Anda di halaman 1dari 15

TUGAS PEMOTONGAN DAN

PEMUNGUTAN PAJAK
(PPh Pasal 21)

Kelompok 2 :
Yohana Gabrielis Mura Maing (2020017095)
Tiffany Amanda (2020017096)
Lusia Anita Palmalani Maing (2020017097)
PPh 21
PPh pasal 21 merupakan pajak yang diatur pemerintah kepada setiap
karyawan atau buruh yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan yang
dilakukannya.
Pemotongan PPh pasal 21 adalah pungutan atas penghasilan yang diterima
dari suatu pekerjaan, jasa dan kegiatan.
Jadi, ketika seseorang memperoleh gaji, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan, yang
bersangkutan berpotensi menjadi subjek pajak PPh 21.
1. Pegawai Tetap Dengan Gaji Mingguan

Dalam perhitungan PPh 21 yang diterima oleh pegawai tetap dengan periode pembayaran
per minggu, maka yang perlu kita ingat bahwa dalam Peraturan Direktrur Jendral Pajak Nomor
PER 16/PJ/2016 yaitu dalam 1 bulan terdiri dari 4 minggu. PPh pasal 21 atas penghasilan
seminggu dihitung berdasarkan PPh pasal 21 sebulan dibagi 4.
Kode akun pajak yang harus anda gunakan dalam pembayaran PPh 21 pegawai tetap dengan gaji
mingguan ini yaitu 411121 dan menggunakan kode jenis setor 100.

Contoh :
 Putri belum menikah, menerima gaji mingguan sebesar Rp 1.500.000. Bila Putri hanya
menerima gaji saja adalah, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
1 Bulan = 4 minggu
Gaji Sebulan (4 x Rp 1.500.000) = Rp 6.000.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan 5% x Rp 6.000.000 = Rp 300.000
2. Penghasilan Neto Sebulan Rp = Rp 5.700.000
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 5.700.000) = Rp 68.400.000
.

PTKP Setahun (PMK No.101 tahun 2016)


WP sendiri = Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun = Penghasilan Neto Setahun – PTKP Setahun =
Rp 68.400.000 – Rp 54.000.000
               = Rp 14.400.000
PPh 21 Terutang Seminggu
PPh Pasal 21 (5% x Rp 14.400.000) = Rp 720.000
PPh Pasal 21 Sebulan (Rp 720.000 : 12) = Rp 60.000
PPh Pasal 21 Atas Gaji/Upah Minggu Pertama (Rp60.000 : 4) = Rp 15.000
 Rama, sudah menikah dan memiliki seorang anak, menerima gaji mingguan sebesar
Rp 1.750.000. Perusahaan tempatnya bekerja mengikuti program BPJS
Ketenagakerjaan, dengan premi Jaminan Kecelakaan Kerja (sebesar 1%) dan
Jaminan Kematian (sebesar 0,3%) dibayarkan oleh pemberi kerja. Selain itu,
perusahaan juga membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 3,7% dari gaji. Rama
sendiri membayar iuran pensiun Rp. 20.000, dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari
gaji. Berapa besar PPh 21 dalam minggu kedua?
.

Penghasilan Sebulan (4 x Rp1.750.000) =  Rp 7.000.000


Premi Jaminan Kecelakaan Kerja = Rp 70.000
Premi Jaminan Kematian = Rp 21.000
Penghasilan Bruto = Rp 7.091.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan (5% x Rp7.091.000) = Rp 354.550
2. luran Pensiun = Rp 20.000
3. luran Jaminan Hari Tua = Rp 140.000
Total Pengurang = Rp 514.550
Penghasilan Neto Sebulan = Rp 6.576.450
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 6.576.450) = Rp78.917.400
PTKP Setahun (K/1)
1. WP Sendiri = Rp 54.000.000
2. Tambahan Menikah = Rp 4.500.000
3. Tambahan 1 Orang Tanggungan = Rp 4.500.000
PTKP Setahun = Rp 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto Setahun – PTKP Setahun
= Rp 78.917.400 – Rp 63.000.000
                     = Rp 15.917.400
                     (Pembulatan = Rp 15.917.000)
.

PPh 21 Terutang Seminggu


PPh 21 Setahun (5% x Rp 15.917.000) = Rp 795.850
PPh 21 Sebulan (Rp 795.850 : 12) = Rp 66.320,83
PPh 21 Minggu Ke-2 (Rp 66.320,83 : 4) = Rp 16.580,21

2. Pegawai Tetap Dengan Gaji Harian


Prinsip dasar dalam perhitungan PPh 21 atas gaji yang dibayar secara harian
adalah bahwa jangka waktu 1 bulan adalah sama dengan 26 hari. Hal ini dinyatakan
dalam lampiran Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER 16/PJ/2016.
Contoh :
 Andry bekerja sebagai pegawai tetap dan mendapatkan gaji harian sebesar Rp
500.000. Andry berstatus menikah dan memiliki tiga orang anak. Perusahaan
tempatnya bekerja mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Jaminan
Kecelakaan Kerja (premi sebesar 1%) dan Jaminan Kematian (premi sebesar 0,3%).
Perusahaannya juga membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 3,7%; Andry pun
membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari
gaji.
Besarnya PPh 21 harian yang terutang sebesar Rp 2.476. Maka dari itu, PPh 21
dihitung dengan cara di bawah ini.
.

