Anda di halaman 1dari 22

FARMASI KLINIK

apt.Yuyun Wahyuni,M.Farm
PENDAHULUAN
Kontak apoteker maupun
tenaga teknis kefarmasian
dengan pasien yang minimal

Apoteker (farmasis)  penjual obat


atau pembaca kertas resep
.
Perbaikan sistem dan
meningkatkan perbekalan serta
pemahaman seluk beluk obat

Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian


diharapkan mampu bekerja sama dalam
memberikan pelayanan baik masyarakat Kualitas hidup pasien
khususnya terhadap terap farmakologi dan yang maksimal
non-farmakologi suatu penyakit
Awal Mula Pelayanan
Kefarmasian
Konsep pelayanan kefarmasian lahir karena kebutuhan
untuk bisa mengkuantifikasi pelayanan farmasi secara klinik
yang diberikan sehingga peranan farmasis dalam pelayanan
kepada pasien dapat terukur
Pelayanan kefarmasian didefinisikan pertama kali oleh Prof.
Linda Strand sebagai responsible provision of drug therapy
for the purpose of achieving definite outcomes that improve
a patient’s quality of life. Dari defenisi tersebut terkandung
pengertian :
1. Farmasis memiliki tanggung jawab kepada pasien
secara langsung
2. Tujuan pengobatan jelas dan dapat dinilai
3. Outcome yang ingin dicapai tidak hnya kesembuhan
Perkembangan Farmasi Klinik
Farmasi Klinis merupakan praktek kefarmasian yg
berorientasi kepada pasien lebih dari orientasi kepada
produk.
Istilah farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an
di Amerika, yaitu suatu disiplin ilmu farmasi yang
menekankan fungsi farmasis untuk memberikan asuhan
kefarmasian (pharmaceutical care) kepada pasien,
bertujuan untuk meningkatkan outcome pengobatan
Tujuan farmasi klinis adalah memaksimalkan efek
terapeutik, meminimalkan risiko, dan meminimalkan
biaya serta menghormati pilihan pasien
Tanggung Jawab Farmasi Klinis
Pekerjaan utama seorang Farmasi Klinis adalah :
1. Berinteraksi dgn profesi kesehatan lain (misalnya dokter
dan perawat),
2. Mewawancara dan menilai kesesuaian kondisi kesehatan
pasien terhadap pengobatannya,
3. Membuat rekomendasi terapeutik yg spesifik,
4. Memantau tanggapan pasien terhadap terapi obat,
5. Menjaga kesejahteraan pasien (khususnya dlm kaitannya
dgn efek obat yg tdk dikehendaki),
6. Mengkonsultasi pasien, dan memberi informasi obat.
Pelayanan farmasi klinik hadir bukan untuk menggantikan
dokter atau tenaga kesehatan lain tetapi untuk memenuhi
kebutuhan dalam sistem pelayanan kesehatan
Manfaat Pelayanan Farmasi
Klinis
Pelayanan farmasi klinis dapat bermanfaat untuk :
• Mengidentifikasi masalah penting yang terkait dengan
obat
• Menyempurnakan pendidikan dan kepatuhan pasien
• Menyempurnakan peresepan
• Menyempurnakan efektifitas klinis
• Menyempurnakan efektifitas biaya
• Mempersingkat masa tinggal di rumah sakit.
Ruang Lingkup Farmasi Klinis
Pemantauan terapi obat

Kesiapan untuk membantu setelah lepas jam


kerja ‘siap dipanggil’ (on-call)

Konsultasi keliling (mengunjungi pasien)

Berpartisipasi dalam Komite Farmasi dan


Terapi
AKTIVITAS FARMASI KLINIS
Beberapa contoh aktivitas farmasis klinis di rumah sakit

• Pemantauan dan pemeriksaan peresepan


• Mencermati penyiapan dan penyimpanan obat
• Memeriksa ketepatan penggunaan obat
•  Menilai kesesuaian bentuk sediaan obat yg digunakan
• Memberikan informasi obat
• Membuat penilaian terapeutik
• Mengidentifikasi pasien dan faktor risiko medikasi
• Membantu memformulasi dan menerapkan kebijakan peresepan
• Memeriksa kesesuaian obat dan ketepatan obat yg dipergunakan
• Memantau terapi obat
• Menanyakan riwayat pemakaian obat
• Mewawancara pasien
• Mengkonsultasi pasien
• Mengelola rekam medis
• Menerapkan kebijakan dan pedoman peresepan
• Terlibat dalam penelitian dan uji coba
Dasar Hukum Pelayanan Farmasi
Klinik
Ada pun yang menjadi dasar hukum dlm penyelenggaraan pelayanan
farmasi klinis di rumah sakit di Indonesia, yaitu:
SK MenKes No. 436.MenKes/SK/VI/1993 tentang: Standar Pelayanan
Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis.

