Anda di halaman 1dari 48

1.

Fitriah Afriani
2. Hani Martina
 KELOMPOK 3 3. Mila Charonika
KELAS A
4. Muammar
Ekstensi 2017
5. Oki Kardian
6. Safitri
Definisi dan tujuan triase
 By: Safitri Fadilla
Sejarah Perkembangan Triase

 Tahun 1803- 1814 (Perang


Napoleon)
Akhir Tahun 1950 – 1960 (RS
Tentara yang mengalami luka berat
di USA)
yang mengancam nyawa
Sistem penanganan pasien di
dipisahkan dari korban dengan luka
ringan dan masih bisa diselamatkan RS yang semula berdasarkan
Tujuannya adalah untuk urutan kedatangan pasien
memaksimalkan kelangusngan (first-come, first-served),
hidup dan mengembalikan
kemudian berubah
sebanyak mungkin tentara ke
berdasarkan tingkat keparahan
medan perang
(severity-based)
DEFINISI TRIASE
 Triase adalah proses pemilahan pasien
yang datang ke IGD dengan cepat untuk
menentukan pasien mana yang perlu
TRIASE TRIAGE ditangani segera dan pasien yang dapat
(Indonesia) (Inggris) menunggu (ENA, 2013).
 Triase merupakan pengkajian cepat dan
terfokus untuk memilih atau
menggolongkan semua pasien yang
TRIER = Memilah /
memerlukan pertolongan dengan
(Perancis) memisahkan
menetapkan prioritas penanganannya
(Kathleen, 2008)
* Mengacu pada  Triase adalah tingkatan klasifikasi pasien
penapisan berdasarkan penyakit, keparahan,
korban pada saat prognosis dan ketersediaan sumber daya
perang (Mace, 2008).
 Mengidentifikasi kondisi yang mengancam
nyawa
TUJUA  Memprioritaskan menurut tingkat keakutnya
atau derajat kegawatan yang memerlukan
N petolongan gawat darurat, sehingga pasien atau
korban menerima pertolongan yang cepat dan
TRIASE tepat
 Menempatkan di area yang sesuai.
Tipe dan prinsip triase
 By: Mila Charonika
Prinsip
Triase PRIORITAS

MENYELEKSI

 Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan


menit.
 Dapat mati dalam hitungan jam.
 Trauma ringan.
 Sudah meninggal.
Penilaian Korban dalam Triase :

1. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban


2. Menilai kebutuhan medis
3. Menilai kemungkinan bertahan hidup
4. Menilai bantuan yang memungkinkan
5. Memprioritaskan penanganan definitive
6. Tag Warna
Prinsip Dalam Pelaksanaan Triase

1. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu.


2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat dimana ketelitian dan
keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi.
TIPE TRIASE
Tipe Traffic Director or Non Nurse Tipe Cek Triage Cepat (spot check) Tipe Comprehensive Triage
• Hamper sebagian besar berdasarakan • Pengkajian cepat dengan melihat • Dilakukan oleh perawat dengan
system triase yang dilakukan perawat atau dokter pendidikaan dan pelatihan yang
• Pengkajian minimal terbatas pada • Termasuk riwayat kesehatan yang sesuai dan berpengalaman serta
keluhan utama dan seberapa sakitnya berhubungan dengan keluhan utama sesuai dengan protocol.
• Perawat hanya mengidentifikasi • Tujuan untuk meyakinkan bahwa • Sistem ini merupakan sistem yang
keluhan utama dan memilih antara pasien yang lebih serius atau cedera paling maju dengan melibatkan
status mendesak atau tidak mendapat perawatan pertama dokter dan perawat dalam
mendesak. Tidak ada tes diagnostik • Perawat mendapatkan keluhan utama menjalankan peran triage.Data dasar
permulaan yang diintruksikan dan bersama dengan data subjektif dan yang diperoleh meliputi pendidikan
tidak ada evaluasi yang dilakukan objektif yang terbatas, dan pasien dan kebutuhan pelayanan kesehatan
sampai tiba waktu pemeriksaan dikategorikan ke dalam salah satu primer, keluhan utama, serta
dari 3 prioritas pengobatan yaitu informasi subjektif dan objektif. Tes
gawat darurat, mendesak, atau diagnostik pendahuluan dilakukan
ditunda. Dapat dilakukan beberapa dan pasien ditempatkan di ruang
tes diagnostik pendahuluan, dan perawatan akut atau ruang tunggu,
pasien ditempatkan di area pasien harus dikaji ulang setiap 15
perawatan tertentu atau di ruang sampai 60 menit
tunggu.Tidak ada evaluasi ulang yang
direncanakan sampai dilakukan
pengobatan.
Prioritas