Cara Menghitung PPh 21 Gaji Harian


Penghasilan Sebulan  (26 x Rp 500.000) = Rp 13.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja = Rp 130.000
Premi Jaminan Kematian = Rp 39.000
Penghasilan Bruto = Rp 13.169.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan = 5% x Rp13.169.000
    (maksimum dikenakan Rp 500.000)
2. luran Pensiun = Rp 25.000
3. luran Jaminan Hari Tua = Rp 260.000
Total Pengurang = Rp 785.000
Penghasilan Neto Sebulan = Penghasilan Bruto – Total Pengurang
                                            = Rp 13.169.000 – Rp 785.000
                                            = Rp 12.384.000
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 12.384.000) = Rp 148.608.000
PTKP Setahun (K/3)
WP pribadi = Rp 54.000.000
Tambahan karena menikah = Rp 4.500.000
Tambahan tiga orang tanggungan = Rp 13.500.000
PTKP Setahun = Rp 72.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto Setahun – PTKP Setahun
                                        = Rp 148.608.000 – Rp 72.000.000
                                        = Rp 76.608.000
.

PPh 21 Terutang Setahun


5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 26.608.000 = Rp 3.991.200
PPh 21 Setahun = Rp 6.491.200
PPh 21 Sebulan Rp 6.491.200 : 12 = Rp 540.933

3. Pegawai Tetap Menerima Uang Rapel


Rapel adalah bagian gaji atau imbalan berupa uang yang diterimakan sekaligus
dikemudian hari karena adanya kelebihan yang belum diberikan. Jadi, rapel biasnya terjadi
karena ada kenaikan gaji yang berlaku surut.
Contoh :
 Tommy Hakim pada bulan Juni 2006 menerima kenaikan gaji, dari Rp 1.500.000,00
menjadi Rp. 2.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2006. Tommy telah
menikah tapi belum mempunyai anak dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 75.000,00.
Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka Tommy menerima rapel
sejumlah Rp 2.500.000,00 (kekurangan gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2006). Untuk
menghitung PPh Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung kembali PPh
Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2006 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan
gaji. Dengan demikian penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut :
.

Gaji = Rp 2.000.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan (5% x Rp 2.000.000,00) = Rp 100.000,00
2. Iuran pensiun = Rp 75.000,00
Penghasilan neto sebulan = Rp 1.825.000,00
Penghasilan neto setahun (12 x Rp 1.825.000,00) = Rp 21.900.000,00

PTKP
- Untuk wajib pajak = Rp 13.200.000,00
- Tambahan karena menikah = Rp 1.200.000,00
Total = Rp 14.400.000,00
Penghasilan kena pajak (Rp 21.900.000,00 – Rp 14.400.000,00) = Rp 7. 500.000,00
PPh pasal 21 setahun (5% x Rp 7.500.000,00) = Rp 375.000,00
PPh pasal 21 sebulan (Rp 375.000,00 : 12) = Rp 31.250,00
PPh pasal 21 Januari s/d Mei 2006 seharusnya adalah = 5 x Rp 31.250,00
= Rp 156. 250,00
.

PPh pasal 21 yang sudah dipotong Januari s/d Mei 2006


(5% x Rp 7.500,00 (PPh pasal 21 sebulan sebelum adanya kenaikan gaji)) = Rp
37.500,00
PPh pasal 21 untuk uang rapel = Rp 156.250,00 – Rp 37.500,00 = Rp 118.750,00

4. Pegawai Tetap Menerima Bonus


Berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) PMK No. 23/PMK.03/2020, pegawai
yang dapat menerima insentif PPh pasal 21 DTP adalah pegawai yang bekerja
dilingkup industri manufaktur dengan KLU tertentu yang sudah ditetapkan dan atau
diperusahan yang ditetapkan sebagai wajib pajak kemudian impor tujuan ekspor
(KITE). Pegawai yang dapat menerima insentif PPh pasal 21 DTP adalah yang
memiliki NPWP dan penghasilannya berupa gaji, tunjangan, uang lembur, serta
remunerasi lain yang bersifat periodik dalanm setahun tidak melebihi Rp200 juta.
Contoh :
 Malik bekerja sebagai karyawan marketing di perusahaan otomotif dengan gaji
Rp 7.000.000. Ia menikah dan memiliki dua anak, sementara istrinya ibu
rumah tangga. Perusahaan memberinya bonus bulanan Rp 2.000.000.
Berapa PPh 21 atas bonusnya?
.