Jangkauan pelayanan farmasi klinis yang dapat dilakukan sesuai SK


MenKes No. 436 MenKes/SK/VI/1993, meliputi:

1. Melayani konseling
2. Monitoring efek samping obat
3. Pencampuran obat suntik secara aseptis
4. Menganalisis efektivitas biaya
5. Penentuan kadar obat dalam darah
6. Penanganan obat sitostatika
7. Penyiapan total parenteral nutrisi
8. Pemantauan penggunaan obat
9. Pengkajian penggunaan obat
Prinsip Praktik Pelayanan
Kefarmasian
Salah satu prinsip praktik pelayanan kefarmasian yakni
melakukan penyusunan database pasien.
Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan
informasi subyektif maupun obyektif tentang pasien.
Jenis informasi yang dikumpulkan meliputi data
demografi pasien, riwayat penyakit, riwayat obat dan
alergi, riwayat sosial, dan situasi ekonomi.
Data subyektif adalah data yang bersumber dari pasien
atau keluarganya atau orang lain yang tidak dapat
dikofirmasi secara independen
Data Obyektif adalah data yang bersumber dari hasil
observasi, pengukuran yang dilakukan oleh profesi tenaga
kesehatan lain, contohya tekanan darah, hasil
laboratorium, hasil pemeriksaan USG.
Contoh Penyusunan Database Pasien
Ny. SF 43 tahun dengan diagnosis DM menunjukkan hasil
pemeriksaan kadar gula puasa 195 mg/dL.
Dari kasus di atas tidak ada data subyektif, namun sebagai
data obyektif menunjukkan diagnosa DM, kadar gula puasa
195mg/dL, umur 43 tahun dan jenis kelamin perempuan.
Informasi dapat ditelusuri dengan penelusuran rekam medik,
interview dengan pasien maupun keluarganya dan
komunikasi dengan anggota profesi tenaga kesehatan
lainnya.
  Pelayanan  farmasi klinis di Apotek/Rumah Sakit

• Tingkat Aksi Apoteker Klinis


• Kegiatan farmasi klinik yang dapat mempengaruhi
penggunaan yang benar obat-obatan pada tiga tingkatan yg
berbeda:
a. sebelum,
b. selama dan
c. sesudah resep ditulis
  Pelayanan  farmasi klinis di Apotek/Rumah Sakit
(Lanjutan….)
1. Sebelum resep
sebagai dasar adalah:
- Uji klinis
- Formularium
- Informasi Obat

Apoteker klinis memiliki potensi untuk menerapkan dan


mempengaruhi kebijakan pemakaian narkoba, yakni, membuat
keputusan yg layak obat untuk dipasarkan, mana obat yg harus
dimasukkan dalam formularium nasional dan lokal, yang
kebijakan resep dan pedoman pengobatan harus dilaksanakan.

Apoteker klinis juga aktif terlibat dalam uji klinis pada tingkat yg
berbeda, berpartisipasi dalam komite etika, studi pemantauan
obat, dispensasi dan persiapan obat yang diteliti.
  Pelayanan  farmasi klinis di Apotek/Rumah Sakit
(Lanjutan….)

2. Selama peresepan

Kegiatan Konseling
- Apoteker klinis dpt mempengaruhi sikap dan prioritas resep dlm
memilih perawatan yg benar.
- Monitor apoteker klinis, mendeteksi dan mencegah interaksi obat
yg berbahaya, efek samping kesalahan pengobatan iklan melalui
evaluasi profil resep ‘.
- Apoteker klinis memberikan perhatian khusus terhadap dosis obat
yg perlu pemantauan terapeutik.
- Apoteker masyarakat juga dpt membuat keputusan resep lang-
sung, ketika obat bebas dikonseling
  Pelayanan  farmasi klinis di Apotek/Rumah Sakit
(Lanjutan….)

3. Setelah peresepan
- Konseling
- Penyiapan perumusan pribadi
- Evaluasi Penggunaan narkoba
- Hasil penelitian
- Studi Pharmacoeconomic
- Setelah resep ditulis, apoteker klinis memainkan peran kunci
dlm berkomunikasi dan konseling pasien.
- Apoteker dpt meningkatkan pasien ‘kesadaran perawatan mereka,
memantau respon pengobatan, memeriksa dan meningkatkan
pasien sesuai dengan obat mereka.
- Sebagai anggota dr tim multidisiplin, apoteker klinis juga menye-
diakan perawatan terpadu dari ‘rumah sakit kpd masyarakat’ dan
sebaliknya, menjamin kesinambungan informasi tentang risiko
dan manfaat dari terapi obat
Farmasis klinik berperan dalam mengidentifikasi adanya  Drug Related
Problems (DRPs).  
Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu kejadian atau situasi yang
menyangkut terapi obat, yang mempengaruhi secara potensial atau aktual
hasil akhir pasien.

