Anda di halaman 1dari 91

DIARE

Epidemiologi:
Diare salah satu sebab kesakitan & kematian anak
Penatalaksanaan WHO  angka kematian 
Indonesia:
angka kesakitan: 200–400kejadian/1000 pddk th
70-80% adalah anak <5 tahun
350.000-500.000 anak meninggal /tahun
• Diare akut yang tidak dikelola dengan baik
dan atau adanya faktor resiko menyebabkan
diare persisten
• Diare akut dapat mencetuskan adanya diare
kronik
• Diare kronik dapat disebabkan: inflamasi/
peradangan, kelainan enzim pencernaan
(malabsorpsi dan maldigesti), tumor,
sindroma usus pendek, dll

3
Etiologi (1):
Berdasarkan sebab terbayak
 85%Rotavirus, ETEC, mikroorganisme (-)
 15% Penyebab lainnya: bakteri, virus,
parasit, malabsorpsi makanan, alergi
makanan, keracunan makanan,
imunodefisiensi, dll
Etiologi (2):
Berdasarkan agen penyebab:
 80% infeksi  rotavirus  30% di
masyarakat  50% di RS
 10% makanan (keracunan, malabsrpsi,
alergi)
 10% dll
Diare
1. Batasan
(WHO): keluarnya tinja yg lunak/cair dg frek
>3x/hari dg/tanpa darah/lendir dlm tinja.
Ibu: perubahan konsistensi dan frekuensi BAB
Diare akut : kumpulan peny dg gejala diare: defekasi
dg tinja cair/lembek dg/tanpa darah& lendir
dg frek >3x/hr, berlangsung <14 hr & <4x/bl
Definisi : durasi

• Akut : sampai 14 hr
– Prolonged : 7 -14 hr
• Kronis :
– Persisten : causa infeksi

* Gastro-enteritis
Akut Kronik

Akut Prolong Persisten Kronik

Akut
Disentri dalam arti sempit
Kolera

8
Definisi : jenis tinja

• Cair (watery)
• Berdarah (bloody) : disentri
Etiologi
• Infeksi :
1. Virus : rotavirus, adenovirus, Norwalk virus
2. Bakteri : E.Coli; shigella: Salmonella; V. Cholera,
Campylobacter jejuni, Yersinia enterocolitica
3. Parasit : E. Histolytica; Giardia lamblia; Trichuris
trichuria; Cryptosporidium
Etiologi (2): lain2
1. Obat : Antibiotik (ampisilin)
2. Intoleransi/allergy makanan
3. Maldigesti/malabsorbsi
4. Infeksi par-enteral : oma; campak
5. Kelainan kongenital
6. Tumor
7. Psikologis
Feco oral
 Source, reservoir
 Biological + Enviromental factors
 reservoir pertinency + dose of infection
 mode of infection:
 water borne, hand to mouth, etc
 Keracunan makanan: racun - bakteri
 Racun:  Kuman:
makanan ekso toksin
kimiawi endotoksin
infeksi
Kuman yang menimbulkan diare :

1. Virus : Rotavirus, virus Norwalk, Norwalk


like virus, Astrovirus, Calcivirus, Adenovirus.
2. Bakteri : Escherichia coli (EPEC, ETEC, EHEC,
EIEC), Salmonella, Shigella, Vibrio cholera 01,
Clostridium difficile, Aeromonas hydrophilia,
Plesiomonas shigelloides, Yersinia
enterocolitis, Campilobacter jejuni,
Staphilococcus aureus, Clostridium botulinum
3. Parasit : Entamoeba histolytica, Dientamoeba
fragilis, Giardia lamblia, Cryptosporidium
parvum, Cyclospora sp, Isospora belli,
Blastocystis hominis, Enterobius vermicularis.
4. Cacing : Strongiloides stercoralis, Capillaria
philippinensis, Trichinella spiralis.
5. Jamur : Candidiasis, Zygomycosis,
coccidioidomycosis
Manifestasi klinis
Cengeng, to, nafsu mkn /-, muntah, lecet anus
Kebanyakan berlangsung: 3 – 5 hari.
Bentuk klinis:
• manifestasi klinis (dalam arti sempit): diare akut,
kolera, disentri.
• der dehidrasi: tanpa deh, ringan-sedang, berat.
• jenis dehidrasi: isotonik, hipotonik, hipertonik.
• permasalahan klinis: tanpa masalah & bermasalah
Berdasarkan Bentuk klinis  untuk
penggunaan antimikroba
diare akut dibedakan menjadi diare akut,
kolera, disentri.
Kolera : manifestasi klinis khas, anak > 3
tahun (terutama > 5 tahun), kejadian luar
biasa
Disentri: Diare dengan diserta darah dan atau
pus  bloody stool
Diare akut: diare bukan kolera dan disentri
Mekanisme Sekretorik

