Anda di halaman 1dari 58

ILMU NUTRISI RUMINANSIA:

KECERNAAN ZAT-ZAT MAKANAN


DAN PENGUKURANNYA

Prof. FAUZIA AGUSTIN


POKOK BAHASAN
Minggu
POKOK BAHASAN
Ke
 Pendahuluan
1  Pengertian dan ruang lingkup Ilmu Nutrisi
Ternak Ruminansia
Karakteristik dan perkembangan sistem
pencernaan ternak ruminansia:
 Perbedaan sistem pencernaan ternak
ruminansia dan non ruminansia
 Pengertian pseudo ruminant
2
 Perkembangan dan peranan rumen, retikulum,
omasum dan abomasum
 Mikroba rumen dan peranannya dalam sistem
pencernaan
Mingg
u POKOK BAHASAN
Ke
Klasifikasi bahan pakan untuk ternak ruminansia:
 Bahan pakan sumber enersi
3  Bahan pakan sumber protein
 Bahan pakan sumber mineral dan vitamin
 Bahan pakan alternatif non-konvensional
Kebutuhan zat-zat makanan untuk ternak
ruminansial:
 Kebutuhan bahan kering
4  Kebutuhan protein dan enersi
 Kebutuhan vitamin dan mineral
 Serat kasar dan lemak
 Tabel kebutuhan zat-zat makanan
Mingg
u POKOK BAHASAN
Ke
Peranan dan metabolisme zat-zat makanan pada
ternak ruminansia:
 Peranan dan metabolisme karbohidrat
5–6  Peranan dan metabolisme protein
 Peranan dan metabolisme lemak
 Peranan mineral dan vitamin dalam proses
metabolisme.
Teknik pengukuran enersi pada ternak ruminansia:
 Skema pembagian enersi dan pengukurannya
7  Satuan Enersi: Total digestible nutrients (TDN)
dan Martabat Pati (MP)
Minggu
POKOK BAHASAN
Ke

8 Ujian Tengah Semester (UTS)

Kecernaan zat-zat makanan dan pengukurannya:


 Pengukuran kecernaan secara in vivo
 Pengukuran kecernaan secara in vitro
 Pengukuran kecernaan secara in sacco
9
 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan
zat-zat makanan
 Hubungan antara kecernaan dan ketersediaan
enersi dan protein
Mingg
u POKOK BAHASAN
Ke
Protein by-pass, protein mikroba dan penggunaan non
protein nitrogen (NPN):
 Pengertian by-pass protein dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
10  Pengertian protein mikroba dan teknik pengukurannya
 Siklus urea
 Pemanfaatan NPN (urea) dalam ransum dan
persyaratannya
Evaluasi kualitas protein pada ternak ruminnansia:
 Evaluasi secara biologis (biological value)
 Protein efficiency ratio (PER)
11  Net Protein Ratio (NPR)
 Nitrogen balance (rentensi nitogen)
 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas protein pada
ternak ruminansia.
Mingg
POKOK BAHASAN
u ke
Feed supplement dan feed aditif:
 Pengertian, peranan dan sumber feed
supplement dan feed aditif dalam memacu
produksi ternak ruminansia
12
 Jenis-jenis feed supplement dan feed aditif.
 Cara dan pertimbangan pemberian feed
suplement dan feed aditive untuk ternak
ruminansia
Formulasi ransum:
 Persyaratan dan prinsip dasar penyusunan
13-14 ransum
 Teknik formulasi ransum (trial and error, segi
empat Pearson, dan metoda matematik.
Mingg
POKOK BAHASAN
u ke
Gangguan metabolis dan mal-nutrisi pada ternak
ruminansia:
 Ketosis: Penyebab, gejala, pencegahan dan
pengobatannya
15  Acidosis: Penyebab, gejala, pencegahan dan
pengobatannya
 Bloat: Penyebab, gejala, pencegahan dan
pengobatannya.

Ujian Akhir Semester (UAS)


16
Minggu ke-9
Kecernaan zat-zat makanan dan
pengukurannya:

 Pengukuran kecernaan secara in vivo


 Pengukuran kecernaan secara in vitro
 Pengukuran kecernaan secara in sacco
 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan
zat-zat makanan
I. Metode in vivo
• Pengukuran kecernaan secara in vivo, langsung
diuji pada ternak, aman dari isu animal welfare.