Gawat
Gawat Darurat
Darurat

• Prioritas 1 : Gawat Darurat


• Prioritas 2 : Gawat tidak Darurat
• Prioritas 3 : Darurat tidak Gawat
• Prioritas 4 : Tidak Gawat Tidak Darurat
 Prioritas kedua (kuning).
 Prioritas Nol (Hitam). Pasien Pasien memerlukan bantuan,
meninggal atau cedera Parah namun dengan cedera dan
yang jelas tidak mungkin tingkat yang kurang berat dan
untuk diselamatkan.  dipastikan tidak akan
 Prioritas Pertama (Merah). mengalami ancaman jiwa
Penderita Cedera berat dan dalam waktu dekat. misalnya
Tag label memerlukan penilaian cepat
cedera abdomen tanpa shok,
Luka bakar ringan, Fraktur
Triase (Label dan tindakan medik atau
transport segera untuk
atau patah tulang tanpa Shok.

Berwarna)  menyelamatkan hidupnya.


Misalnya penderita gagal
 Prioritas Ketiga (Hijau).
Pasien dengan cedera minor
nafas, henti jantung, Luka dan tingkat penyakit yang
bakar berat, pendarahan tidak membutuhkan
parah dan cedera kepala pertolongan segera serta tidak
berat. mengancam nyawa dan tidak
menimbulkan kecacatan.
Proses triase
 By: Hani Martina
 Proses triase = tepat waktu dan singkat
→ mengumpulkan informasi yang cukup tentang pasien
untuk membuat sebuah keputusan triase
→ setiap pasien mendapat penilaian triase dalam waktu
Proses 5 menit sejak tiba di IGD
→ proses triase meliputi :
triase 1. Pengkajian cepat
2. Wawancara triase
3. Tanda – tanda vital triase
4. Data objektif – subjektif
5. Level Kegawatann triase
1. Pengkajian cepat

 Dimulai ketika pertama kali perawat bertemu dengan pasien


 Penilaian fisik harus cepat ringkas dan terfokus
 Dimulai dengan airway, breathing, circulation diikuti dengan penilaian berikutnya

2.WAWANCARA TRIASE
Dilakukan secara singkat, dengan Tujuan :
1. Menentukan keluhan utama
2. Memperoleh rincian tanda dan gejala yang relevan
3. Mengkaji riwayat dan pemeriksaan yang ditargetkan, dan
4. Menetapkan penilaian tingkat keparahan pasien.
3. Tanda – Tanda Vital

 Masih menjadi kontroversi : kapan dilakukan, apakah wajib atau tidak dilakukan di
triase
 Setiap IGD memiliki kebijakan yang berbeda

4. DATA OBJEKTIF-SUJEKTIF
 Pengkajian fisik terfokus berdasar keluhan, BUKAN sistem per sistem
 Pengkajian fisik menggunakan inspeksi, palpasi, auskultasi.
 Menggunakan berbagai indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, instuisi
5. Level kegawatan triase