Oleh bakteri  toksin


(Enterotoksin, Neurotoksin, sitotoksin
Akibat toksin
1. Enterotoksin: mengaktifkan second
messenger  Elektrollit disekresikan ke
lumen + Air  Diare sekresi (CAIR)
2. Neurotoksin  peristaltik /
3. Sitotoksin  kehancuran enterosit
Patofisologi diare bakteri :

Pengeluaran enterotoksin
Beberapa bakteri mengeluarkan enterotoksin
tanpa invasi struktur mukosa usus.
MO ini menempel di sel  mengeluarkan
enterotoksin yang mengikat reseptor yang
spesifik pada permukaan membran sel mukosa
sehingga terjadi peningkatan jumlah mediator
intraseluler  peningkatan sekresi elektrolit
dan air.
Contoh:
Bakteri mengeluarkan enterotoksin tanpa merusak
sel
V. cholera berkembang dalam usus kecil 
perlengketan pada enterosit  enzim adenylate
cyclase → ATP → cAMP → sekresi Cl¯ di sel kripta
+ hambatan absorbsi Na + di sel villus → sekresi air
, garam dam basa.

ETEC mengeluarkan toksin labil panas (LT) berikatan


pada reseptor membran apikal enterosit aktivasi
GMP siklik intraseluler  memacu sekresi Cl dan
menghambat absorbsi Na
Invasi dan destruksi sel epitel
Shigella, EIEC, Yersinis enterocolitica,
Campylobacter, Entamoeba histolytica
• Meng-invasi enterosit dengan menimbulkan
peradangan mukosa dan destruksi.
• Infeksi dapat terbatas pada usus kecil atau
kolon, tetapi dengan cepat menimbulkan
colitis dengan ulserasi pada mukosa
superfisial dan keluhan mengejan, tenesmus
dan tinja berlendir & berdarah
Penetrasi dari lamina propria dan invasi
sistemik Contoh: Salmonella, S dysenteriae
serotype I. C. jejuni.
Salmonella → kolonisasi di jejunum/ ileum/
kolon  invasi ke sel epitel mukosa usus 
invasi ke lamina propria  infiltrasi sel-sel
radang  sintesis prostaglandin produksi
heat-labile cholera like enterotoksin →
invasi ke plaque peyeri → penyebaran ke
KGB mesenterium → hipertrophi →
penurunan aliran darah ke mukosa →
nekrosis mukosa → ulkus menggaung →
eritrosit dan plasma keluar lumen → tinja
bercampur darah.
Shigella dan EIEC → kolonisasi di ileum
terminalis/ kolon (terutama kolon distal)
invasi ke sel epitel mukosa usus →
multiplikasi → penyebaran intrasel dan
intersel → produksi enterotoksin → ↑ cAMP
→ hipersekresi usus (diare cair, diare sekresi)
→ produksi eksotoksin → sitotoksik →
infiltrasi sel radang → nekrosis sel epitel
mukosa → ulkus kecil → eritrosit dan plasma
keluar ke lumen usus
invasi ke lamina propia ? bakteremia
(terutama pada infeksi S. dysenteriae
serotype I)
Campylobacter jejuni → kolonisasi di
jejunum/ ileum/ kolon  invasi ke sel epitel
mukosa usus  invasi kelamina propria 
infiltrasi sel-sel radang  prostaglandin
produksi heat-stabile cholera-like
enterotoksin → produksi sitotoksin? →
nekrosis mukosa → ulkus → eritrosit dan
plasma keluar ke lumen → tinja bercampur
darah  masuk ke sirkulasi (bakteremia)
Perlengketan tanpa menimbulkan kerusakan
pada mukosa dan tanpa pengeluaran
enterotoksin Contoh EPEC
Mekanisme (2)
• Diare Osmotik :