• Merupakan metode untuk mengevaluasi seberapa


banyak makanan yang dikonsumsi mampu dicerna
oleh ternak.

• Prinsipnya harus mengukur ransum yang


dikonsumsi dan feces yang dieksresikan selama 24
jam.
Pengukuran Kecernaan Secara Invivo

• Zat makanan yang dicerna =


zat makanan yang dikonsumsi (intake) dikurangi
zat makanan yang keluar dari tubuh
melalui feces.

• Feces yang dikumpulkan harus terpisah dari


urin.
Metode Penentuan Kecernaan Secara Invivo
• Metode yang umum dalam penentuan koefisien cerna adalah:
• 1) Metode Koleksi Total
• 2) Metode Indikator

• 1). Metoda Koleksi Total


• Terdiri atas 3 periode
1. Periode adaptasi
• 2. Periode pendahuluan atau prelim
• 3. Periode koleksi
Metode Invivo
• Periode pendahuluan atau masa prelim, bertujuan untuk
menghilangkan pengaruh pakan atau ransum sebelumnya.

• Pada periode koleksi yang berlangsung selama 5 hari,


dilakukan:
• 1. Pengumpulan/penimbangan seluruh ransum yang
dikonsumsi .

• 2. Pengumpulan/penimbangan seluruh feces yang di


eksresikan selama 24 jam

• 3. Pengambilan sampel ransum

• 4. Pengambilan sampel feces


• Rumus kecernaan :
Perhitungan Kecernaan zat makanan ( % ) =
• Konsumsi zat makanan( g ) – Eksresi Feses ( g )
---------------------------------------------------------- ×100 %
Konsumsi zat makanan ( g )

Semua zat makanan dinyatakan dalam % bahan kering (%BK)


Contoh: untuk menghitung konsumsi serat kasar
(SK)ransum = konsumsi BK ransum x persentase SK ransum.

Untuk menghitung Eksresi SK feses = ekskresi BK feses x


persentase SK feses
Perhitungan konsumsi
• Jika seekor sapi dengan bobot badan 250 kg diberi
rumput sebanyak 25 kg, ternyata tersisa rumput sebanyak
1 kg.
• Hitung berapa konsumsi BK, BO, SK, LK, PK dan BETN
rumput jika diketahui hasil analisa rumput sbb:
• Kadar BK 20%
• Kadar Abu 8%
• Kadar Nitrogen 1,4%
• Kadar SK 30%
• Kadar lemak 3%
• Semua zat makanan dinyatakan dalam % BK
Jawab:
• Konsumsi ruput segar = 25 kg – 1 kg = 24 kg
• Konsumsi BK rumput =
• (%hasil analisa BK rumput) x konsumsi rumput segar.

• Konsumsi BK rumput = (20/100) x 24 kg


• = 4,8 kg BK

• Untuk menentukan kadar bahan organik (BO) rumput =


BK – abu yaitu 100-% abu.

• Untuk menentukan kandungan PK rumput = 6,25 x


hasil analisa kadar N rumput
• Hitung !!
• 1. Konsumsi BO rumput
• 2. Konsumsi SK rumput
• 3. Konsumsi LK rumput
• 4. Konsumsi PK rumput
• 5. Konsumsi BETN rumput
Menghitung Eksresi BK feses
• Jika total feses yang diekskresikan = 8 kg, dan hasil analisa
feses sbb:
• Kadar BK feses = 24%
• Kadar abu feses = 9%
• Kadar N feses = 1,5%
• Kadar SK feses = 31%
• Kadar lemak feses = 2,8%

• Hitung berapa ekskresi BK feses !


• Eksresi Bk feses =
= % hasil analisa BK feses x eksresi total feses (kg)

= (24/100) x 8 kg = = 1,92 kg
• Hitung berapa ekskresi BO, feses
• berapa ekskresi PKfeses
• berapa ekskresi SK feses
• Berapa ekskresi LK feses
• berapa ekskresi BETN feses
Setelah didapatkan berapa jumlah zat makanan yang
dikonsumsi dan berapa jumlah zat makanan yang
diekskresi melalui feses, maka barulah dapat ditentukan
nilai kecernaannya.
• Hitung nilai kecernan BK rumput !
• Kec. BK rumput =
• Konsumsi BK rumput (g) – Eksresi BK Feses (g)
---------------------------------------------------------×100 %
Konsumsi BK rumput ( g )

