Anda di halaman 1dari 37

PAJAK DAERAH DAN

RETRIBUSI DAERAH
May 2014

Oleh: Fadhilatul Hikmah, S.H., LL.M.


Sejarah
 Pemberlakuan otonomi daerah: 1 Januari 2001
 Sejarah penerapan pajak daerah dan retribusi daerah
 Reformasi peraturan pajak dan retribusi daerah

Implikasi langsung dari penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat


kepada pemerintah daerah adalah diperlukan biaya yang wajib
ditanggung oleh pemerintah daerah, antara lain biaya
pembangunan, pengelolaan, dan perawatan sarana dan prasarana yang
merupakan keharusan pemerintah daerah untuk melakukan pelayanan
kepada masyarakat. Demikian juga gaji pegawai di daerah harus
ditanggung oleh pemerintah daerah itu sendiri.
Pasal 286 UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah

1. Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan


undang-undang yang pelaksanaannya di Daerah diatur lebih
lanjut dengan Perda.

2. Pemerintah Daerah dilarang melakukan pemungutan atau


dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang-
undang.
Pasal 287 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah

1. Kepala daerah yang melakukan pungutan atau dengan


sebutan lain di luar yang diatur dalam undang-undang
dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-
hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.

2. Hasil pungutan atau dengan sebutan lain yang dipungut


oleh kepala daerah di luar yang diatur dalam undang-
undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disetorkan seluruhnya ke kas negara.
Definisi Pajak Daerah
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah
kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak Daerah sebagai Pajak Objektif

Brotodiharjo: “pajak objektif pertama-tama melihat kepada


objeknya, yang dapat berupa benda, keadaan, perbuatan, atau
peristiwa yang menyebabkan timbulnya utang pajak untuk
kemudian ditetapkan subjeknya yang mempunyai hubungan
hukum dengan objek tersebut, tanpa memperhatikan
karakteristik dari wajib pajaknya”
Pengaturan mengenai Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah
 Undang-Undang No. 18 Tahun 1997
 Undang-Undang No. 34 Tahun 2000
 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009
UU 18/1997 dan UU 34/2000

Daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 (sebelas) jenis


Pajak, yaitu 4 (empat) jenis Pajak provinsi dan 7 (tujuh) jenis
Pajak kabupaten/kota. Selain itu, kabupaten/kota juga masih
diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak lain sepanjang
memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

Terkait dengan Retribusi, Undang-Undang tersebut hanya


mengatur prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis Retribusi
yang dapat dipungut Daerah. Baik provinsi maupun
kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan jenis
Retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
Pasal 2 ayat (3) UU 28/2009

“Daerah dilarang memungut pajak selain


jenis Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2)”
Walaupun secara eksplisit sistem “closed list” hanya
membatasi jenis pajak yang dapat dipungut oleh
Pemerintah Daerah, namun secara implisit sistem ini
juga membatasi Pemerintah Daerah untuk memperluas
basis pajak suatu jenis pajak daerah melebihi apa yang
diatur dalam UUPDRD.
Untuk Retribusi, dengan peraturan pemerintah masih dibuka
peluang untuk dapat menambah jenis Retribusi selain yang
telah ditetapkan dalam UUPDRD sepanjang memenuhi kriteria
yang juga ditetapkan dalam Undang- Undang. Adanya peluang
untuk menambah jenis Retribusi dengan peraturan pemerintah
juga dimaksudkan untuk mengantisipasi penyerahan fungsi
pelayanan dan perizinan dari Pemerintah kepada Daerah yang
juga diatur dengan peraturan pemerintah.
Beberapa Perubahan

 Pasal 32 ayat (3) UUPDRD meniadakan pengecualian pelayanan tinggal di asrama


yang tidak diselenggarakan oleh Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah Daerah, dan
(jasa) pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum di
hotel sebagai objek pajak. Dalam Pasal 38 ayat (2) PP Pajak Daerah Lama,
kegiatan-kegiatan tersebut dikecualikan dari pemungutan Pajak Hotel.

 Objek pajak Pajak Restoran juga diperluas oleh Pasal 37 ayat (1) UUPDRD hingga
mencakup pelayanan usaha jasa boga dan katering, yang dalam pengaturan
sebelumnya (Pasal 43 ayat (2) PP Pajak Daerah Lama) dikecualikan dari objek
pajak.