maldigesti malabsorbsi

osmotik meningkat

cairan kedalam lumen


Mekanisme osmotik

Kerusakan sistem enzim  makanan tidak


dicerna sempurna  menimbulkan beban
osmotik di lumen usus bagian distal  air
terbawa ke lumen usus  bakteri usus
mengurai sisa makanan (karbohidrat/
polisakarida menjadi asam lemak rantai pendek
dan gas-gas lainnya)  beban osmotik   air
terbawa ke lumen kolon  diare (AMPAS)
Mekanisme sitolitik
Oleh virus
 invasif dan sitotoksik. Rotavirus masuk dan
memperbanyak diri dalam enterosit yang
matur pada ujung vili usus kecil proksimal
kemudian menyebar ke distal dalam masa
inkubasi 48 jam. Mikrovili rusak dan
dikeluarkan dalam 24jam, kripta menjadi
hipertrofi dalam 48jam dan menutup
kembali permukaan vili yang rusak. Enzim
disakaridase, absorbs glukosa, Na
mengalami gangguan.
Oleh proses inflamasi: allergi, IBD
• Inflamasi mengakbatkan sel-sel imun
menghasilkan sitokin-sitokin, kemokin-
kemokin, dan prostaglandin  memicu
terjadi sekresi dan mengaktifkan saraf-
saraf enterik.
• Peradangan  Metaloprotein 
menghancurkan enterosit pada villus 
penurunan absorpsi, kripta hiperplasia
meningkatkan sekresi. Villi ditempati
enterosit immatur (insufisiensi enzim
disakaridase dan peptide hydrolase) 
diare campuran.
Akibat kerusakan usus akibat virus,
peradangan
1. Hipertrofi kripta  diare sekretorik 
diare cair
2. Kerusakan villi  villi memendek  enzim2
pencerna makanan menurun  beban
osmotik intaluminal tinggi  sebagian
makanan dihidrolisis oleh bakteri-bakteri
kolon  diare osmotik dengan produksi gas
dan asam lemak rantai pendek
1 dan 2  diare campuran
Mekanisme (3)
• Motilitas :
– meningkat : tirotoksikosis; IBS; dumping syndrome
– Menurun : pseudo obstruction
• Inflamasi : permukaan absorbsi <, motilitas >
– Salmonella, shigella, rotavirus
Konsekuensi diare (cair)
1. Dehidrasi :
1. Isotonik : Na 130 – 150 mmol/l
2. Hipertonik : Na >150 mmol/l
3. Hipotonik : Na < 130 mmol/l
2. Asidosis metabolik
3. Gangguan elektrolit : Hiponatremia,
Hipokalemia
4. Gangguan sirkulasi
Gambaran hipokalemia pada EKG lebih
bermakna secara klinis
Bedakan dengan hiperkalemia
Hiperkalemia sering dijumpai pada komplikasi diare yakni
gagal ginjal
Dehidrasi  penurunan vol ekstraseluler
 berkurangnya perfusi jaringan 
peningkatan kecepatan nadi, sebagai
kompensasi jantung yang berusaha
meningkatkan output dalam menghadapi
stroke volume yang berkurang.
Asidosis terjadi karena
• Penyampaian O2 pd jaringan  asidosis
laktat
• Berkurangnya perfusi jaringan 
menghambat fungsi ginjal  asidosis dan
uremia (pd diare asidosis diperberat dg
kehilangan bikarbonat)
• Bila terdapat pengurangan pemasukan kalori
yg menyertainya atau ketidakmampuan
untuk memetabolisasi kalori yg masuk 
ketoasidosis
• Asidosis  memacu ginjal  meningkatkan
produksi amonia dan eksresi hidrogen melalui
urine.
• Asidosis Tjd penurunan pH darah yang jika
disertai kenaikan PCO2  merangsang pusat
pernafasan untuk meningkatkan kecepatan
pernafasan sbg upaya meningkatkan ekskresi
CO2 mll paru (pernafasan Kussmaul). Pernafasan
kussmall juga sebagai upaya kompensasi
respiratorik
• Asidosis berat  bisa tjd penurunan tahanan
vaskuler perifer dan fungsi ventrikel jantung 
hipotensi, sembab paru dan hipoksia jaringan
• Pada diare berat  kehilangan bikarbonat
yg meningkat dalam tinja dan mungkin juga
dengan adanya pembentukan asam organik
dari pemecahan karbohidrat yg kurang
sempurna dlm tinja  asidosis metabolik
Klassifikasi dehidrasi sesuai defisit cairan

