Fitriah Afriani
2. Hani Martina
KELOMPOK 3 3. Mila Charonika
KELAS A
4. Muammar
Ekstensi 2017
5. Oki Kardian
6. Safitri
Definisi dan tujuan triase
By: Safitri Fadilla
Sejarah Perkembangan Triase
MENYELEKSI
Gawat
Gawat Darurat
Darurat
2.WAWANCARA TRIASE
Dilakukan secara singkat, dengan Tujuan :
1. Menentukan keluhan utama
2. Memperoleh rincian tanda dan gejala yang relevan
3. Mengkaji riwayat dan pemeriksaan yang ditargetkan, dan
4. Menetapkan penilaian tingkat keparahan pasien.
3. Tanda – Tanda Vital
Masih menjadi kontroversi : kapan dilakukan, apakah wajib atau tidak dilakukan di
triase
Setiap IGD memiliki kebijakan yang berbeda
4. DATA OBJEKTIF-SUJEKTIF
Pengkajian fisik terfokus berdasar keluhan, BUKAN sistem per sistem
Pengkajian fisik menggunakan inspeksi, palpasi, auskultasi.
Menggunakan berbagai indera: penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, instuisi
5. Level kegawatan triase
• Simple Triage and Rapid Transport (START) dikembangkan pada tahun 1980
di Orange County, California, sebagai salah satu sistem triase sipil pertama.
• START triage sistem melibatkan : Membuat penilaian cepat (<1 menit) setiap
START/JumpSTART korban jiwa, Menentukan empat kategori mana yang menjadi korban harus
ditugaskan, dan Secara visual mengidentifikasi kategori dengan kode warna
Triase
lembar pemantauan/monitoring pasien untuk mencatat hasil triase.
Bagian pencatatan ini biasanya terdiri dari kotak dengan daftar
tilik, atau hanya bagian kosong untuk catatan naratif. Saat ini
banyak IGD yang menggunakan system dokumentasi
terkomputerisasi.
Waktu dan jam kedatagan di Riwayat penyakit sekarang
IGD
Pengkajian subjektif dan
Umur pasien objektif
Keluhan utama Riwayat medis penting
Waktu triase Menstruasi terakhir
Allergi ( obat, makanan, lateks) Imunisasi tetanus terakhir
Hal – Hal Yang Di
Penggunaan obat-obatan Prosedur diagnostic yang
Dokumentasika (resep, obat bebas, suplemen) dilakukan
n Level kegawatan Obat-obatan yang diberikan di
triase
Tanda-tanda vital
Tandatangan perawat
Pertolongan pertama
Pertimbangan hal-hhal berikut:
Pengkajian ulang
- cara kedatangan
Pengkajian nyeri
- penggunaan penerjemah
Menurut Depkes (2011) Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat
korban yang membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan
mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan pembedahan
darurat (life-saving surgery).
Dalam aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode
identifikasi korban, seperti berikut:
Triase Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan
korban yang mengalami Syok oleh berbagai causa, Gangguan pernapasan,
Bencana Trauma kepala dengan pupil anisokor dan Perdarahan eksternal massiujukan bagi
korban
Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi
perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini: Korban
dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen), Fraktur
multiple, Fraktur femur/pelvis, Luka bakar luas, Gangguan kesadaran atau trauma
kepala, Korban dengan status yang tidak jelas
LANJUTAN......
Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan
pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda. mencakup korban
Triase yang mengalami : Fraktur minor, Luka minor, luka bakar minor, Korban
dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai dapat
Bencana dipindahkan pada akhir operasi lapangan, Korban dengan prognosis infaust,
jika masih hidup pada akhir operasi lapangan, juga akan dipindahkan ke
fasilitas kesehatan
Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia
Triase di tempat (triase satu)
Triase di tempat dilakukan di “tempat korban ditemukan” atau pada tempat penampungan yang
dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama atau Tenaga Medis Gawat Darurat. Triase di tempat
mencakup pemeriksaan, klasifikasi, pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos medis
Triase lanjutan.
lapangan atau Triase Medik (triase dua)
bencana Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis yang
berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian
dilakukan ahli anestesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan triase medik adalah menentukan tingkat
pada tiga perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
Triase Evakuasi (triase tiga)
kondisi
Triase ini ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah Sakit yang telah siap
menerima korban bencana massal. Jika pos medis lanjutan dapat berfungsi efektif, jumlah
korban dalam status “merah” akan berkurang, dan akan diperlukan pengelompokan korban
kembali sebelum evakuasi dilaksanakan
Pertolongan pertama pada triase bencana
Pertolongan pertama dilakukan oleh para sukarelawan, petugas Pemadam Kebakaran, Polisi,
tenaga dari unit khusus, Tim Medis Gawat Darurat dan Tenaga Perawat Gawat Darurat Terlatih.