 Berdasarakan data yang didapatkan (objektif-subjektif) dengan pengetahuan,


pengalaman dan pedoman triase
 Keputusan triase memiliki dampak besar bagi keselamatan pasien:
 Pasien yang diputuskan berada di bawah level kegawatannya akan mengalami
penundaan perawatan dan berisiko mengalami penurunan kondisi
 pasien yang ditetapkan melebihi level kegawatannya akan menarik sebagian besar
sumber daya berharga dari orang – orang yang sebenarnya paling membutuhkan
Metode – metode triase
 By: Muammar Nur
METODE TRIAGE DI
PENANGGULANGAN
Metode BENCANA
Triase
METODE TRIAGE DI
INSTALASI/UNIT
GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT
Metode Triage Bencana
Saat ini pada penanggulangan bencana atau MCI ( Mass Casualty Incident ), ada dua
protokol triase paling umum digunakan yaitu metode START dan SALT.

• Simple Triage and Rapid Transport (START) dikembangkan pada tahun 1980
di Orange County, California, sebagai salah satu sistem triase sipil pertama.
• START triage sistem melibatkan : Membuat penilaian cepat (<1 menit) setiap
START/JumpSTART korban jiwa, Menentukan empat kategori mana yang menjadi korban harus
ditugaskan, dan Secara visual mengidentifikasi kategori dengan kode warna

• SALT (Sort, Assess, Lifesaving Interventions, Treatment/Transport) adalah


metodologi triase bencana yang dikembangkan oleh Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit (CDC) dalam menanggapi kurangnya data ilmiah
SALT tentang keampuhan sistem triase korban massal yang saat ini.
• SALT terdiri dari dua langkah ketika menangani korban. Hal ini termasuk
triase awal korban menggunakan perintah suara, perawatan awal yang
cepat, penilaian masing-masing korban dan prioritas, dan inisiasi
pengobatan serta transportasi.
JumpSTART Algoritma
SALT
 Metode triase rumah sakit yang saat ini berkembang dan
banyak diteliti reliabilitas, validitas, dan efektivitasnya
adalah triase Australia (Australia Triage System/ATS), triase
Kanada (Canadian Triage Acquity System/CTAS), triase
Amerika Serikat (Emergency Severity Index/ESI) dan triase
Inggris dan sebagian besar Eropa (Manchester Triage Scale).
 Metode terstruktur disertai pelatihan khusus ini
Metode Triage dikembangkan sehingga proses pengambilan keputusan
Rumah Sakit triase dapat dilaksanakan secara metodis baik oleh dokter
maupun perawat terlatih, tidak berdasarkan pengalaman dan
wawasan pribadi (educational guess) atau dugaan (best
guess).
 Triase modern yang diterapkan di rumah sakit saat ini
terbagi atas lima kelompok dengan berbagai macam
penyebutan, yang diseragamkan dengan sebutan kategori.
Tabel Kategori Triase Berdasarkan Beberapa Sistem

Level (ESI) Warna (MTS) Kriteria CTAS Kriteria ATS


Level 1 Merah resusitasi Segera
mengancam
nyawa
Level 2 Oranye Emergensi Mengancam
nyawa
Level 3 Kuning Segera Potensi
(urgen) mengancam
nyawa
Level 4 Hijau Segera Segera
(semi urgen)
Level 5 Biru Tidak segera Tidak segera
Algoritma ESI
 Di Indonesia belum ada kesepakatan tentang metode triase apa yang
digunakan di rumah sakit. Belum ditemukan adanya literatur nasional yang
mengidentifikasi metode-metode triase yang digunakan tiap-tiap unit gawat
darurat di Indonesia.
 Beberapa rumah sakit yang mengikuti akreditasi seperti Rumah Sakit
Daerah Umum Cibinong sudah mulai mencoba mengikuti penerapan triase
lima kategori di Instalasi Gawat Darurat. Konsep lima kategori di RSUD
Triase Cibinong merupakan penyesuaian dari konsep ATS. Banyak perbedaan
pendapat antara petugas medis di IGD RSUD Cibinong ketika sistem ini
Rumah Sakit diterapkan karena sebagian masih menganut paham triase bencana.
Di Indonesia  Selain belum kuat dari aspek sosialisasi dan pelatihan, pelaksanaan
triase di Indonesia juga masih lemah dari aspek ilmiah. Minimnya
penelitian dan publikasi dibidang gawat darurat dapat menyebabkan
kerancuan dalam menerapkan metode triase, apakah tetap menggunakan
metode konvensional, menyadur sistem dari luar negeri setelah dilakukan uji
validasi dan uji reliabilitas, atau membuat sistem sendiri yang sesuai dengan
karakteristik pasien-pasien di Indonesia.
Dokumentasi Triase &
Perbedaan Triase Bencana dan
Triase di Rumah Sakit