DERAJAT % kehilangan BB
DEHIDRASI
Bayi - anak10kg Anak Besar

tanpa dehidrasi 0-5 % 

Dehidrasi ringan 5-10%  rerata 7,5% Rerata 5-6% (50-60


sedang (50-100 ml/kg) ml/kg)

Dehidrasi berat 10-15%  rerata 12,5% Rerata 8-9% (80-90


(100-150 ml/kg) ml/kg)
Anti mikroba tidak rutin digunakan
• Menurut WHO dan Depkes: kolera
dan disentri
• Dapat diperluas pada kasus
Pemakaian Antimikroba dapat diperluas pada:
1. kasus diare invasif, ditandai Leukosit tinja :
≥ 10/lpb  panas > 38,5 oC
2. Meteorismus
3. Adanya penyakit penyerta yang memerlukan
antibiotik
4. Panas tinggi
5. Diare prolong/persisten
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
yg dianjurkan WHO:
(1) pemberian cairan  cegah & obat dehidrasi
(2) pemberian makanan yg diteruskan, ASI.
(3) obat anti diare (-) , kecuali AB/AM kasus ttt

Yang sudah direkomendasikan : Zinc


Belum direkomendasikan: Probiotik dan prebiotik
(4) memberikan petunjuk bagi ibu/anak/pengasuh
Penatalaksanaan
yg dianjurkan WHO:
1. pemberian cairan  ditujukan untuk mencegah &
mengobati dehidrasi
Ada 2 opsi pemberian: peroral dan parentral
Pemberian terapi cairan 
oral (tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan-sedang)
parenteral (dehidrasi berat, muntah hebat atau
penderita dengan pengeluaran air tinja yg hebat
Pemberian peroral

• Lebih menguntungkan dibandingkan


parenteral (murah, frekuensi BAB dan
lama diare berkurang)
• Pada keadaan dimana gagal pemberian
oral dapat diberikan personde, dengan
kecepatan maksimal 20 ml/kgBB/jam
Terapi Oralit
ORALIT

• Merupakan cairan elektrolit-glukosa yang


sangat esensial dan telah terbukti efektif
dalam pencegahan dan mengobati rehidrasi
• Dasar : air bergerak masuk dari lumen usus
sebagai respon terhadap transpor aktif
berpasangan elektrolit dan solut organik,
salah satunya yg penting adalah NaCl dan
glukosa.
Komposisi oralit hipoosmolar

Reduced Osmolarity ORS Hyperosmolarity ORS


Grams/litre Mmol/L Grams/litre Mmol/L
Sodium Chloride 2.6 Na 75 3,5 Na 90
Anhidrous Glukose 13.5 Glukosa 75 20 Glukosa 111
Potassium chloride 1.5 Cl 65 1,5 Cl 80
Trisodium citrate, dihydrate 2.9 K 20 2,9 K 20
Citrate Sitrat 10 Sitrat 10 atau
Bikarbonat Atau 2,5 BicNat Bikarbonat 30
Total Osmolarity 245 311
Pemberian parenteral