• Kec. BK rumput = (4,8 kg – 1,92 kg)


• --------------------- × 100% = 60%
4,8 ( kg)
• Hitung nilai kecernan BO rumput
• Hitung nilai kecernan PK rumput
• Hitung nilai kecernan SK rumput
• Hitung nilai kecernan LK rumput
• Hitung nilai kecernan BK rumput
• Parameter yang Diukur

• 1. Konsumsi zat-zat makanan


• 2. Kecernaan zat-zat makanan
• 3. Pertambahan bobot badan
• 4, Efisiensi penggunaan ransum
• 5. Retensi nitrogen
• 6. Total zat-zat makanan yang dapat dicerna
• 7. Sintesis protein mikroba
• 8. Penentuan komposisi tubuh ternak
PENENTUAN RETENSI NITROGEN
• Retensi Nitrogen diukur untuk menentukan
kualitas protein dari pakan atau ransum.

• Prinsipnya, harus diukur berapa jumlah N yang


dikonsumsi dan berapa jumlah N yang
diekskresikan melalui feses dan urine selama 24
jam.
Rumus Retensi Nitrogen

 Retensi N (gram) = Konsumsi N – (NU + NF)


 NU : Nitrogen Urine
 NF : Nitrogen Feses

• Bagaimana cara menentukan jumlah N yang


diekskresikan melalui urine, dalam satuan gram?
sedangkan urine yang dikumpulkan dihitung dalam
satuan liter.
• Jawabnya, harus ditentukan dulu berapa berat
jenis urine.
• Jadi berat total urine (gram) =
berat jenis urine x total urine (liter)
Pengukuran Kecernaan:
Metode Indikator
Menggunakan indikator sebagai TRACER

Syarat Indikator:
 Tidak dicerna
 Tidak ada efek sampingan
 Tidak ada efek farmakologis
 Mencampur dengan baik
 Mudah diukur
Metode Indikator
Contoh Indikator:
chomic oxide,
ferric oxide,
polyethtilene powder,
lignin,
silica,
Chromogen

Kecernaan = 100 – 100 x % Indicator Pakan


% Indikator Feces

X % Nutrien Feces
% Nutrien Pakan
Faktor yang mempengarhi Kecernaan
hijauan:

 Umur Tanaman (Maturity or growth stage)


 Rasio Daun: Batang (Leaf : Stem ratio)
 Spesies
 Pengolahan (Processing)
II. Pengukuran kecernaan secara in vitro

• Teknik evaluasi bahan pakan atau ransum secara in


vitro dilakukan dengan meniru kondisi rumen yang
sebenarnya menurut metode Tilley & Terry (1963).

• Teknik ini menggunakan:


• 1). Rumen buatan yang berupa tabung fermentor.
• 2). Larutan McDougall’s sebagai saliva buatan.
• 3). Cairan rumen seBagai sumber mikroba.
• 4). Shaker water bath yaitu penangas air yang
bergoyang yang dilengkapai dengan pengatur suhu
II. METODE IN VITRO
 Tahap I : fermentasi bahan menggunakan
 cairan (inoculum rumen) dan buffer (saliva
 buatan) selama 48 jam, meniru pencernaan
 di rumen.

 Tahap II : Pencernaan oleh pepsin selama 24
 jam, meniru pencernaan pasca rumen.

 Ukuran sampel 1 mm dengan temperatur
 inkubasi diatur 390C dan pH 6.8 –
 6.9.
• Kondisi rumen adalah:
• 1. An aerob.
• 2. Suhu 390C
• 3. pH 6,5 – 7,0
• 4. Harus ada makanan.
• 5. Adanya mikroba yang hidup di dalam rumen.
• 6. Adanya kontraksi rumen
• 7. Adanya gas-gas yang terbentuk selama proses
fermentasi di dalam rumen.
• 8. Adanya produk fermentasi pakan atau ransum
berupa ammonia (NH3) dan asam-asam lemak terbang
(Volatile Fatty Acids = VFA)
• Pengukuran Kecernaan Bahan Kering
(KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik
(KCBO) Secara In Vitro

