Anda di halaman 1dari 36

SUMBER-SUMBER HUKUM

HAIRUL SALEH SATRUL, S.H., M.Pd


SUMBER HUKUM : pengantar
KATA SUMBER HUKUM

Perkataan “sumber hukum” itu sebenarnya berbeda dari perkataan “dasar hukum”,
“landasan hukum”, ataupun “payung hukum”.

Dasar hukum ataupun landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu
norma hukum yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga
dapat dianggap sah atau dapat dibenarkan secara hukum.

Sedangkan, perkataan “sumber hukum” lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari
mana asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.
Definisi
SUMBER HUKUM

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan yang mengik
at dan memaksa, sehingga apabila aturan itu dilanggar akan menimbulkan sa
nksi yang tegas dan nyata bagi pelanggar nya.

Sumber hukum adalah dasar kekuatan berlakunya hukum, sehingga dapat


digunakan sebagai peraturan yang ditaati masyarakat.

Sumber hukum itu adalah tempat di mana kita dapat menemukan hukum.

Sumber hukum adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali hukum
nya.
lanjutan…..
Sumber hukum lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari man
a asal-muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal.

Sumber hukum ialah segala sesuatu yang dapat menimbulkan atau


melahirkan hukum.

Sumber hukum dapat juga disebut asal mulanya hukum.


Sumber Hukum
sering digunakan dalam beberapa arti :
(Sudikno Mertokusumo)

1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,


misalnya, kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan sebagainya;

2. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan kepada huku


m yang sekarang berlaku: hukum Perancis, hukum Romawi

3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara forma


l kepada peraturan hukum (penguasa,masyarakat);
lanjutan…..

4. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misal


nya, dokumen, undang-undang, lontar, batu bertulis dan sebag
ainya;

5. Sebagai sumber terjadinya hukum:sumber yang menimbulkan


hukum.
Pembagian Sumber Hukum
Sumber Hukum Materiall dan Sumber Hukum Formil

Sumber Hukum Materiil : sumber-sumber yang melahirkan


isi (materi) suatu hukum sendiri, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Biasanya yang menjadi sumber-sumber hukum yang


material itu ialah aneka gejala yang ada dalam kehidupan
masyarakat (dalam segala bidang), seperti yang telah
menjelma menjadi peristiwa
Lanjutan…..
Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu p
eraturan memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau
cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku.

Menurut E. Utrecht, sumber-sumber hukum yang formal adalah:


1. Undang-undang (statute)
2. Kebiasaan dan adat yang dipertahankan dalam keputusan yang berku
asa dalam masyarakat (custom).
3. Traktat (treaty)
4. Keputusan-keputusan Hakim (jurisprudentie)
5. Pendapat pakar hukum yang terkenal (doktrin)
UNDANG-UNDANG

Undang-undang adalah suatu peraturan atau keputusan negara yang


tertulis dibuat oleh alat perlengkapan negara yang berwenang dan mengi
kat masyarakat.

Undang-undang ialah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan


hukum mengikat, diadakan dan dipelihara oleh penguasa negara.

Undang-undang ialah suatu peraturan hukum yang disusun dan ditetapka


n oleh negara untuk berlaku bagi masyarakat hukum yang bersangkutan
Lanjutan….

Undang-undang merupakan salah satu sumber aturan hukum, yang mana


undang-undang memuat aturan dan sanksi yang tegas. Mengapa ?

Dalam ajaran hukum, peraturan perundang-undangan diprioritaskan


dari sumber-sumber hukum yang lain karena menjadi pedoman otentik
pengadilan dalam memutus perkasa.
Lanjutan….

Apa kelebihan peraturan perundang-undangan daripada sumber hukum


lainnya ?

Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa kelebihan dari peraturan


perundang-undangan adalah dalam segi kepastiannya.

Apabila hendak mencari hukumnya arti suatu kata, maka dicarilah terlebi
h dahulu dalam peraturan perundang-undangan, karena peraturan perund
ang-undangan bersifat otentik dan berbentuk tertulis yang lebih menjami
n kepastian hukum.
Pembagian UU
Undang-undang itu dapat dibedakan menjadi 2 macam :
1. Undang-undang dalam arti materiil
2. Undang-undang dalam arti formal

Undang-undang MATERIIL yaitu peraturan hukum yang diakui


atau diterima sebagai peraturan hukum karena isinya yang
langsung mempunyai daya ikat bagi setiap orang dalam
masyarakat hukum yang diaturnya.

