi pilar moral sebagai norma utama dan penyeimbang.
 Konsep good governance yang di pergunakan untuk melakukan
penataan pemerintah (reinventing government) banyak di pengaruhi
konsep entrepreneurship ( wira usaha ) dunia swasta atau bisnis,
sedangkan konsep birokrasi pemerintahan umumnya di pengaruhi konsep
birokrasi, politik, hirarki, dan kaku. Pergeseran paradigma birokrasi
pemerintahan ini tidak bisa segera di terapkan tetapi memerlukan waktu
yang cukup lama.
 Good governance akan lebih mudah di terapkan di negara yang telah
maju, kaya, berpendidikan, swasta atau masyarakat yang kuat dan
mandiri, pasar bebas, dan berideologi liberal.
 Sulit du terapkan di negara komunis, dan juga di negara berkembang yang
korup dan birokrasinya buruk.
 
C. Negara yang Menerapkan Good Governnance

Karena good governance adalah suatu penyelenggaraan


manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung
jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi
baik secara politik maupun secara administrative
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan
politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.
Berikut bebrapa cerita masyarakat di negara-negara
yang terbilang menerapkan sistem good governance dan
terbilang berhas di kelola dengan baik oleh pemerintahnya.
1. Kanada
2. Botswana
3. Cile
D.Implikasi atau Dampak Good Governance untuk negara Indonesia
Desentralisasi dan keterkaitannya dengan good governance (peluang sekaligus tantangan)