• Pengukuran KCBK dan KCBO dilakukan


menurut metude Tilley & Terry (1963).
Metode In Vitro
• Pencernaan Fermentatif:
• Sampel yang sudah di timbang sebanyak 0,5
gram dimasukkan kedalam tabung fermentor,
kemudian ditambahkan cairan rumen yang
sudah dicampur larutan buffer sebayak 50 ml
(terdiri dari 40 ml larutan Mc Dougall’s dan 10
ml cairan rumen).
• Segera setelah pemberian cairan rumen yang
sudah dicampur dengan larutan Mc Dougall’s
maka dialirkan gas CO2 selama ±30 detik agar
kondisinya anaerob dan pH netral (6,5–7).
• Tabung fermentor tersebut kemudian ditutup
dengan tutup karet berfentilasi, kemudian
diletakkan ke dalam shaker waterbath untuk
diinkubasi selama 24 jam atau 48 jam
• Setelah inkubasi dihentikan, tutup karet dibuka
dan ditambahkan 2 tetes HgCl2 jenuh atau
tabung fermentasi dimasukkan ke dalam wadah
berisi bongkahan es untuk menghentikan proses
fermentasi.
• Campuran sampel disentrifus dengan kecepatan
1200 rpm selama 20 menit. Supernatan di
pisahkan dengan residunya.
• Supernatan digunakan untuk pengukuran VFA
dan NH3
• Residunya untuk pengukuran KCBK dan KCBO.
• Residu / sisa pencernaan disaring dengan kertas
saring Whatman No. 41 dengan bantuan pompa
vakum.
• Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan
porselen dan dikeringkan dalam oven 1050C
untuk mengetahui residu bahan kering;

• Kemudian diabukan dalam tanur 6000C untuk


mengetahyu residu bahan organiknya.

• Kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan


Bahan Organik (KCBO) dihitung dengan rumus:
•. ◦ BK sampel (gram) – [BK residu (gram) – BK blanko (gram)]
• KCBK (%) = _______________________________________________________ X 100%
• BK sampel (gram)
• Derajat Keasaman (pH) Cairan Rumen

• Nilai pH rumen merupakan interaksi


keseimbangan antara kapasitas penyangga
(buffer capacity) dengan keasaman atau
kebasaan produk fermentasi.

• pH penting untuk pertumbuhan mikroba rumen.


• pH cairan rumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

• 1. Jumlah saliva yang masuk kedalam rumen,


• 2. aktifitas fermentasi atau produk fermentasi yaitu kadar
VFA dan NH3 dalam rumen,
• 3. Pengolahan makanan sebelum diberikan kepada
ternak,
• 4. Kadar air pakan.

• Selain itu pH cairan rumen juga mempengaruhi


kehidupan mikroorganisme dalam rumen.
• pH rumen bervariasi menurut jenis makanannya.
• Ternak yang mengkonsumsi hijauan pH
rumennya relatif tinggi dibandingkan dengan
mengkonsumsi konsentrat, karena saliva yang
dihasilkan akan masuk kedalam rumen relatif
banyak sehingga pH rumen meningkat.

• Kondisi lingkungan rumen sangat berpengaruh


pada proses degradasi protein.
• Agar terjadi degradasi yang baik dibutuhkan pH sekitar
6,5 - 7.

• pH yang cocok untuk pencernaan selulosa adalah 6,40-


6,80.

• pH rumen yang kurang dari 6 dapat menghambat proses


proteolisis dan deaminasi karena pertumbuhan bakteri
rumen terhambat.

• Pemberian buffer Mc Dougall’s (saliva buatan) berperan


dalam mempertahankan pH, sehingga pH cairan rumen
lebih kurang tetap.
• Kadar Volatille Fatty Acid (VFA)
• Hasil utama pencernaan karbohidrat adalah
asam-asam lemak terbang (VFA) yaitu:
• 1. Asam asetat,
• 2. Asam propionat
• 3. Asam butirat
• VFA merupakan sumber energi utama bagi
ternak ruminansia.
• Proporsi karbohidrat yang dicerna dalam cairan
rumen tergantung pada:
• 1. Jumlah karbohidrat yang mungkin tergedradasi,
• 2. Kecepatan degradasi
• 3. Kecepatan aliran karbohidrat yang melalui
rumen.