 UUPDRD baru juga menambah cakupan pelayanan restoran hingga mencakup


pelayanan penjualan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik
di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Dengan kata lain, pembelian makanan
secara take away juga akan dikenakan Pajak Restoran.
 Cakupan Pajak Hiburan diperluas oleh Pasal 42 ayat (2) UUPDRD,
sehingga meliputi hiburan berupa kontes kecantikan, binaraga, dan
sejenisnya; pameran; sirkus, akrobat dan sulap; permainan golf dan
bowling; pacuan kuda dan (perlombaan) kendaraan bermotor; serta
refleksi dan pusat kebugaran.
 Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
diperluas hingga mencakup kendaraan Pemerintah.
 Perluasan terhadap beberapa objek Retribusi dan penambahan jenis
Retribusi.
 Terdapat 4 (empat) jenis Retribusi baru bagi Daerah, yaitu Retribusi
Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan Pendidikan, Retribusi
Pengendalian Menara Telekomunikasi, dan Retribusi Izin Usaha
Perikanan.
 Objek pajak baru untuk jenis Pajak Kabupaten/Kota:

1. pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah (untuk Pajak Air Tanah)

2. pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet (untuk Pajak


Sarang Burung Walet)

3. bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan


oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (untuk Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan)

4. perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (untuk BPHTB)


Pajak Provinsi
 Pajak Kendaraan Bermotor;
 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
 Pajak Air Permukaan; dan
 Pajak Rokok.
Pajak Kabupaten/Kota
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7. Pajak Parkir;
8. Pajak Air Tanah;
9. Pajak Sarang Burung Walet;
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Hypothecated tax/Appropriated tax/
Earmarked tax

 IBFD: hypothecating or earmarking is used in the public


finance context to refer to the raising of revenue from a
particular source and dedicating this to a particular public
expenditure. Hypothecated taxes are therefore taxes used
for specific purposes such as payroll taxes used to finance
social insurance systems, motor vehicles tax (the revenue of
which is used for the maintenance of roads) and various
forms on anti-pollution measures (e.g. energy tax)
Untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan,
sebagian hasil penerimaan Pajak dialokasikan untuk membiayai
kegiatan yang berkaitan dengan Pajak tersebut. Pajak
Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk membiayai
penerangan jalan, Pajak Kendaraan Bermotor sebagian
dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan
serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum, dan
Pajak Rokok sebagian dialokasikan untuk membiayai
pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum.
Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan Daerah,
mekanisme pengawasan diubah dari represif menjadi
preventif. Setiap Peraturan Daerah tentang Pajak dan Retribusi
sebelum dilaksanakan harus mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari Pemerintah. Selain itu, terhadap Daerah yang
menetapkan kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi
daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi berupa
penundaan dan/atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau
dana bagi hasil atau restitusi.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah

Wajib Pajak pajak daerah adalah pihak yang akan menanggung


beban administratif berupa pelaporan dan pelunasan pajak
terutang, dimana beban ekonomis pelunasan pajak-pajak
tersebut akan dialihkan kepada subjek pajak ketika melakukan
pembayaran jasa yang menjadi objek pajak kepada Wajib
Pajak.
PD sebagai Pajak Langsung dan Pajak
Tidak Langsung
 Jenis-jenis pajak Kabupaten/Kota yang diatur dalam UUPDRD
ada yang dikategorikan sebagai pajak langsung dan ada juga
yang dikategorikan sebagai pajak tidak langsung.
 Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan merupakan pajak
Kabupaten/Kota yang dikategorikan sebagai pajak langsung.
 Hal ini dikarenakan penanggung beban ekonomisnya sama
dengan pihak yang ditunjuk untuk memenuhi kewajiban
administratif pemungutan pajaknya.
 Pemungutan Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan,
Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral
Bukan Logam dan Batuan, dan Pajak Parkir menghendaki
beban ekonomis dan administratif pemungutan pajak
daerah ditanggung oleh pihak yang berbeda. Khusus untuk
Pajak Reklame, kewajiban ekonomis dan administratifnya
ada di satu pihak apabila reklame diselenggarakan sendiri
oleh orang pribadi atau badan (Pasal 48 ayat (3) UUPDRD).
 Tidak ada pembedaan tarif antara WP PDRD Orang Pribadi
dan Badan.
 Pemungutan PPh juga memperhatikan domisili dari WP,
sehingga membedakan antara Wajib Pajak Dalam Negeri dan
Wajib Pajak Luar Negeri. Dalam konteks pemungutan pajak-
pajak daerah, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
keberadaan subjek dan Wajib Pajak hanya bertujuan untuk
memastikan adanya pelunasan utang pajak, dan tidak
mempengaruhi jumlah utang pajak yang harus dibayar
karena pajak-pajak daerah merupakan pajak objektif.
Dasar Pengenaan Pajak
Contoh:

1. Pajak Hotel: jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar


kepada hotel (Pasal 34)

2. Pajak Restoran: jumlah pembayaran yang diterima atau yang


seharusnya diterima oleh restoran (Pasal 39)

3. Pajak Reklame: Nilai Sewa Reklame, yang diperoleh berdasarkan


nilai kontrak reklame, atau nilai lain yang diperoleh dengan
memperhatikan jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan,
waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah dan ukuran media
reklame yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Pasal 49)
Tarif Pajak
 Tarif proporsional adalah tarif yang menggunakan presentase tetap tanpa
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Oleh karena
itu, semakin besar jumlah dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula
jumlah pajak yang terutang pada WP, namun kenaikan ini diperoleh dengan
persentase yang sama. Oleh karena tarif proporsional ini hanya menggunakan
satu tarif yang persentasenya tetap, maka sering disebut juga dengan tarif
tunggal.