Semua peraturan atau keputusan tertulis yang menurut isinya


mengikat setiap orang secara umum dan dibuat oleh pemerintah
Undang-undang Materiil
Undang-undang materiil merupakan semua peraturan yang isinya
mengikat masyarakat (suatu daerah).

Undang-undang MATERIIL yaitu setiap bentuk keputusan


pemerintah yang mempunyai kekuatan mengikat tanpa
memperhatikan prosedur pembuatannya dan tata cara serta
lembaga yang membuatnya.

Undang-undang dalam arti materiil ini yang ditekankan adalah


segi isinya.
Undang-undang Formal
Peraturan tertulis yang dibentuk oleh alat perlengkapan negara yang ber
wenang (bersama-sama oleh Legislatif dan Eksekutif)

Undang-undang dalam arti formal, yaitu keputusan penguasa yang


dilihat dari bentuk dan cara terjadinya sehingga disebut undang-undang.

Dalam arti formal undang-undang diartikan sebagai setiap keputusan


pemerintah yang merupakan undang-undang karena cara pembuatannya.

Undang-undang dalam arti formal ini yang ditekankan adalah segi


pembuatan dan bentuknya.
Syarat UU

Undang-undang dalam arti formal ini berlaku dan mengikat, jik


a telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a ) diberi bentuk tertulis;
b ) adanya tata cara atau prosedural tertentu dalam proses pem
buatannya, yaitu bersama-sama oleh DPR dan Presiden, sela
njutnya disahkan Presiden (Pasal 20 ayat (1), (2), dan (4) UU
D 1945);
c) undang-undang itu harus diundangkan oleh Menteri Sekret
aris Negara dan dimuat dalam Lembaran Negara;
Lanjutan…..

d ) undang-undang itu mulai berlaku dan mengikat menur


ut tanggalyang ditentukan dalam undang-undang itu s
endiri;

e ) jika tidak disebutkan tanggal mulai berlakunya, maka b


erlakunya undang-undang itu adalah 30 hari sejak diu
ndangkan untuk daerah Jawa dan Madura, sedangkan
untuk daerah lainnya hari ke-100 sejak diundangkan.
Berakhirnya Kekuatan Berlaku suatu Undang-undang

a) Jangka waktu berlaku tidak berlaku lagi.


b) Keadaan atau hal di mana undang-undang itu diundangkan sudah tidak a
da lagi.
c) Undang-undang itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat at
au instansi yang lebih tinggi.
d) Telah diadakan undang-undang baru yang isinya bertentangan dengan u
ndang-undang yang dahulu berlaku.
Hirarki Perundang-undangan

Pasal 7 ayat (1)


1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Asas-asas Undang-undang
a) Undang-undang tidak berlaku surut (non retroaktif).

b) Lex specialis derogat legi generale (Apabila perundang-undangan kedua


-kedua mengatur materi yang sama, maka peraturan yang khusus akan m
elumpuhkan peraturan yang umum sifatnya, peraturan yang khususlah
yang harus didahulukan).

c) Lex superior derogat legi inferiori (Perundang-undangan yang lebih ting


gi mengalahkan undang-undangan yang lebih rendah).

d) Lex posterior derogat legi priori (Peraturan yang baru mengalahkan


atau melumpuhkan peraturan yang lama).

e) Undang-undang yang lebih rendah derajatnya tidak boleh bertentangan


dengan undang-undang yang lebih tinggi (asas tata jenjang).
KEBIASAAN
KEBIASAAN ? APA ITU ?
Kebiasaan dapat diartikan perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk
yang sama.

Kebiasaan ialah suatu tata cara hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau
masyarakat dalam waktu yang lama, yang pada hakikatnya mendasari ata
u memberikan pedoman bagi masyarakat yang bersangkutan untuk berpik
ir dan bersikap tindak dalam menghadapi berbagai hal pada kehidupanny
a.