• VFA tersebut mampu menyediakan sebanyak 70-


80% kebutuhan energi ruminansia.
• Mikroba rumen memfermentasikan dan
mengubah sejumlah komponen karbohidrat
menjadi VFA yang mengahasilakan energi dalam
bentuk ATP (Adenosin Tri Phospat).
• Tubuh atau sel mikroba mengandung 40-80%
protein.
• Oleh sebab itu dibutuhkan energi yang mudah
tersedia berupa ATP untuk keperluan sintesis
protein.

• Selain itu ATP juga dipergunakan untuk


mempertahankan kelestarian aktifitas mikroba
itu sendiri.
• Selain berasal dari karbohidrat, VFA juga berasal
dari protein.

• Peningkatan konsentarsi VFA mencerminkan


peningkatan kecernaan pakan dalam rumen.

• Produksi asam lemak terbang (VFA) dari cairan


rumen menggambarkan tingkat fermentabilitas
bahan pakan.
• Semakin tinggi degradasi serat kasar akan
mengakibatkan produksi VFA juga meningkat.

• Jumlah VFA yang dibutuhkan untuk


pertumbuhan aktifitas mikroba rumen yang
maksimum berkisar antara 80-160 mM.
• Ransum yang terdiri dari hijauan (tinggi kadar
selulosa) maka VFA yang banyak dihasilkan
adalah asetat (C2)

• dan bila banyak pemberian biji-bijian (tinggi


kadar pati) atau tinggi kadar konsentrat maka
VFA yang banyak dihasilkan adalah propionat
(C3).
• Kadar NH3 Dalam Rumen

• Pada ternak ruminansia sebagian besar protein


yang masuk kedalam rumen akan mengalami
perombakan (degradasi) oleh enzim proteolitik
yang dihasilkan oleh mikroba rumen menjadi
amonia (NH3),
• Produksi NH3 tersebut tergantung pada:
• 1. Kelarutan protein ransum,
• 2. Jumlah protein ransum.

• Semakin banyak protein terdegradasi oleh


aktifitas mikroba semakin tinggi produksi NH3
cairan rumen ternak tersebut.
• Sebagian besar mikroba rumen (82%)
menggunakan NH3 sebagai sumber (N) untuk
sintesis protein tubuhnya.
• Beberapa strain bakteri membutuhkan protein
atau hasil hidrolisa protein,
• tetapi sebagian strain tersebut akan tumbuh
dengan NH3 sebagai sumber nitrogen mereka.
• Kadar NH3 yang optimum untuk menunjang
pertumbuhan mikroba rumen berkisar antara 4-
12 mM.
Tahap II In Vitro
• Residunya yang tertinggal di dalam tabung
fermentor ditambahkan 50 ml larutan pepsin
0,2% dan inkubasi dilanjutkan lagi selama 24
jam dalam keadaan aerob. Setelah 24 jam, sisa
pencernaan disaring dengan kertas saring
Whatman No. 41 dengan bantuan pompa
vakum.
III. Pengukuran kecernaan secara in sacco

• Metode in sacco dilakukan untuk menentukan


tingkat degradasi pakan, dengan menempatkan
pakan ke dalam kantong nilon(nylon bag) dan
diinkubasikan ke dalam rumen dengan
menggunakan ternak yang berfistula (fistula
rumen)
SAPI DENGAN FISTULA RUMEN
Pengukuran kecernaan secara in sacco

Pengukuran kecernaan dg memasukkan nylon bags


yang sudah berisi sampel kedalam rumen ternak
berfistula.

Inkubasi dilakukan 8, 16, 24, 48, 72 dan 96 jam inkubasi.

Persamaan eksponential : p = a + b(1-e-ct)

dimana :
a : intercept
b : potensial degradability, symptote dari (a+b)
C : fractional rate
Laju degradasi adalah tingkat dimana bahan
pakan didegradasi atau dirombak oleh mikroba
rumen dalam interval waktu inkubasi tertentu.

Laju degradasi ditentukan oleh :


a. Karakteristik degradasi bahan pakan
b. Lingkungan rumen
Faktor yang mempengaruhi kecernaan
pakan:

1. Laju degradasi pakan di rumen

2. Kecepatan aliran ( outflow rate ) pakan


meninggalkan rumen.

3. Kapasitas Rumen
faktor ternak seperti : berat ternak, waktu
lamanya pakan dalam gastrointestinal)
,mengunyah, ruminasi, status produksi,
kebuntingan dan Suhu ( panas atau dingin )
menentukan tingkat degradasi pakan.

Anda mungkin juga menyukai