By: Okki Kardian


 Dokumentasi triase menurut Sheehy (2010), prinsipnya adalah
harus jelas, ringkas, dan , mendukung kriteria level kegawatan.
 Setiap rumah sakit harus memiliki kebijakan triase yang mencakup
Dokumentasi persyaratan dokumentasi. Biasanya terdapat tempat spesifik pada

Triase
lembar pemantauan/monitoring pasien untuk mencatat hasil triase.
 Bagian pencatatan ini biasanya terdiri dari kotak dengan daftar
tilik, atau hanya bagian kosong untuk catatan naratif. Saat ini
banyak IGD yang menggunakan system dokumentasi
terkomputerisasi.
 Waktu dan jam kedatagan di  Riwayat penyakit sekarang
IGD
 Pengkajian subjektif dan
 Umur pasien objektif
 Keluhan utama  Riwayat medis penting
 Waktu triase  Menstruasi terakhir
 Allergi ( obat, makanan, lateks)  Imunisasi tetanus terakhir
Hal – Hal Yang Di
 Penggunaan obat-obatan  Prosedur diagnostic yang
Dokumentasika (resep, obat bebas, suplemen) dilakukan
n  Level kegawatan  Obat-obatan yang diberikan di
triase
 Tanda-tanda vital
 Tandatangan perawat
 Pertolongan pertama
 Pertimbangan hal-hhal berikut:
 Pengkajian ulang
- cara kedatangan
 Pengkajian nyeri
- penggunaan penerjemah
Menurut Depkes (2011) Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat
korban yang membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan
mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan
darurat (life-saving surgery).
Dalam aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode
identifikasi korban, seperti berikut:
Triase  Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan
korban yang mengalami Syok oleh berbagai causa, Gangguan pernapasan,
Bencana Trauma kepala dengan pupil anisokor dan Perdarahan eksternal massiujukan bagi
korban
 Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi
perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini: Korban
dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen), Fraktur
multiple, Fraktur femur/pelvis, Luka bakar luas, Gangguan kesadaran atau trauma
kepala, Korban dengan status yang tidak jelas
LANJUTAN......
 Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan
pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda. mencakup korban
Triase yang mengalami : Fraktur minor, Luka minor, luka bakar minor, Korban
dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai dapat
Bencana dipindahkan pada akhir operasi lapangan, Korban dengan prognosis infaust,
jika masih hidup pada akhir operasi lapangan, juga akan dipindahkan ke
fasilitas kesehatan
 Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia
 Triase di tempat (triase satu)

Triase di tempat dilakukan di “tempat korban ditemukan” atau pada tempat penampungan yang
dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama atau Tenaga Medis Gawat Darurat. Triase di tempat
mencakup pemeriksaan, klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis
Triase lanjutan.
lapangan atau  Triase Medik (triase dua)

bencana Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis yang
berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian
dilakukan ahli anestesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan triase medik adalah menentukan tingkat
pada tiga perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
 Triase Evakuasi (triase tiga)
kondisi
Triase ini ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah Sakit yang telah siap
menerima korban bencana massal. Jika pos medis lanjutan dapat berfungsi efektif, jumlah
korban dalam status “merah” akan berkurang, dan akan diperlukan pengelompokan korban
kembali sebelum evakuasi dilaksanakan
Pertolongan pertama pada triase bencana

 Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas Pemadam Kebakaran, Polisi,
tenaga dari unit khusus, Tim Medis Gawat Darurat dan Tenaga Perawat Gawat Darurat Terlatih.
 Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti berikut: lokasi bencana, tempat
penampungan sementara, pada “tempat hijau” dari pos medis lanjutan, dan dalam ambulans saat
korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
 Pertolongan pertama yang diberikan pada korban dapat berupa kontrol jalan napas, fungsi
pernapasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol perdarahan, imobilisasi fraktur,
pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman
 Pos medis lanjutan didirikan
sebagai upaya untuk
menurunkan jumlah kematian  Lokasi pendirian pos medis
dengan memberikan perawatan lanjutan sebaiknya di cukup
dekat untuk ditempuh
efektif (stabilisasi) terhadap
Pos medis korban secepat mungkin. Upaya
dengan berjalan kaki dari
lokasi bencana (50–100
lanjutan pada stabilisasi korban mencakup
intubasi, trakeostomi,
meter) dan daerah tersebut
harus: Termasuk daerah yang
triase pemasangan drain thoraks, aman, Memiliki akses
langsung ke jalan raya
bencana pemasangan ventilator, tempat evakuasi dilakukan,
penatalaksanaan syok secara berada di dekat dengan Pos
medikamentosa, analgesia, Komando, Berada dalam
pemberian infus, fasiotomi, jangkauan komunikasi radio.
imobilisasi fraktur, pembalutan
luka, pencucian luka bakar.
Struktur
Organisasi
pos medis
 Satu pintu masuk yang mudah ditemukan atau diidentifikasi.
lanjutan  Satu tempat penerimaan korban/tempat triase yang dapat
menampung paling banyak dua orang korban secara bersamaan.
 Satu tempat perawatan yang dapat menampung 25 orang korban
secara bersamaan.
Struktur
Organisasi
pos medis
lanjutan  Satu pintu masuk yang mudah ditemukan atau diidentifikasi.
standar  Satu tempat penerimaan korban/tempat triase yang dapat
menampung paling banyak dua orang korban secara bersamaan.
 Satu tempat perawatan yang dapat menampung 25 orang korban
secara bersamaan.
Struktur
Organisasi
pos medis  Satu pintu keluar