Pajak Atas Upah


Gaji Bruto Setahun: 12 bulan x Rp 7.000.000 = Rp 84.000.000
Biaya Jabatan: 5% x Rp 84.000.000 = Rp 4.200.000
Gaji Netto Setahun = Rp 79.800.000
(hasil dari pengurangan Gaji Bruto dengan Biaya Jabatan)
PTKP K2
Wajib Pajak K2 (istri tidak bekerja dan dua anak): Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp 12.300.000
(hasil dari pengurangan Gaji Netto Setahun dengan PTKP K2)
PPh 21 Upah (Gaji) Terutang Setahun = 5% x Rp 12.300.000 = Rp 615.000
Pajak Atas Penghasilan (Upah dan Bonus)
Gaji Setahun : 12 bulan X Rp 7.000.000 = Rp 84.000.000
Bonus: 12 x Rp 2.000.000 = 24.000.000
Penghasilan Bruto = Rp 108.000.000
Pengurang
Biaya Jabatan: 5% x Rp 108.000.000 = Rp 5.400.000
Penghasilan Netto Setahun = Rp 102.600.000
(hasil dari pengurangan Penghasilan Bruto dengan Pengurang)
.

PTKP K2
Wajib Pajak K2 (istri tidak bekerja dan dua anak): Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp 35.100.000
(hasil dari pengurangan Penghasilan Netto Setahun dengan PTKP K2)
PPh 21 Terutang Setahun: 5% x Rp 35.100.000 = Rp 1.755.000
PPh 21 Bonus = PPh 21 Terutang Setahun – Pajak Atas Upah
                        = Rp 1.755.000 – Rp 615.000 = Rp 1.140.000

5. Pegawai Tetap Menerima Tunjangan Hari Raya


Tunjangan hari raya akan diberikan perusahaan menjelang hari raya keagamaan
kepada seluruh karyawan yang telah memenuhi masa kerjanya selama 1 bulan secara
terus-menerus. Tunjangan Hari Raya termasuk salah satu jenis penghasilan yang bersifat
tidak teratur. Selain tergantung pada besaran objek pajak yang dikenakan, perhitungan
PPh 21 THR juga dipengaruhi oleh kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
jumlah tanggungan yang dimilikinya. Dasar hukum perhitungan PPh 21 THR telah
dituangkan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Dirjen Pajak No. PER-15/PJ/2006
Tahun 2006 bab Perubahan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PK/2000 bab
Petunjuk Pelaksanaan, Penyetoran, Pemotongan, hingga Pelaporan PPh 21 dan 26.
.

Contoh :
 Farhan adalah karyawan di perusahaan teknologi informasi penyedia data
center dan layanan cloud dengan gaji Rp 7.000.000 per bulan. Ia memiliki
dua anak dan istrinya tidak bekerja. Menjelang Hari Raya ini, ia mendapat
THR satu bulan gaji, Rp 7.000.000. Berapa pajak atas THR Farhan?

Pajak Atas Upah


Gaji Bruto Setahun: 12 bulan x Rp 7.000.000 = Rp 84.000.000
Biaya Jabatan: 5% x Rp 84.000.000 = Rp 4.200.000
Gaji Netto Setahun = Rp 79.800.000
(hasil dari pengurangan Gaji Bruto dengan Biaya Jabatan)
PTKP K2
Wajib Pajak K2 (istri tidak bekerja dan dua anak): Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp 12.300.000
(hasil dari pengurangan Gaji Netto Setahun dengan PTKP K2)
PPh 21 Upah (Gaji) Terutang Setahun = 5% x Rp 12.300.000 = Rp 615.000
.

Pajak Atas Penghasilan (Upah dan THR)


Gaji Setahun: 12 bulan X Rp 7.000.000 = Rp 84.000.000
THR: Rp 7.000.000
Penghasilan Bruto = Rp 91.000.000
Pengurang
Biaya Jabatan: 5% x Rp 91.000.000 = Rp 4.550.000
Penghasilan Netto Setahun = Rp 86.450.000
(hasil dari pengurangan Penghasilan Bruto dengan Pengurang)
PTKP K2
Wajib Pajak K2 (istri tidak bekerja dan dua anak): Rp 67.500.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) = Rp 18.950.000
(hasil dari pengurangan Penghasilan Netto Setahun dengan PTKP K2)
PPh 21 Terutang Setahun: 5% x Rp 18.950.000 = Rp 947.500
PPh 21 THR = PPh 21 Terutang Setahun – Pajak Atas Upah
                                = Rp 947.500 – Rp 615.000 = Rp 332.500
.

Thank You

Anda mungkin juga menyukai