• Diberikan pada dehidrasi berat (dimana


pemberian oral tidak mampu
mencukupi), dan dehidrasi ringan
sedang gagal URO
• Setelah rehidrasi tercapai secepat
mungkin (4-6jam) beralih ke oral.
• Jenis cairan: kristalolid (RL, NaCL,
NaCl+Dektrose)  perdebatan
Rehidrasi parenteral

• Pada diare akut murni (tanpa penyulit) dapat


diberikan rehidrasi cepat (dalam 3 sampai
6jam)
• Pada diare akut dengan penyakit penyulit
(ditakutkan ada beban vollume plasma)
diberikan dalam 24 jam
• Tetapi menurut WHO rehidrasi cepat dapat
diterapkan pada seluruh keadaan.
Pemberian Terapi Cairan Parenteral Cepat
Ditujukan untuk :
1. Memperbaiki dinamika sirkulasi (bila ada
syok)
2. Mengganti defisit yg terjadi  menganti
PWL
CWL dan IWL, diberikan PERORAL, tetapi jika
peroral tidak memungkinkan IVFD dapat
dipertahankan
• Pemberian cairan pada penderita dg dehidrasi
berat atau dalam keadaan syok  tindakan
kedaruratan medis
• Penilaian lengkap dari penderita  dilakukan
sesudah dimulainya pemberian cairan dan
penderita dlm keadaan stabil
• Dalam merencanakan pemberian terapi cairan
yg penting dipertimbangkan adalah defisit Na
dan air, perubahan kualitatif dari susunan
tubuh yg terjadi akibat hilangnya elektrolit
yg terkait dg air, dan keseimbangan ion
kalium dan hidrogen
TERAPI REHIDRASI : Parenteral
Memerlukan 3 tahap :
1. Terapi Awal (initial therapy) 
memperbaiki dinamik sirkulasi dan fungsi
ginjal dg cara re-ekspansi dg cepat vol
CES
2. Terapi Lanjutan  mengganti defisit air
dan elektrolit pd kecepatan yg lebih
rendah dg mengganti Na mendahului K
3. Terapi Akhir  menjaga/memulihkan
status gizi penderita
REHIDRASI dehidrasi berat: Parenteral
Memerlukan 3 tahap :
1. Terapi Awal (initial therapy)  WHO/
Depkes: Rl 30 ml (dalam 30 menit & 1 jam),
UNSRI: RL 30ml/jam, UI: KAEN 3B 30ml
(30 men & 1 jam)
2. Terapi Lanjutan  WHO/ Depkes: Rl 70 ml
(dalam 30 menit & 1 jam), UNSRI: RL
30ml/jam, UI: KAEN 3B 30ml (30 men & 1
jam)
3. Terapi Akhir  menjaga/memulihkan status
gizi penderita  segera memberi
minum/makan begitu memungkinkan
Tujuan pemberian cairan pada terapi awal :
mencegah/mengobati syok dengan cepat untuk
mengembangkan vol CES, terutama plasma.
Idealnya, bahwa seluruh cairan yg diberikan
hendaknya tetap berada dalam ruang vaskuler
(c: plasma, tetapi tidak memungkinkan)  ganti
larutan yang mirip plasma (RL).
(beberapa center: perlu penambahan glukosa
dlm cairan, krn bayi yg sakit peka untuk tjd
hipoglikemia)
• Garam faali (NaCl 0,9%) ditambah glukosa
5 gr% baik untuk dehidrasi dengan alkalosis
metabolik (karena tidak mengandung basa),
tetapi kurang optimal untuk pasien dg
dehidrasi asidosis (sebagai komplikasi diare
akut)  tidak dpt mengkoreksi asidosis.
Dengan pemakaian RL secara cepat maka
perfusi ginjal ditingkatkan  eksresi ion
hidrogen meningkat
• Menormalisasikan pH yg terlalu cepat atau
terlalu agresif  bahaya. Pemberian
bikarbonat hanya ditujukan untuk asidosis
berat. Pada umumnya tdk dilakukan koreksi
bila pH > 7,10
2. Tahap Terapi Lanjutan 