lanjutan  Dua buah pintu masuk (Gawat Darurat dan Non- Gawat Darurat). Untuk memudahkan
identifikasi, kedua pintu ini diberi tanda dengan bendera merah (untuk korban gawat darurat)
standar dan bendera hijau (untuk korban non gawat darurat).
 Dua tempat penerimaan korban/triase yang saling berhubungan untuk memudahkan
pertukaran/pemindahan korban bila diperlukan.
 Tempat perawatan Gawat Darurat yang berhubungan dengan tempat triase Gawat Darurat,
tempat ini dibagi menjadi:
 Tempat perawatan korban dengan tanda merah (berhubungan langsung dengan tempat
triase)
 Tempat perawatan korban dengan tanda kuning (setelah tempat perawatan merah)
 Triase di rumah sakit menurut Sheehy (2010) adalah proses memilah pasien
yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan cepat untuk
menentukan pasien yang perlu diobati segera dan pasien yang dapat
Triase di menunggu. Proses ini membutuhkan keterampilan seorang perawat gawat
darurat berpengalaman. Beberapa tahun belakangan ini, mempercepat alur
Rumah Sakit periksa pasien di IGD dengan cara mempersingkat proses triase menjadi
fokus utama upaya perbaikan pelayanan di IGD
 Berdasarkan Joint Commission for Accreditation of Healthcare
Organizations (JCA-HO) mensyaratkan dokumentasi klinis bagi perawat,
kendati tidak menyebutkan secara spesifik persyaratan untuk menjadi
Siapa yang perawat triase.
harus  Standar praktik menurut Emergency Nurses Association tahun 1999
menyatakan bahwa triase yang aman, efektif, dan efisien hanya dapat
melaksanakan dilaksanakan oleh seorang perawat profesional (RN) dan sudah
fungsi triase terlatih dalam prinsip-prinsip dengan pengalaman kerja minimal
selama enam bulan di bagian keperawatan kedaruratan. Seorang
UGD? perawat triase harus ada selama 24 jam per hari dan 7 hari dalam seminggu
di UGD (Kathleen et al, 2008).
Tempat Perawatan Merah Tempat Perawatan Kuning
Menurut  Untuk penanganan korban  Setelah triase korban dengan
status “kuning” akan segera
dengan trauma multipel
Depkes RI umumnya dibutuhkan
dipindahkan ke Perawatan Bedah
yang sebelumnya telah disiapkan
(2011), triase pembedahan sedikitnya selama untuk menerima korban
dua jam. Tempat perawatan ini kecelakaan massal. Tempat ini
di Rumah disebut “tempat perawatan dikelola oleh seorang dokter.
Sakit merah” yang dikelola oleh ahli  Di tempat perawatan ini secara
anestesi dan sebaiknya terus menerus akan dilakukan
berdasarkan bertempat di Unit Gawat monitoring, pemeriksaan ulang
kondisi korban dan segala usaha
tempat Darurat yang telah dilengkapi
untuk mempertahankan
dengan peralatan yang
perawatannya memadai dan disiapkan untuk
kestabilannya. Jika kemudian
kondisi korban memburuk, ia
terdiri dari: menerima penderita gawat harus segera dipindahkan ke
darurat. tempat “merah”.
Tempat Perawatan Hijau
 Korban dengan kondisi “hijau” sebaiknya tidak dibawa ke Rumah Sakit, tetapi cukup ke Puskesmas atau
klinik-klinik. Jika penatalaksanaan pra Rumah Sakit tidak efisien, banyak korban dengan status ini akan
dipindahkan ke Rumah Sakit. Harus tercantum dalam rencana penatalaksanaan korban bencana massal di
Rumah Sakit upaya untuk mencegah terjadinya hal seperti ini dengan menyediakan satu tempat khusus bagi
korban dengan status “hijau” ini. Tempat ini sebaiknya berada jauh dari unit perawatan utama lainnya. Jika
memungkinkan, korban dapat dikirim ke Puskesmas atau klinik terdekat.
Tempat Korban dengan Hasil Akhir / Prognosis Jelek
 Korban-korban seperti ini, yang hanya membutuhkan perawatan suportif, sebaiknya ditempatkan di
perawatan/bangsal yang telah dipersiapkan untuk menerima korban kecelakaan massal.
Tempat Korban Meninggal
 Sebagai bagian dari rencana penatalaksanaan korban bencana massal di Rumah Sakit harus disiapkan suatu
ruang yang dapat menampung sedikitnya sepuluh korban yang telah meninggal dunia.
PERAN PERAWAT
TRIASE
DAN KUALIFIKASI
PERAWAT TRIASE

(By: Fitriah Afriani)


 Untuk menentukan pasien mana yang perlu dilihat dan dilakukan
perawatan segera serta mana pasien yang bisa menunggu dengan
aman dengan memiliki pengetahuan dan pengalaman agar dapat
memberikan tindakan yang tepat di tempat yang tepat pada waktu
yang tepat serta alasan yang tepat.