Pertolongan pertama dapat diberikan di lokasi seperti berikut: lokasi bencana, tempat
penampungan sementara, pada “tempat hijau” dari pos medis lanjutan, dan dalam ambulans saat
korban dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
Pertolongan pertama yang diberikan pada korban dapat berupa kontrol jalan napas, fungsi
pernapasan dan jantung, pengawasan posisi korban, kontrol perdarahan, imobilisasi fraktur,
pembalutan dan usaha-usaha untuk membuat korban merasa lebih nyaman
Pos medis lanjutan didirikan
sebagai upaya untuk
menurunkan jumlah kematian Lokasi pendirian pos medis
dengan memberikan perawatan lanjutan sebaiknya di cukup
dekat untuk ditempuh
efektif (stabilisasi) terhadap
Pos medis korban secepat mungkin. Upaya
dengan berjalan kaki dari
lokasi bencana (50–100
lanjutan pada stabilisasi korban mencakup
intubasi, trakeostomi,
meter) dan daerah tersebut
harus: Termasuk daerah yang
triase pemasangan drain thoraks, aman, Memiliki akses
langsung ke jalan raya
bencana pemasangan ventilator, tempat evakuasi dilakukan,
penatalaksanaan syok secara berada di dekat dengan Pos
medikamentosa, analgesia, Komando, Berada dalam
pemberian infus, fasiotomi, jangkauan komunikasi radio.
imobilisasi fraktur, pembalutan
luka, pencucian luka bakar.
Struktur
Organisasi
pos medis
Satu pintu masuk yang mudah ditemukan atau diidentifikasi.
lanjutan Satu tempat penerimaan korban/tempat triase yang dapat
menampung paling banyak dua orang korban secara bersamaan.
Satu tempat perawatan yang dapat menampung 25 orang korban
secara bersamaan.
Struktur
Organisasi
pos medis
lanjutan Satu pintu masuk yang mudah ditemukan atau diidentifikasi.
standar Satu tempat penerimaan korban/tempat triase yang dapat
menampung paling banyak dua orang korban secara bersamaan.
Satu tempat perawatan yang dapat menampung 25 orang korban
secara bersamaan.
Struktur
Organisasi
pos medis Satu pintu keluar
lanjutan Dua buah pintu masuk (Gawat Darurat dan Non- Gawat Darurat). Untuk memudahkan
identifikasi, kedua pintu ini diberi tanda dengan bendera merah (untuk korban gawat darurat)
standar dan bendera hijau (untuk korban non gawat darurat).
Dua tempat penerimaan korban/triase yang saling berhubungan untuk memudahkan
pertukaran/pemindahan korban bila diperlukan.
Tempat perawatan Gawat Darurat yang berhubungan dengan tempat triase Gawat Darurat,
tempat ini dibagi menjadi:
Tempat perawatan korban dengan tanda merah (berhubungan langsung dengan tempat
triase)
Tempat perawatan korban dengan tanda kuning (setelah tempat perawatan merah)
Triase di rumah sakit menurut Sheehy (2010) adalah proses memilah pasien
yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan cepat untuk
menentukan pasien yang perlu diobati segera dan pasien yang dapat
Triase di menunggu. Proses ini membutuhkan keterampilan seorang perawat gawat
darurat berpengalaman. Beberapa tahun belakangan ini, mempercepat alur
Rumah Sakit periksa pasien di IGD dengan cara mempersingkat proses triase menjadi
fokus utama upaya perbaikan pelayanan di IGD
Berdasarkan Joint Commission for Accreditation of Healthcare
Organizations (JCA-HO) mensyaratkan dokumentasi klinis bagi perawat,
kendati tidak menyebutkan secara spesifik persyaratan untuk menjadi
Siapa yang perawat triase.
harus Standar praktik menurut Emergency Nurses Association tahun 1999
menyatakan bahwa triase yang aman, efektif, dan efisien hanya dapat
melaksanakan dilaksanakan oleh seorang perawat profesional (RN) dan sudah
fungsi triase terlatih dalam prinsip-prinsip dengan pengalaman kerja minimal
selama enam bulan di bagian keperawatan kedaruratan. Seorang
UGD? perawat triase harus ada selama 24 jam per hari dan 7 hari dalam seminggu
di UGD (Kathleen et al, 2008).
Tempat Perawatan Merah Tempat Perawatan Kuning
Menurut Untuk penanganan korban Setelah triase korban dengan
status “kuning” akan segera
dengan trauma multipel
Depkes RI umumnya dibutuhkan
dipindahkan ke Perawatan Bedah
yang sebelumnya telah disiapkan
(2011), triase pembedahan sedikitnya selama untuk menerima korban
dua jam. Tempat perawatan ini kecelakaan massal. Tempat ini
di Rumah disebut “tempat perawatan dikelola oleh seorang dokter.