Tujuan : mengoreksi secara menyeluruh sisa


defisit air dan elektrollit.
Bila sudah tercapai tahap ini  periksa nilai
elektrolit serum  modifikasi terapi cairan
sesuai dg kadar Na yg ada ( isonatremi,
hiponatremi, hipernatremi)
Nb: sistem syaraf, ginjal, dan hormonal perlu
waktu 4-6 jam untuk menjaga osmolalitas
Beberapa cara pemberian rehidrasi cepat
pada dehidrasi berat

Jenis Cairan FK UNSRI WHO/Depkes FKUI 2007


Tanda2 syok RL 20 ml/kg ? RL 20 ml/kg
secepatnya ?? secepatnya
Terapi Awal RL 30 ml/jam RL 30 ml KAEN 3B 30 ml
< 1 tahun 1 jam < 1 tahun 1 jam
≥ 1 tahun: ½ jam ≥ 1 tahun: ½ jam
Terapi lanjutan RL 30 ml/jam, Monitor RL 70 ml KAEN 3B 70 ml
setiap jam hentikan jika < 1 tahun 5 jam < 1 tahun 5 jam
rehidrasi tercapai ≥ 1 tahun: 2½ jam ≥ 1 tahun: 2½ jam
Jumlah toltal RL 120 ml/4jam + Rl 100 ml KAEN 3B 100ml +
RL resusitasi syok RL resusitasi syok
Pemantauan

• Pantau respon klinis : tangis bayi, tingkat


aktifitas, turgor kulit, nadi dan tekanan darah,
BB, intake-output, pencatatan volume tinja
dan kecing scr terpisah.
• Pd keadaan tertentu  periksa nilai elektrolit
serum dan urin
• Jika ada komplikasi: pantau nilai labolratium
organ yang terlibat
Prinsip Terapi Cairan lambat
Memberikan cairan :
1. Mengganti kehilangan yg terjadi  PWL
2. Mencukupi kehilangan abnormal dari
cairan yg sedang berlangsung (on going
abnormal losses)  CWL
3. Menganti Inseseble cairan  IWL
Atau
4. Mempertahankan kebutuhan rumatan
5. Menganti cairan yang hilang (PWL/CWL)
Prinsip Terapi Cairan Parentral lambat deh
ringan-sedang
Jumlah cairan :
1. PWL: dehidrasi ringan-sedang 75 ml/kg,
2. CWL: 10-20 ml/kg/BAB, 5-10 ml/kg/muntah,
 rerata perhari 100 ml/kg/hari
3. IWL: 25 ml/kg/hari
Atau
4. kebutuhan rumatan: 100 ml/kgBB/hari
5. PWL: dehidrasi ringan sedang 50-100 ml/kg,
CWL: terhgantung jumlah BAB dan muntah
Prinsip Terapi Cairan Parenteral lambat dehidrasi
berat
Jumlah cairan :
1. PWL: dehidrasi berat 100-125ml/kg
2. CWL: 10-20 ml/kg/BAB, 5-10 ml/kg/muntah,
 rerata perhari 100 ml/kg/hari
3. IWL: 25 ml/kg/hari
Atau
4. kebutuhan rumatan: 100 ml/kgBB/hari
5. PWL: dehidrasi berat 100-150ml/kg
6. CWL: terhgantung jumlah BAB dan muntah
Jika rehidrasi diperlukan dalam waktu 24
jam maka
• 1/3 sampai ¼ diberikan dalan 4 jam pertama
dan sisanya dalam 20 jam kemudian
• Mengunakan cairan yang sesuai, yakni
modifikasi sutejo
• Cairan tersebut adalah D5%/10% + NaCl 15%
10 ml + KCl 10% 4 ml + BicNat 8,4% 7 ml atau
mengunakan KAEN 3A atau KAEN 3B
Tabel jumlah cairan