Desentralisasi pada saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan pemerintahan yang
diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap negara.
Penerimaan desentralisasi sebagai azas dalam penyelenggaraan pemerintahan disebabkan
oleh fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara
sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat,
kemajemukan struktur sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. (Prasojo, Maksum dan Kurniawan, 2006, 1)
Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan tersebut dapat
diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu peningkatan efisiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan (yang merupakan pendekatan structural efficiency model)
dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan (yang
merupakan pendekatan local democracy model). Setiap negara lazimnya memiliki titik
berat yang berbeda dalam tujuan-tujuan desentralisasinya. Halitu sangat ditentukan oleh
kesepakatan dalam konstitusi terhadap arah pertumbuhan (direction of growth) yang akan
dicapai melalui desentralisasi. Bahkan dalam kurun waktu tertentu titik berat tujuan
desentralisasi di setiap negara akan mengalami perbedaan. (Prasojo, Maksum dan
Kurniawan, 2006, 1)
Dalam konteks Indonesia, Desentralisasi telah menjadi konsensus pendiri bangsa. Pasal 18 UUD
1945 yang sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18, 18A dan 18B memberikan
dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi. Amanat dan Konsensus Konstitusi ini telah lama
dipraktekkan sejak Kemerdekaan Republik Indonesia dengan berbagai pasang naik dan pasang
surut tujuan yang hendak dicapai melalui desentralisasi tersebut. Sampai saat ini, kita telah
memiliki 7 (tujuh) UndangUndang (UU) yang mengatur pemerintahan daerah yaitu UU 1/1945, UU
22/1948, UU 1/1957, UU 18/1965, UU 5/1974, UU 22/1999 dan terakhir UU 32/2004. Melalui
berbagai UU tersebut, penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia mengalami berbagai
pertumbuhan dan juga permasalahan. (Prasojo, Maksum dan Kurniawan, 2006, 2)
Pertumbuhan yang paling fenomenal dalam konteks penyelenggaraan Desentralisasi di
Indonesia terjadi pada saat diberlakukannya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang
kemudian digantikan oleh UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dikatakan fenomenal
mengingat semenjak diberlakukannya, UU 22/1999 ini telah menciptakan struktur negara yang
sangat desentralistis dan mampu memantik euphoria otonomi Propinsi dan Kabupaten yang
luar biasa besarnya (Wibawa, 2005, 63-77).
Penyelenggaraan desentralisasi melalui UU 22/1999 menurut Prasojo (2003) diharapkan
dapat memberikan sejumlah efek positif terhadap fungsi pelayanan birokrasi di Daerah dengan
sejumlah alasan: pertama, melalui desentralisasi jalur birokrasi Pusat ke Daerah menjadi lebih
singkat; kedua, proses debirokratisasi negara melalui desentralisasi akan memperkuat basis
participatory democracy; ketiga, debirokratisasi negara akan meningkatkan kompetisi antar
Daerah; keempat, melalui kompetisi akan meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab
birokrasi dalam pelayanan publik untuk mempercepat proses pembangunan di daerah; serta
kelima, desentralisasi akan menjadi struktur direktif (pengarah) dalam penciptaan local good
governance yaitu Pemerintahan Daerah yang berbasis pada transparansi, akuntabilitas,
participatory democracy dan rule of law (Prasojo, 2003, 45-46).
Dengan kata lain menurut Prasojo (2003, 39-40), implementasi elemen-elemen
dari good governance tersebut dapat dilakukan dengan efektif jika unit-unit
Desentralisasi menjadi motor dan katalisator pembangunan dan perubahan di
Daerah. Dengan demikian, desentralisasi politik dan dukungan Administrasi
Publik lokal menjadi salah satu instrumen penting dalam pengimplementasian
good governance.
Hanya saja menurut Prasojo (2003, 39-40), kondisi ini hanya dapat terjadi
apabila desentralisasi politik dapat dipahami sebagai instrumen demokrasi lokal
dan partisipasi masyarakat dan tidak hanya sekedar sebagai instrumen
maksimalisasi efisiensi pelayanan publik. Selain itu, upaya mewujudkan good
governance tidak bisa dilepaskan dari usaha mereformasi birokrasi (Prasojo,
2003, 43-47). Dalam artian menurut hemat penulis bagaimana mempersiapkan
birokrasi yang telah ada untuk dapat mendukung impelementasi dari prinsip-
prinsip good governance tersebut.
Efek positif dari desentralisasi politik dan reformasi birokrasi sebagai basis
penciptaan local good governance sebagaimana disebutkan di atas bukan tanpa
masalah. Ketidakmampuan Daerah secara personal dan finansial dapat menjadi
hambatan keberhasilan proses tersebut. Hal ini dapat terjadi jika proses
transformasi dari sistem yang sentralistis-hirarkhis menjadi desentralistis-
partisipatif tidak memiliki kejelasan peraturan pelaksanaan di lapangan. Sehingga
dalam hal ini, hukum harus menjadi dasar proses reformasi birokrasi untuk
menuju good governance. (Prasojo, 2003, 46)
Harapan untuk mewujudkan good governance pada
Pemerintahan Daerah di Indonesia
Upaya untuk mewujudkan good governance di Indonesia
tentu saja tidak akan mudah untuk dilakukan dengan merujuk
kepada pengalaman yang ada di sejumlah negara. Goetz (2004,
34) mencatat bahwa kondisi utama yang harus dimunculkan
untuk mendukung reformasi governance adalah merupakan
kombinasi dari faktor institusi dan karakteristik dari desain
kebijakan.
Hal ini akan terkait dengan penentuan batas waktu
reformasi yang dibuat oleh institusi formal yang memiliki
legitimasi dan berkelanjutan; penyerahan tanggungjawab untuk
melaksanakan sebagian reformasi kepada tingkat pemerintahan
yang lebih rendah; perubahan komposisi elit pemerintah untuk
meminimalisir pengaruh pemegang kekuasaan lama; adanya
pentahapan terhadap agenda reformasi yang akan dilakukan;
keberagaman dan kemampuan yang mendalam dari masyarakat
sipil; serta kapasitas teknis yang memadai dari institusi.
Sejalan dengan usulan Goetz di atas, maka pelaksanaan otonomi
daerah yang ada saat ini dirasakan akan dapat mendukung dalam upaya
mewujudkan good governance di Indonesia. Hanya saja perlu dilakukan
sejumlah upaya dalam mereformasi birokrasi yang ada di daerah
sebagaimana disarankan oleh Prasojo (2003, 45-47) yakni: debirokratisasi
struktur internal birokrasi; modernisasi proses birokrasi; serta peningkatan
kapasitas aparat birokrasi. Melalui upaya reformasi tersebut, diharapkan
birokrasi yang ada dapat menjadi jembatan yang memadai dalam proses
implementasi konsep good governance.
Sebagai tambahan, dalam melakukan upaya reformasi tersebut
maka menurut hemat penulis perlu juga diperhatikan kondisi eksis dari
birokrasi kita. Dalam pengertian, kita perlu mencari tahu ada dimana
birokrasi kita saat ini, apakah masih menganut paradigma klasik, NPM,
atau bahkan sudah mengarah kepada good governance. Untuk itu,
perlulah kiranya dilakukan pemetaan terhadap kondisi dari birokrasi kita,
sehingga melalui upaya pemetaan ini diharapkan dapat membantu dalam
mendesain strategi reformasi birokrasi yang lebih tepat dan memadai.
Kesimppulan
Sebagai penutup dapat di Tarik sebuah kesimpulan bahwa
administrasi publik tidak akan pernah dapat melepaskan diri dari
dampak yang di timbulkan oleh perkembangan-perkembangan
lingkungan yang ada. Untuk itu, administrasi publik di tuntut
untuk senantiasa dapat menyesuaikan diri dan juga paradigma
yang dianutnya sehingga tetap berkesesuaian dan sejalan dengan
perubahan lingkunganyang ada di sekelilingnya, serta tentu saja
dengan tuntutan masyarakat yang di pengaruhi oleh
perkembangan dan lingkungan tersebut.
Dalam konteks di negara Indonesia, maka tentu saja tuntutan
yang ada adalah bagaimana administrasi Publik kita mampu
mereformasi dirinya sehingga sejalan dengan paradigma Good
Governance yang saat ini menjadi sebuah tuntutan masyarakat
banyak.
 

Anda mungkin juga menyukai