Kebiasaan (custom) adalah semua aturan yang walaupun tidak ditetapkan


oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh rakyat, karena mereka yakin bahwa at
uran itu berlaku sebagai hukum.
Hakim bisa menerapkan hukum
kebiasaan
UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Pasal 5 ayat 1
“Hakim dan hakim konstitusi, dan memahami nilai-nilai hukum d
an rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Pasal 10 ayat (1) berbunyi:


"Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan
memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa huku
m tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa
dan mengadilinya."
Contoh Hukum Kebiasaan

1. Mengucapkan terima kasih


2. Meminta maaf apabila berbuat salah
3. Mengucapkan TABE dalam berinteraksi
4. Melakukan upacara adat
5. Membunyikan klakson saat di tikungan (bisa menyentuh huk
um pidana)
Berlakunya hukum kebiasaan

Agar kebiasaan memiliki kekuatan yangberlaku dan sekaligus menjadi s


umber hukum, maka harus dipenuhi syarat sebagai berikut:

1. Harus ada perbuatan atau tindakan tertentu yang dilakukan berulangk


ali dalam hal yang sama dan diikuti oleh orang banyak/ umum.
2. Harus ada keyakinan hukum dari orang-orang/ golongan-golongan ya
ng berkepentingan. dalam arti harus terdapat keyakinan bahwa aturan
-aturan yang ditimbulkan oleh kebiasaan itu mengandung/ memuat h
al-hal yang baik dan layak untuk diikuti/ ditaati serta mempunyai kek
uatan mengikat.
3. Ada akibat hukum jika kebiasaan hukum dilanggar.
Perbedaan Hukum Kebiasaan dan
Hukum Adat
Hukum kebiasaan adalah kompleks peraturan yang timbul karena kebias
aan lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu cara tertentu sehi
ngga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga diinginkan oleh masya
rakat. (Van Dijk). Hukum kebiasaan merupakan peraturan yang timbul d
ari pergaulan.

Hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan


yang mempunyai akibat hukum. (Soerjono Soekanto).
Hubungan kebiasaan dgn adat
Jadi hubungan hukum kebiasaan dan hukum adat sebagai berikut:
adat istiadat adalah peraturan-peraturan atau kebiasaan sosial yang
sejak lama ada dalam masyarakat dengan maksud mengatur tata te
rtib.

Pada umumnya adat istiadat bersifat sakral serta merupakan tradis


i. Artinya; hukum adat termasuk bagian hukum kebiasaan, dan tid
ak semua adat besifat hukum.
TRAKTAT/Perjanjian Internasional
Traktat adalah persetujuan (perjanjian) yang dilakukan oleh dua negara
atau lebih.

Traktat adalah persetujuan (perjanjian) yang dilakukan oleh dua negara


atau lebih.
Menurut E.Utrecht, pembuatan traktat harus melalui beberapa fase terlebih
dahulu, yaitu sebagai berikut :

1. Penetapan ialah penetapan “isi” perjanjian oleh utusan pihak-pihak yan


g bersangkutan dalam konferensinya. Hasil penetapan diberi nama kons
ep traktat (sluitingsoorkonde)
2. Persetujuan masing-masing parlemen pihak yang bersangkutan persetuj
uan parlemen diperlukan supaya kepala negara dapat meratifikasi konse
p traktat.
3. Ratifikasi atau pengesahan oleh masing-masing kepala Negara. Setelah
konsep dari traktat diserahkan oleh delegasi pemerintah ke parlemen un
tuk disetujui diratifikasi, maka kepala Negara selanjutnya mensahkan k
onsep traktat tersebut. Pengesahan ini dinamakan ratifikasi. Karena grat
ifikasi, traktat itu berlaku di wilayah Negara. Traktat yang telah diratifi
kasi diundangkan di dalam lembaran Negara.
4. Pengumuman atau pelantikan (afkondiging), setelah kepala
Negara meratifikasi konsep traktat sampai dengan menjadi tr
aktat, maka selanjutnya mengadakan upacara saling menyam
paikan piagam perjanjian atau pengumuman.
Adapun traktat tersebut haruslah mengandung materi sebagai berikut
:

1. Mengandung soal-soal politik yang dapat berpengaruh terhadap haluan p


olitik luar negeri, seperti perjanjian persahabatan, persekutuan dan perub
ahan wilayah.
2. Ikatan-ikatan sedemikian rupa yang mempengaruhi haluan politik luar ne
geri. Contohnya perjanjian kerja sama ekonomi, teknik dan pinjaman uan
g.
3. Soal-soal yang menurut undang-undang dasar 1945 atau sistem perundan
g-undangan di Indonesia harus diatur dengan undang-undang, seperti ke
warganegaraan, kehakiman dan lain-lain.
JURISPRUDENTIE
Istilah yurisprudensi berasal dari kata latin, yaitu jurisprudentia y
ang berarti pengetahuan hukum. Kata yurisprudensi dengan istil
ah teknis Indonesia sama artinya dengan jurisprudentie (dalam
bahasa Belanda) dan jurisprudence (dalam bahasa Prancis), yait
u peradilan tetap atau hukum peradilan.

Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang kemudian diikuti


dan dijadikan pedoman oleh hakim-hakim lain dalam memutuskan suatu
perkara yang sama.

Jurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering dii


kuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian meng
enai masalah yang sama.
Contoh
Kemudian Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009
menegaskan:
"Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, da
n
Memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hu
kum
tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa
dan
mengadilinya.“
Kemudian apabila tidak ada peraturan hukum tertulis, ha
kim harus mencari peraturan hukum yang tidak tertulis, k
ebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Haki
m harus aktif menggali, mengikuti dan memahami nilai-
nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal ini telah d
ijelaskan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:

"Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti,


dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat."
DOKTRIN
Doktrin hukum di sebut juga “Pendapat Sarjana Huku
m” atau ahli hukum. Doktrin adalah sebuah istilah yan
g digunakan dalam hukum perancis sejak abad ke-19 y
ang berarti,
“kumpulan pendapat tentang berbagai masalah hukum
yang diekspresikan dalam buku dan artikel, anggota pr
ofesi bidang hukum yang mencurahkan perhatian khus
us terhadap karya-karya ilmiah dan memiliki reputasi s
ebagai otoritas.
Menurut Jimly Asshiddiqie, doktrin atau pendapat para ahli huku
m harus mememuhi persyaratan, yaitu:
(i) ilmuwan yang bersangkutan dikenal dan diakui luas sebagai
ilmuwan yang memiliki otoritas dibidangnya dan mempuyai
integritas yang dapat di percaya;
(ii) terhadap persoalan yang bersangkutan memang tidak di tem
ukan dalam peraturan tertulis yang berlaku;
(iii) pendapat hukum dimaksud telah diakui keunggulannya dan
diterima oleh umum, khususnya diterima dikalangan sesama
ilmuwan.
Contoh
1. Doktrin mazhab sejarah dan kebudayaan yang dipelopori oleh Friedri
ch Karl von Savigny (1779–1861), seorang Jerman berpendapat bah
wa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat
(volkgeist). Semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan
dan bukan berasal dari pembentuk undang-undang.
2. Doktrin aliran utilitarianisme yang dipelopori oleh Jeremy Bentham
(1748–1832), berpendapat bahwa manusia bertindak untuk
memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Setiap
kejahatan harus disertai dengan hukuman yang sesuai dengan
kejahatan tersebut dan hendaknya penderitaan yang dijatuhkan tidak
lebih dari apa yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kejahatan.
Pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap
warga masyarakat secara individual.
3 . Doktrin aliran socialogical jurisprudence yang dipelopori oleh Eu
gen Ehrlich (1826–1922), seorang Austria berpendapat bahwa h
ukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum y
ang hidup dalam masyarakat. Pusat perkembangan dari hukum
bukanlah terletak pada badan legislatif, keputusan badan yudika
tif ataupun ilmu hukum, tetapi justru terletak di dalam masyarak
at itu sendiri.
4. Doktrin aliran realisme hukum yang diprakarsai oleh Karl
Llewellyn(1893–1962), Jerome Frank (1889–1957), Justice
Oliver Wendell Holmes (1841–1935), ketiga orang Amerika itu
berpendapat bahwa para hakim tidak hanya menemukan hukum,
tetapi bahkan membentuk hukum.

Anda mungkin juga menyukai