Tabel 9. Jumlah Cairan yang Hilang Selama Diare pada Anak yang Disesuaikan Berat Badan Per24jam
3 – 10 kg 10-15 kg 15 – 25 kg
Derajat Dehidrasi
PWL NWL /hari PWL NWL /hari PWL NWL /hari
Ringan 50 100 175 30 80 135 25 65 115
Sedang 75 100 200 50 80 155 50 65 140
Berat 125 100 250 80 80 185 80 65 170
Nb: Satuan ml/kgBB, dengan CWL 25 ml/kgBB/hari
TAHAP RUMATAN
Mengganti kehilangan cairan yang sedang
berjalan karena diare  10-20 ml/kgBB untuk
setiap diare berair yg terjadi (dan 5-10
ml/kgBB setiap muntah) disamping pemberian
makanan dan minuman sebagaimana biasanya
sebelum terjadi diare.
Penatalaksanaan th/ cairan program P2D:
rencana pengobatan A  diare tanpa dehidrasi,
rencana pengobatan B  diare deh rgn-sedang
rencana pengobatan C  diare dehidrasi berat.
Oralit berperan pada rencana terapi A dan B.
Langkah ke-2 Diet

• ASI diteruskan
• Tetap meneruskan makan dan minum seperti
biasanya, dengan penambahan porsi karena pada
diare kebutuhan akan diet meningkat 50%
• Tidak mengkonsumsi makanan yang merangsang
• Banyak mengkonsumsi makanan yang kaya kalium
Langkah ke-2 Diet

• Bayi yang mendapat susu formula, ganti


dengan LLM/BL/LF jika ada tanda-tanda
intoleransi glukosa (baik klinis maupun
laboratoris), dehidrasi berat, diare telah
berlangsung 3-5 hari
• Refeeding mencegah berkurangnya BB
lebih lanjut dan mempercepat
penyembuhan
Langkah ke-2 Medika mentosa

• Tidak memakai antibiotik/antimikroba kecuali


pada kasus kollera, disentri, diare invasif
• Zinc
• Probiotik (belum direkomendasi olleh WHO)
Pemakaian Antimikroba

• Tidak rutin digunakan.


• Ditujukan untuk mengobati causa dari diare yang
didapat dari hasil kultur feses yang dilaksanakan pada
diare prolong (> 7 hari)
• Mudah terjdi resistensi (karena resistensi mudah
ditularkan antar kuman)
• Kuman-kuman di dalam GIT merupakan sumber
keresistenan, walaupun antibiotika yang dipakai tidak
ditujukan untuk infeksi GIT
MASALAH PEMAKAIAN AB UNTUK
DIARE
• Menimbulkan resistensi kuman terhadap AB,
yang kebanyakan diperantarai oleh plasmid.
• Plasmid : elemen genetika diluar kromoson.
Dapat berplikasi secara otonom di dalam sel
host
• Resistensi terhadap AB tidak hanya
mengurangi keaktifan AB terhadap kuman
akan tetapi kuman yang resisten justru dapat
tumbuh lebih cepat bila ada AB  super
infeksi
Selain resistensi, AB terutama yang
bespktrum luas dapat menimbulkan diare
( DRUG INDUCED DIARRHEA =
ANTIBIOTICS ASSOCIATED
DIARRHEA=AAD)
AB menimbulkan AAD, dengan mekanisme:
1. Membunuh kuman apathogen sehingga
terjadi gangguan keseimbangan kuman,
sehingga kuman yang pathogen dan jamur
(terutama Candida)overgrowth
2. Berpengaruh langsung ke otot-otot polos
GIT  hiperperistaltik
3. Bersifat toksik
LINTAS DIARE
DepKes RI 2008

1. Berikan oralit
2. Berrikan tab Zinc selama 10 hari berturut-
turut
3. Teruskan ASI-makan
4. Berikan AB secara selektif
5. Berikan nasihat pada ibu/keluarga
Seng (Zinc)
• Mikronutrien esensial
• Berperan dlm proses pertumbuhan dan
diferensiasi sel, menjaga stabilitas dinding sel
serta ikut dlm proses ekspresi dari gen dan
pengaturan ion intraseluler.
Seng dan pencegahan diare