Sakit merah” yang dikelola oleh ahli Di tempat perawatan ini secara
anestesi dan sebaiknya terus menerus akan dilakukan
berdasarkan bertempat di Unit Gawat monitoring, pemeriksaan ulang
kondisi korban dan segala usaha
tempat Darurat yang telah dilengkapi
untuk mempertahankan
dengan peralatan yang
perawatannya memadai dan disiapkan untuk
kestabilannya. Jika kemudian
kondisi korban memburuk, ia
terdiri dari: menerima penderita gawat harus segera dipindahkan ke
darurat. tempat “merah”.
Tempat Perawatan Hijau
Korban dengan kondisi “hijau” sebaiknya tidak dibawa ke Rumah Sakit, tetapi cukup ke Puskesmas atau
klinik-klinik. Jika penatalaksanaan pra Rumah Sakit tidak efisien, banyak korban dengan status ini akan
dipindahkan ke Rumah Sakit. Harus tercantum dalam rencana penatalaksanaan korban bencana massal di
Rumah Sakit upaya untuk mencegah terjadinya hal seperti ini dengan menyediakan satu tempat khusus bagi
korban dengan status “hijau” ini. Tempat ini sebaiknya berada jauh dari unit perawatan utama lainnya. Jika
memungkinkan, korban dapat dikirim ke Puskesmas atau klinik terdekat.
Tempat Korban dengan Hasil Akhir / Prognosis Jelek
Korban-korban seperti ini, yang hanya membutuhkan perawatan suportif, sebaiknya ditempatkan di
perawatan/bangsal yang telah dipersiapkan untuk menerima korban kecelakaan massal.
Tempat Korban Meninggal
Sebagai bagian dari rencana penatalaksanaan korban bencana massal di Rumah Sakit harus disiapkan suatu
ruang yang dapat menampung sedikitnya sepuluh korban yang telah meninggal dunia.
PERAN PERAWAT
TRIASE
DAN KUALIFIKASI
PERAWAT TRIASE
Perawat berlisensi
Menyelesaikan pelatihan triase terstandar termasuk orientasi klinik dengan preceptor sebelum ditugaskan menjadi
perawat triase.
Memiliki sertifikat Resusitasi Jantung Paru dan Advanced Cardiac Life Support
Memiliki sertifikat pelatihan kegawatdaruratan anak
Memiliki sertifikat pelatihan keperawatan trauma
Memiliki sertifikat pelatihan perawat gerontik
Memiliki lisensi sebagai perawat gawat darurat atau perawat gawat darurat pediatric (diutamakan)
Memiliki kemampuan komunikasi efektif dan kemampuan bekerja secara kolaboratif
Memiliki kemampuan untuk menggunakan proses keperawatan secara efektif
Memiliki kepribadian yang fleksibel dan mudah beradaptasi terhadap perubahan
Role model dan cocok menjadi wajah rumah sakit
Selain kualifikasi tersebut, adapun beberapa kualifikasi tambahan lain
menurut Hoyt & Thomas (2007), antara lain:
Kemampuan untuk melakukan wawancara yang singkat dan
terfokus
Keterampilan pengkajian fisik yang kuat
Kemampuan untuk membuat keputusan yang cepat dan akurat
Kualifikasi Kemampuan untuk bekerja secara kolaboratif dengan anggota
Tambahan lain dari tim perawatan kesehatan
Kemampuan untuk menyesuaikan dengan fluktuasi dalam
beban kerja
Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dalam
pemahaman harapan pasien dan keluarga
Memiliki pemahaman tentang masalah budaya dan agama
yang bisa muncul di triasa
1. Brock, N. (2011). Principles of ALS Care. Massachusetts : Jones and Bartlett
Publisher.
2. Emergency Nurses Association, (2013). Sheehy’s Manual of Emergency Care. United
States of America : Elsevier.
3. Emergency Nurses Association (2007). Emergency Nursing Core Curiculum (6th ed).
USA : Sauders Elsevier.
4. Emergency Nurses Association. (2007). Emergency Nursing Core Curriculum. (5th ed.)
Philadelphia: J.B Lippincot Company.
5. Grossman, Valerie G. A.(2003).Quick Reference to Triage second edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Daftar Pustaka 6. Hammond, B.B., & Zimmermann, P.G. (2013). Sheehy’s manual of emergency care. 7th
ed. USA: Mosby Elsevier.
7. Hoyt, K.S., & Thomas, J.S. (2007). Emergency nursing core curriculum. 6th ed. USA:
Saunders Elsevier.
8. Kurniati, A.,dkk.(2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy edisi
Indonesia Pertama. Singapore:Elsevier
9. Mace and Mayer, (2008). Pediatric Emergency Medicine. 1st ed. Philadelphia : Elsevier.
10. Oman, Kathleen S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC
11. Pusat Penanggulangan Krisis Bencana. (2011). Pedoman teknis penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana. Jakarta: Pusat Penanggulangan Krisis Bencana
12. Sheehy. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. Singapore: Elsevier.