 Secara umum, tarif pajak yang diatur dalam UUPDRD adalah tarif
maksimum. Pengaturan mengenai tarif yang akan diterapkan secara riil di
suatu Kabupaten/Kota tergantung dari pengaturannya dalam Peraturan Daerah.

 Dalam menetapkan tarif pajak daerah perlu diperhatikan mengenai daya


berlakunya tarif tersebut, dimana tarif pajak hendaknya diberlakukan setidak-
tidaknya untuk 5 (lima) tahun ke depan.
Dalam Pajak Hiburan, yang memiliki tarif maksimum umum
35%, tarif pajak maksimum untuk hiburan berupa pagelaran
busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam,
permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif
maksimum yang berlaku adalah 75%, sementara hiburan
berupa kesenian rakyat/tradisional dapat dikenai tarif maksimal
10% (Pasal 45 UUPDRD). Perbedaan tarif juga terdapat dalam
Pajak Penerangan Jalan, yang memiliki tarif maksimum umum
10%, dan tarif maksimum khusus 3% (untuk penggunaan listrik
sumber lain oleh industri dan pertambangan) serta 1.5% (untuk
listrik yang dihasilkan sendiri) (Pasal 55 UUPDRD).
RETRIBUSI DAERAH
Pasal 1 Angka 64 UUPDRD:

“Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian


izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan Orang Pribadi atau
badan.”

-> masuk ke kas daerah

->
Komponen yang Termasuk dalam
Pengertian Retribusi
 Pungutan sebagai pembayaran jasa
 Jasa diberikan pemerintah
 Retribusi perizinan tertentu
Retribusi Jasa Umum
 Retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh Orang Pribadi atau Badan.
 Jenis retribusi jasa umum Pasal 110:

1. Retribusi pelayanan kesehatan

2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

3. Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan Akta Catatan Sipil


4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat

5. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum

6. Retribusi pelayanan pasar

7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor

8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran

9. Retribusi penggantian bea cetak peta

10. Retribusi pengolahan limbah cair


Retribusi Jasa Usaha
 Retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah
dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
 Jenis retribusi jasa usaha Pasal 127:

1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan

3. Retribusi Tempat Pelelangan


4. Retribusi Terminal

5. Retribusi Tempat Khusus Parkir

6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa

7. dll
Retribusi Perizinan Tertentu
 pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan
yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

 Jenis Retribusi Perizinan Tertentu:

1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol

3. Retribusi Izin Gangguan

4. Retribusi Izin Trayek

5. Retribusi Izin Usaha Perikanan


UU 18/1997 dan UU 34/2000

Terkait dengan Retribusi, Undang-Undang tersebut hanya


mengatur prinsip-prinsip dalam menetapkan jenis Retribusi
yang dapat dipungut Daerah. Baik provinsi maupun
kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan jenis
Retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
UU No. 28/2009
Untuk Retribusi, dengan peraturan pemerintah masih dibuka
peluang untuk dapat menambah jenis Retribusi selain yang
telah ditetapkan dalam UUPDRD sepanjang memenuhi kriteria
yang juga ditetapkan dalam Undang- Undang. Adanya peluang
untuk menambah jenis Retribusi dengan peraturan pemerintah
juga dimaksudkan untuk mengantisipasi penyerahan fungsi
pelayanan dan perizinan dari Pemerintah kepada Daerah yang
juga diatur dengan peraturan pemerintah.
Terdapat 4 (empat) jenis Retribusi baru bagi Daerah, yaitu
Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan
Pendidikan, Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi,
dan Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Retribusi Daerah
 Pasal 150 UUPDRD mengatur bahwa jenis retribusi selain yang diatur
dalam Pasal 110 ayat (1) (jenis Retribusi Jasa Umum), Pasal 127 (jenis
retribusi jasa usaha), dan Pasal 141 (jenis retribusi perizinan tertentu)
sepanjang memenuhi kriteria tertentu, dapat dipungut berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
 Berdasarkan Pasal 110 ayat (2) jo. Pasal 149 ayat (1) jo. Pasal 149 ayat (3)
UUPDRD, Retribusi Jasa Umum dapat tidak dipungut apabila potensinya
kecil atau terdapat kebijakan nasional/daerah untuk memberikan jasa yang
termasuk jasa umum secara cuma-cuma, dan apabila Pemerintah Daerah
ingin memungut retribusi atas jasa-jasa tersebut, maka harus disesuaikan
dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota, serta diatur dalam suatu Peraturan Daerah.

Anda mungkin juga menyukai