• Penelitian suplementasi seng menunjukkan


penurunan insidens diare akut dan persisten
antara 14-65%
Seng dan pengobatan diare

• Pemberian seng terbukti memperpendek


durasi dan mengurangi proporsi diare yg
menjadi kronik
• Pemberian pd penderita diare tidak
memandang status seng tubuh, ttp dampaknya
lebih jelas pd penderita dgn def seng.
Sediaan dan dosis Zn

Sediaan:
Sekarang : Zn elemental (zinckid, prozinc)
Sebelumnya: SO4 (seng sulfat), seng glukonat
dan seng asetat, seng pikolinat.
1 mg Zn elemental≈4,4 mg ZnSO4.7H2O ≈ 7 mg
seng glukonat ≈ 2,8 mg seng asetat ≈ 2,1 mg
ZnCl2
Dosis: < 6 bulan: 10 mg (seng elemental)
>6 bulan : 20 mg
Diberikan selama 14 hari
Obat-obat yang mmpengaruhi feses

• Obat pengental tinja: KAOLIN-PEKTIN


• Obat antimotilitas: LOPERAMIDE,
DIFENOKSILAT
• Obat anti sekretorik : KLORPROMAZIN,
ASPIRIN, INDOMETASIN
LOPERAMID

• Dosis pada anak 0,04 mg/kg


• Efek merugikan loperamid (WALIA 1980) :
1. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam lumen sulit dinilai
2. Multiplikasi abnormal flora bakteri  invasi ke darah
3. Distnsi abdomen  Ileus paralitik
• Diare akut dengan demam yang diperkirakan ada patogen
invasif dan Disentri, obat yang menurunkan motilitas usus
mengakibatkan hambatan pembuangan organisme patogen
dari usus sehingga pemperpanjang diare
• Dapat menyebabkan toksik megakolon
KLORPROMAZIN
• Pada hewan coba: Klorpromazin menghambat
siklase intestin yang dipacu oleh toksin kolera
(CHOLERA TOXIN STIMULATED
INTESTINAL CYCLASE) dan sekresi cairan.
(RABBANI ET AL 1979)
• Dosis 1 mg/kgBB/hari
• Kerugian: menyebabkan sedasi, sehingga oralit
tidak dapat diberikan
KOLESTERAMIN

• Berefek pada pengikatan asam empedu


sehingga efek katartik akibat asam empedu
dalam jumlah besar yang mencapai kolon
dikurangi (BERAUT ET AL 1976)
• Berkemampuan mengikat endotoksin, sehingga
efektif pada diare intraktabel, walaupun
patogenesisnya belum jelas.
VAKSINASI SALURAN CERNA
Mekanisme:
Imunisasi parenteral: hanya meningkatkan AB
dalam serum tidak dalam saluran cerna
Imunisai peroral dgn bakteri yg telah mati: Ab
dalam serum dan lokal tidak cukup tinggi
Imunisasi oral dengan bakteri hidup  Ab
cukup tinggi dalam serum maupun lokal.
Jenis vaksin

• Vaksin Kolera: menghalangi proses perlekatan


toksin kolera terutama sub unit B
• Vaksin Shigella: berasal dari mutasi bakteri
Shigella yg dilemahkan, mutasi hibrida
Shigella dengan segmen E.coli, E.coli yg
dimasukkan gen Shigella dan carrier yg
mengandung gen Shigella booster setiap 2
tahun
• Vaksin E.coli: dapat dari inti (Ag LT dan ST),
kapsul (Ag K) dan dari silia (Ag P)
• Vaksin Salmonella: vaksin parenteral kurang
memuaskan, vaksin oral lebih memuaskan
• Vaksin rotavirus: prospek cukup baik.
Penelitian di Finlandia  daya lindung 88%.

Anda mungkin juga menyukai