Menurut Koda-Kimble (2005), DRPs diklasifikasikan, sebagai berikut :

1. Kebutuhan akan obat (drug needed)


- Obat diindikasikan tetapi tdk diresepkan
- Problem medis sudah jelas tetapi tdk diterapi
- Obat yg diresepkan benar, ttpi tdk digunakan (non compliance)
2. Ketidaktepatan obat (wrong/inappropriate drug)
- Tidak ada problem medis yg jelas utk penggunaan suatu obat
- Obat tdk sesuai dgn problem medis yg ada
- Problem medis dpt sembuh sendiri tanpa diberi obat
- Duplikasi terapi
- Obat mahal, tetapi ada alternatif yang lebih murah
- Obat tidak ada diformularium
- Pemberian tidak memperhitungkan kondisi pasien
3. Ketidaktepatan dosis (wrong / inappropriate dose)
- Dosis terlalu tinggi
- Penggunaan yg berlebihan oleh pasien (over compliance)
- Dosis terlalu rendah
- Penggunaan yang kurang oleh pasien (under compliance)
- Ketidaktepatan interval dosis

4. Efek buruk obat (adverse drug reaction)


- Efek samping
- Alergi
- Obat memicu kerusakan tubuh
- Obat memicu perubahan nilai pemeriksaan laboratorium

5. Interaksi obat (drug interaction)


- Interaksi antara obat dengan obat/herbal
- Interaksi obat dengan makanan
- Interaksi obat dengan pengujian laboratorium
Karakteristik Kegiatan Farmasi
Klinik
Berorientsi kepada pasien; terlibat langsung
dalam perawatan pasien;

Bersifat aktif, dengan memberikan masukan


kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya
terkait dengan pengobatan pasien;

Menjadi mitra sejajar dengan profesi kesehatan


lainnya (dokter, perawat dan tenaga kesehatan
lainnya). 
Keterampilan dalam melakukan praktek farmasi klinik memerlukan
pemahaman keilmuan, seperti

1. Konsep-konsep penyakit (anatomi dan fisiologi manusia,


patofisiologi penyakit, patogenesis penyakit)

2. Penatalaksanaan Penyakit (farmakologi, farmakoterapi dan product


knowledge)

3. Teknik komunikasi dan konseling pasien

4. Pemahaman Evidence Based Medicine (EBM)  dan kemampuan melakukan


penelusurannya

5. Keilmuan farmasi praktis lainnya (farmakokinetik klinik, farmakologi,


mekanisme kerja obat, farmasetika
Faktor-faktor yg menunjang dalam implementasi
pelayanan farmasi klinis

1. Membentuk komite farmasi klinis dgn membuat proposal mencakup :


- Analisa (analyse) situasi kebutuhan pelayanan farmasi klinis.
- Menetapkan tujuan pelayanan farmasi klinis dan mencari masukan .
- Pelaksanaan (action) / membuat rencana kerja dan tenggang waktu
dan persetujuan pimpinan rumah sakit
- Pengkajian (assessment), menentukan kapan proyek percobaan
dilaksanakan
- Adjustment, / pengaturan kembali tuk disempurnakan dan diperluas.

2. Mendirikan pusat pelayanan informasi obat


Dimana peran apoteker bergeser dari “drug informan”-kpd pen-
damping / konsultan bagi penulis resep / dokter (menyediakan
informasi pada tahap penentuan dosis, cara pemberian serta dlm
evaluasi terapi.
Dengan kata lain peran utamanya sebagai ahli obat (drug expert).
3.  Menempatkan Apoteker bangsal (ward pharmacist)
4. Memperkerjakan lebih banyak apoteker dgn perbandingan ( 1 apoteker
untuk 30) tempat tidur)
5. Apoteker harus mengetahui peran dan fungsinya dan tdk mencoba
bertindak di luar perannya
6. Bagi apoteker klinis perintis harus mempelajari semua “skill of
trade”
Sehingga mereka dpt menguasai pengetahuan serta berpengalam-
an dlm ilmu kedokteran umum, mengikuti pendidikan berkelanjut-
an.

Membentuk klub jurnal dan belajar bersama-sama serta membuat presentasi


secara teratur bersama rekan-rekan.

Perlu melakukan penetapan prioritas area pengembangan pelayanan farmasi


klinis.
Misalnya: menurut keadaan penyakit (jantung koroner atau terapi obat
sitotoksik) dan pasien dgn farmakokinetik dan farmakodinamik yg kurang
normal atau aturan obat yg rumit ( lansia atau polifarmasi

Anda mungkin juga menyukai