PERAN  Untuk meyakinkan pasien dan keluarga mengenai masalah kesehatan


yang dialami oleh mereka/pasien, dan mampu menjelaskan kebijakan
PERAWAT 
serta prosedur departemen rumah sakit secara efektif ketika diminta.
Perawat triase juga berperan dalam membantu
TRIASE mengurangi/menghilangkan kecemasan pasien dan keluarga dengan
memberikan informasi dan kepastian yang dibutuhkan termasuk
dalam menanggapi pertanyaan dengan bijaksana.
 Mampu mendapatkan semua informasi triase yang diperlukan dalam
jangka waktu 2-5 menit yang direkomendasikan oleh ENA secara
efisien agar dapat membuat keputusan secara tepat.
(Hammond & Zimmermann, 2013)
PERAN PERAWAT TRIASE

Mengarahkan pasien ke tim atau area


pengobatan yang tepat, mempercepat
perawatan pasien, dan
mengkoordinasikan kegiatan layanan
keperawatan, medis, dan laboratorium

Berkontribusi besar terhadap


peningkatan kualitas perawatan secara
keseluruhan dengan mempertahankan
gambaran umum dari seluruh
departemen RS
Kualifikasi Perawat Triase
direkomendasikan ENA (Hammond & Zimmermann, 2013)

 Perawat berlisensi
 Menyelesaikan pelatihan triase terstandar termasuk orientasi klinik dengan preceptor sebelum ditugaskan menjadi
perawat triase.
 Memiliki sertifikat Resusitasi Jantung Paru dan Advanced Cardiac Life Support
 Memiliki sertifikat pelatihan kegawatdaruratan anak
 Memiliki sertifikat pelatihan keperawatan trauma
 Memiliki sertifikat pelatihan perawat gerontik
 Memiliki lisensi sebagai perawat gawat darurat atau perawat gawat darurat pediatric (diutamakan)
 Memiliki kemampuan komunikasi efektif dan kemampuan bekerja secara kolaboratif
 Memiliki kemampuan untuk menggunakan proses keperawatan secara efektif
 Memiliki kepribadian yang fleksibel dan mudah beradaptasi terhadap perubahan
 Role model dan cocok menjadi wajah rumah sakit
Selain kualifikasi tersebut, adapun beberapa kualifikasi tambahan lain
menurut Hoyt & Thomas (2007), antara lain:
 Kemampuan untuk melakukan wawancara yang singkat dan
terfokus
 Keterampilan pengkajian fisik yang kuat
 Kemampuan untuk membuat keputusan yang cepat dan akurat
Kualifikasi  Kemampuan untuk bekerja secara kolaboratif dengan anggota
Tambahan lain dari tim perawatan kesehatan
 Kemampuan untuk menyesuaikan dengan fluktuasi dalam
beban kerja
 Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dalam
pemahaman harapan pasien dan keluarga
 Memiliki pemahaman tentang masalah budaya dan agama
yang bisa muncul di triasa
1. Brock, N. (2011). Principles of ALS Care. Massachusetts : Jones and Bartlett
Publisher.
2. Emergency Nurses Association, (2013). Sheehy’s Manual of Emergency Care. United
States of America : Elsevier.
3. Emergency Nurses Association (2007). Emergency Nursing Core Curiculum (6th ed).
USA : Sauders Elsevier. 
4. Emergency Nurses Association. (2007). Emergency Nursing Core Curriculum. (5th ed.)
Philadelphia: J.B Lippincot Company.
5. Grossman, Valerie G. A.(2003).Quick Reference to Triage second edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

Daftar Pustaka 6. Hammond, B.B., & Zimmermann, P.G. (2013). Sheehy’s manual of emergency care. 7th
ed. USA: Mosby Elsevier.
7. Hoyt, K.S., & Thomas, J.S. (2007). Emergency nursing core curriculum. 6th ed. USA:
Saunders Elsevier.
8. Kurniati, A.,dkk.(2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy edisi
Indonesia Pertama. Singapore:Elsevier
9. Mace and Mayer, (2008). Pediatric Emergency Medicine. 1st ed. Philadelphia : Elsevier.
10. Oman, Kathleen S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC
11. Pusat Penanggulangan Krisis Bencana. (2011). Pedoman teknis penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana. Jakarta: Pusat Penanggulangan Krisis Bencana
12. Sheehy. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai