Anda di halaman 1dari 69

PPh Orang Pribadi

(OP)

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


SAAT MULAINYA KEWAJIBAN PAJAK
• Dipenuhinya syarat sebagai subjek pajak dikenal dengan memiliki
kewajiban pajak subjektif, sedangkan jika sudah menerima atau
memperoleh penghasilan (bagi orang pribadi dalam negeri besarnya
melebihi biaya hidup minimal) disebut memiliki kewajiban pajak
objektif.
• Jika Orang Pribadi telah memenuhi syarat subjektif dan objektif maka
wajib untuk memiliki NPWP.

SAAT BERAKHIRNYA KEWAJIBAN PAJAK


• Kewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat meninggal
dunia dan meninggalkan Indonesia untuk selama-selamanya
• Dibuktikan dengan salah satu dokumen:
• Green card, Identity card, Student card
• Pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan Republik
Indonesia diluar negeri
• Surat keterangan dari kedubes RI atau Kantor Perwakilan RI di luar negeri, tertulis
resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
PERBEDAAN SPDN DAN SPLN

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
• kantor perwakilan negara asing
• pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat
pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama
mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik
• organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota
• pejabat perwakilan organisasi internasional (bukan WNI) dan tidak
menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


PENGHASILAN
• Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

• Penghasilan:
Objek PPh
Dikenakan PPh final
Bukan objek PPh

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


PENGHASILAN OBJEK PAJAK (1)
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa,
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya
b. hadiah dari pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
c. laba usaha
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
g. dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak
i. Hallsewa
©2012 Prentice dan
Business penghasilan
Publishing, lainArens/Elder/Beasley
Auditing 14/e, sehubungan dengan penggunaan harta
PENGHASILAN OBJEK PAJAK (2)
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n. premi asuransi
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak
q. penghasilan dari usaha yang berbasis syariah
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai KUP
s. surplus
©2012 Prentice Bank
Hall Business Indonesia
Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
Penghasilan yang merupakan
Objek PPh
Penghasilan
 dari pekerjaan, contoh: gaji, honor,
tunjangan, bonus, insentif, gratifikasi, komisi,
uang pensiun
 hadiah (kecuali dari undian) atau pekerjaan
atau kegiatan dan penghargaan
 laba usaha
 keuntungan karena penjualan/pengalihan
harta
 bunga di luar bunga bank
 royalti, keuntungan karena pembebasan
hutang, keuntungan karena selisih kurs
PENGHASILAN BUKAN OBJEK PAJAK
(1)
a. Bantuan atau sumbangan dan hibah
b. Warisan
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib
Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


PENGHASILAN BUKAN OBJEK PAJAK
(2)
g. Iuran yang diterima atau yang diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan keputusan Menteri Keuangan
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif
j. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan tersebut
merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, dan sahamnya tidak
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


PENGHASILAN BUKAN OBJEK PAJAK
(3)
k. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
l. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut
m. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


Penghasilan yang bukan merupakan
Objek PPh

Penghasilan

 Bantuan atau Sumbangan

 Harta hibahan

 Warisan, klaim asuransi,


beasiswa
PENGHASILAN DIKENAKAN PPH
FINAL (1)
a. bunga deposito/tabungan dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia
b. hadiah undian
c. bunga simpanan anggota koperasi
d. bunga obligasi yand diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
e. penjualan saham di bursa efek di Indonesia
f. penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan pelumas dari
produsen atau importir kepada penyalur
g. penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
h. sewa tanah dan/atau bangunan
i. penghasilan usaha jasa konstruksi
j. uang pesangon yang dibayarkan sekaligus

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


PENGHASILAN DIKENAKAN PPH
FINAL (2)
k. uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus
l. penghasilan wajib pajak bidang usaha pelayaran dalam negeri
m. penghasilan wajib pajak bidang usaha pelayaran dan penerbangan
luar negeri
n. peredaran bruto kantor perwakilan dagang asing (KPDA)
o. honorarium dan imbalan lain atas beban APBN/APBD yang diterima
PNS, anggota TNI, Polri, dan pensiunan
p. selisih lebih revaluasi aset tetap
q. diskonto Surat Utang Negara (Obligasi Republik Indonesia)
r. dividen/Sisa Hasil Usaha koperasi yang diterima oleh wajib pajak
orang pribadi dalam negeri
s. penghasilan istri semata-mata dari satu pemberi kerja

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


KARAKTERISTIK PPH FINAL
1. Penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final pada akhir tahun
tidak digabungkan dengan penghasilan yang dikenakan tarif umum;
2. Tarif pajak bersifat khusus
3. Pajaknya terutang setiap terjadi transaksi
4. Mekanisme pelunasannya biasanya dipotong atau dipungut oleh
pihak lain. Dalam hal pembayar penghasilan bukan
pemotong/pemungut, wajib pajak menyetor pajaknya sendiri
5. Pajak Penghasilan Final yang telah dipotong atau dipungut oleh
pihak lain, atau yang sudah dibayar sendiri pada akhir tahun tidak
dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang yang
dihitung dengan tarif umum
6. Biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang dikenakan bersifat final tidak dapat dikurangkan

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


KELOMPOK OBJEK PPH OP
• Penghasilan neto dalam negeri dari usaha/pekerjaan bebas
• Penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan
• Penghasilan neto dalam negeri lainnya
• Penghasilan neto luar negeri

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
(PTKP)
Pasal 6 ayat (3) UU PPh mengatur bahwa kepada orang pribadi sebagai
Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa PTKP sbb (mulai
berlaku Januari 2016):
a)Rp 54.000.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b)Rp 4.500.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c)Rp 54.000.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami
d)Rp 4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
(PTKP)
• Pengertian anggota keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus, secara
vertikal ke bawah, misalnya anak kandung dan cucu dari wajib pajak,
sedangkan vertikal ke atas, misalnya orang tua dan kakek nenek dari
wajib pajak
• Anggota keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, secara vertikal
ke bawah, misalnya anak tiri, sedangkan vertikal ke atas adalah mertua
dari wajib pajak
• Pengertian anak angkat adalah seseorang yang belum dewasa; yang
tidak tergolong keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus dari
Wajib Pajak; dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari Wajib Pajak
• Pengertian menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu tinggal bersama-sama
dengan Wajib Pajak, nampak secara nyata tidak mempunyai penghasilan
sendiri; tidak pula turut dibantu oleh lainlain anggota keluarga atau oleh
orang tuanya sendiri

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


NOTASI PTKP
Notasi PTKP berdasarkan keadaan wajib pajak adalah sebagai berikut:
a.TK /1 : tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang
berhak mendapatkan PTKP
b.K /1 : kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan yang berhak
mendapatkan PTKP
c.K/I/1 : kawin, penghasilan istri digabung dengan penghasilan suami,
ditambah dengan banyaknya tanggungan yang berhak mendapatkan
PTKP

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


STATUS PERPAJAKAN SUAMI ISTRI
• Kepala Keluarga (KK) adalah penghasilan dari seluruh anggota
keluarga Wajib Pajak yang digabungkan sebagai satu kesatuan, dan
pemenuhan kewajiban pajaknya Wajib Pajak sebagai Kepala Keluarga.
• Hidup Berpisah (HB) adalah bila suami istri yang telah hidup berpisah
berdasarkan putusan hakim / bercerai.
• Pisah Harta dan Penghasilan (PH) adalah bila suami istri yang tidak
bercerai akan tetapi melakukan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan.
• Manajemen Terpisah (MT) adalah bila suami istri yang tidak bercerai
akan tetapi istri menghendaki / memilih untuk melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya secara terpisah.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
Penghasilan Neto Dalam Negeri Dari Usaha/
Pekerjaan Bebas
WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib
menyelenggarakan pembukuan.
Namun ada pengecualian untuk WP OP yang:
a)Melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto
b)Tidak melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


No Deskripsi Pembukuan Pencatatan

1 Sumber penghasilan Kegiatan usaha/pekerjaan bebas Kegiatan usaha/pekerjaan bebas dengan


peredaran bruto < 4,8 miliar setahun
Selain kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

2 Jenis dokumen Catatan mengenai harta, Pencatatan terkait peredaran bruto sebagai
kewajiban, modal, penghasilan dasar penghitungan jumlah pajak terutang
dan biaya

3 Cara menghitung Peredaran bruto dikurangi Peredaran bruto dikalikan dengan NPPN
penghasilan neto dengan deductible expense

4 Pemberitahuan Tidak perlu ada pemberitahuan Wajib ada pemberitahuan mengenai


Dirjen Pajak ke Dirjen Pajak penggunaan NP kepada dirjen pajak paling
lama 3 bulan sejak awal tahun pajak

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


Perhitungan PPh
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi

WAJIB PAJAK OP WAJIB PAJAK OP


DENGAN STATUS YANG MELAKUKAN
SEBAGAI USAHA /
KARYAWAN PEKERJAAN BEBAS

PEREDARAN/ PEREDARAN/
PENGHASILAN PENGHASILAN
DIKENAKAN BRUTO BRUTO
S.D. Rp 4,8 M. LEBIH DARI Rp 4,8 M.
PPh PASAL 21

MENGGUNAKAN NORMA
MENGGUNAKAN
PENGHITUNGAN
PEMBUKUAN
PENGHASILAN NETO
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
 Kelebihan memakai pencatatan (norma penghitungan)
 Sederhana dalam penghitungan
 Sederhana dalam pengadministrasian catatan
 Tidak perlu menguasai akuntansi

 Kerugian :
 Dianggap selalu untung dan tidak mungkin rugi
 Mempunyai resiko tarif norma lebih tinggi daripada
penghitungan normal

PETUNJUK PELAKSANAAN PENCATATAN BAGI WP OP : PERDIRJEN NO: PER – 4/PJ/2009

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
TARIF NORMA
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sbb :
• 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
• ibukota propinsi lainnya;
• daerah lainnya.
Per DJP No.17/PJ/2015

Wajib Pajak Perseorangan


No Kode Jenis Usaha 10 Ibukota Kota Prop Daerah
Prop Lainnya Lainnya
1 86201 Dokter 50 50 50
2 74909 Konsultan 38 37 35
3 69100 Notaris 51 50 50
4 56101 Rumah makan dan minum 25 20 20
Perdagangan eceran barang-
5 47592 30 25 20
barang elektronik
6 33141 Reparasi kendaraan bermotor 50 50 50
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
CONTOH PERHITUNGAN PAJAK DENGAN
NORMA
• Alex melakukan pekerjaan bebas sebagai seorang Pengacara di Kota Medan.
Pada tahun 2018 berdasarkan pencatatan, Riko menerima penghasilan bruto
sebesar Rp 2.000.000.000. Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak, NPPN untuk
pekerjaan bebas pengacara dengan lokasi Kota Medan adalah 51%.
• Dengan demikian, besarnya penghasilan neto Tuan Alex tahun pajak 2018
adalah Rp 2.000.000.000 X 51% = Rp 1.020.000.000.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


• Bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, kerugian yang
diderita dalam suatu tahun pajak bisa dikompensasikan dengan
penghasilan yang diperoleh mulai tahun berikutnya sampai lima tahun.
Sedangkan wajib pajak yang menggunakan NPPN selalu menghasilkan
penghasilan neto yang positif, sehingga tidak bisa melakukan kompensasi
kerugian.
• Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri diberikan PTKP sesuai
dengan jumlah tanggungannya.
• Jika PTKP Alex misalnya Kawin dengan 1 tanggungan (K/1) maka besarnya
PKP adalah:
 Penghasilan neto fiskal Rp1.020.000.000
 PTKP (K/1) (Rp 63.000.000)
 Penghasilan kena pajak Rp 957.000.000

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


Menghitung PPh Terutang

• Penghasilan kena pajak Alex tahun pajak 2018 adalah Rp 957.000.000,


sehingga besarnya Pajak Penghasilan terutang :

 5% x 50.000.000 = Rp 2.500.000
 15% x 200.000.000 = Rp 30.000.000
 25% x 250.000.000 = Rp 62.500.000
 30% x 457.000.000 = Rp137.100.000
 = Rp.232.100.000

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


CONTOH PENGHITUNGAN PAJAK BAGI ORANG PRIBADI (PEMBUKUAN)
- PEREDARAN USAHA Rp 6.000.000.000,00
- BIAYA 3M (Rp 5.400.000.000,00)
LABA USAHA Rp 600.000.000,00
PENGHASILAN/BIAYA LAIN-LAIN
- PENGHASILAN LAIN 50.000.000,00
- BIAYA LAIN (Rp 30.000.000,00)
JUMLAH PENGHASILAN/BIAYA LAIN-LAIN Rp 20.000.000,00

TOTAL PENGHASILAN NETO Rp 620.000.000,00


KOMPENSASI KERUGIAN (Rp 37.700.000,00)
PENGHASILAN SETELAH KOMPENSASI RUGI Rp 582.300.000,00

PTKP (K/2) (Rp 67.500.000,00)

PENGHASILAN KENA PAJAK Rp 514.800.000,00


PAJAK PENGHASILAN TERUTANG :
TARIF PAJAK 5 % X Rp 50.000.000; Rp 2.500.000,00
15%X Rp 200.000.000; Rp 30.000.000,00
25%X Rp 250.000.000; Rp 62.500.000,00
30%X Rp 14.800.000; Rp 4.440.000,00
JUMLAH Rp 99.440.000,00
KREDIT PAJAK
PPh PASAL 25 (JUMLAH SELURUH ANGUSURANNYA) Rp 96.000.000,00
PPh KURANG BAYAR Rp
3.440.000,00
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley 36
PENYESUAIAN FISKAL POSITIF
a. Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya.
b. Premi asuransi kesehatan. Asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura atau kenikmatan.
d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
e. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
f. Pajak penghasilan.
g. Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
h. Sanksi administrasi.
i. Selisih penyusutan/amortisasi komersial di atas penyusutan/amortisasi fiskal.
j. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh
Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
k. Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah disebutkan di
atas.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF
a. Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak
termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha.
b. Selisih penyusutan/amortisasi komersial komersial di bawah
penyusutan/amortisasi fiskal.
c. Penyesuaian fiskal negatif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang
telah disebutkan di atas.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
Contoh Penghitungan Penggabungan
Penghasilan Suami dan Istri

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


Perlakuan Perpajakan Atas Penghasilan anak
yang belum dewasa adalah sebagai berikut :
• Apabila seorang anak yang belum dewasa memperoleh penghasilan dari
mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya, maka
penghasilan tersebut digabungkan dengan penghasilan orang tuanya dalam
tahun pajak yang sama. Sehingga Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atas
penghasilan anak tersebut dihitung bersama dengan penghasilan orang
tuanya dan anak tersebut menjadi tanggungan dari orang tuanya.
• Apabila seorang anak belum dewasa memperoleh penghasilan dari mana
pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya ternyata orang
tuanya telah berpisah (bercerai), maka penghasilan dan pengenaan pajaknya
digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan
sebenarnya. Maksudnya adalah anak tersebut ikut siapa, ikut ibu atau ikut
bapaknya. Kalau ikut ibu maka penghasilannya digabung dengan penghasilan
ibunya dalam pengenaan pajak penghasilan. Sebaliknya apabila ikut
bapaknya maka penghasilannya digabung dengan penghasilan bapaknya
dalam pengenaan pajak penghasilan 

Pengertian Anak yang belum dewasa adalah :


anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
PELUNASAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
• Pasal 20 Undang-Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa pajak yang
diperkirakan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh wajib pajak
dalam tahun berjalan melalui:
a. pemotongan & pemungutan pajak oleh pihak lain (PPh Pasal 21, PPh
Pasal 22, PPh Pasal 23)
b. pembayaran sendiri oleh wajib pajak (PPh Pasal 25)

• Pelunasan pajak dalam tahun berjalan merupakan angsuran pembayaran


pajak yang nantinya boleh diperhitungkan dengan cara mengkreditkan
terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang
bersangkutan, kecuali penghasilan tersebut dikenakan pajak bersifat final

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


PERHITUNGAN PAJAK PADA AKHIR TAHUN
• Perhitungan pajak pada akhir tahun dilakukan dengan menghitung Pajak
Penghasilan terutang atas penghasilan yang merupakan objek pajak
tidak final.
• Selanjutnya, Pajak Penghasilan yang sudah dipotong/dipungut oleh
pihak lain dan angsuran PPh Pasal 25 yang sudah dibayar sendiri
dikurangkan dari Pajak Penghasilan terutang. Jika terdapat kurang bayar,
kekurangan tersebut dikenal dengan PPh Pasal 29 dan harus disetor
sebelum SPT Tahunan PPh disampaikan.
• Jika terdapat lebih bayar, kelebihan tersebut bisa dilakukan permohonan
restitusi (pengembalian pajak) atau dikompensasikan (diperhitungkan)
untuk pembayaran pajak lainnya.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


CONTOH
Penghitungan PPh yang masih harus dibayar:
•PPh Terutang : Rp 200.000.000
•Dikurangi PPh yg dipotong/dipungut pihak lain : (Rp 100.000.000)
•Dikurangi PPh yang dibayar sendiri : (Rp 60.000.000)
•PPh yang masih harus dibayar : Rp 40.000.000

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


ILUSTRASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PPH OP (1)
No Deskripsi Pembukuan 1 Pembukuan 2 Norma

1 Peredaran usaha 1.000.000.000 1.000.000.000 1.000.000.000

2 HPP (600.000.000) (1.200.000.000) -


3 Laba/Rugi Bruto 400.000.000 (200.000.000) -

4 Biaya usaha (450.000.000) (450.000.000) -


5 Penghasilan Neto (50.000.000) (650.000.000) -
Komersial
6 Koreksi Fiskal Positif 400.000.000 400.000.000 -
7 Koreksi Fiskal Negatif (100.000.000) (100.000.000)
8 Total Koreksi 300.000.000 300.000.000
9 Norma Perkiraan - - 35%
Penghasilan Neto
10 Penghasilan Neto 250.000.000 (350.000.000) 350.000.000
©2012 Prentice Fiskal
Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
ILUSTRASI PERBANDINGAN PERHITUNGAN PPH OP (2)

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


ILUSTRASI PERHITUNGAN PPH OP – Pekerjaan Bebas
Misalkan penghasilan dokter spesialis Prof. R. Dipo Rottin (ahli bedah tulang) pada tahun
2016 senilai Rp 1 miliar yang berasal dari RS Ortopedi

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


ANGSURAN PPH PASAL 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 secara umum:
•Penghasilan neto setahun dikali tarif umum setelah sebelumnya dikurangi
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak kemudian dibagi dua belas.

Penghasilan Neto adalah :


•Dalam hal Anda sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi
menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung
besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung
berdasarkan pembukuannya;
•Dalam hal Anda sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi hanya
menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari
pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
Angsuran PPh Pasal 25 dimulai bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak setelah
SPT PPh OP dilaporkan.
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
Penghitungan PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu
• Anda dikaterorikan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha
Tertentu (OPPT) apabila melakukan kegiatan usaha sebagai
pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
Dalam hal ini tempat domisili berbeda dengan tempat kegiatan usaha,
bisa dalam satu wilayah KPP atau berbeda wilayah KPP.
• Yang dimaksud dengan pedagang pengecer adalah orang pribadi yang
melakukan:
• Penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
• Penyerahan jasa.
• Tujuan dari pengenaan PPh 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu adalah untuk simplifikasi sehingga Anda tidak perlu
mengumpulkan omset, penghasilan neto, serta penghitungan pajak
dalam penentuan PPh Pasal 25. Anda cukup membayar sejumlah tarif
yang ditentukan per bulan dari masing-masing tempat usaha. Kecuali
bagi Anda yang telah mengaplikasikan ketentuan PPh Final berdasarkan
PP 23 Tahun 2018, kewajiban pembayaran PPh 25 untuk WP OPPT
ditiadakan.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


Tarif PPh Pasal 25 WP OPPT

• Tarif PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu


adalah sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto per bulan dari
masing-masing tempat usaha. Pajak ini bersifat tidak final sehingga
dapat dikreditkan pada akhir tahun pajak.
• Kode akun pajak yang digunakan untuk penyetoran adalah 411125
dengan kode jenis setor 101.
• Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lama tanggal
15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


Tempat Tinggal Dan Tempat Usaha Berada
Dalam Satu KPP
• Tuan Ninu mempunyai tempat tinggal sekaligus tempat usaha sebagai
Pedagang Pengecer di KPP A dan tidak memilih untuk dikenakan PPh
Final berdasarkan PP 23 tahun 2018, maka wajib mendaftarkan
NPWP di KPP A.
• Omset usahanya sebesar Rp50.000.000,00 pada bulan Juni 2019.  
• Terhadap Tuan Ninu hanya diterbitkan NPWP domisili (tidak perlu
diterbitkan NPWP cabang).
• Pembayarannya adalah 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan
kotor/pendapatan kotor atau sebesar
• 0,75% x Rp50.000.000 = Rp375.000,00.
• Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak
Tuan Ninu pada akhir tahun

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


Tempat Tinggal Dan Tempat Usaha Berbeda
KPP
• Tn. Nana mempunyai tempat tinggal di wilayah KPP A dan tempat usaha
sebagai Pedagang Pengecer di wilayah KPP B dan tidak memilih untuk
dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018. Maka, Tn. Nana
wajib mendaftarkan NPWP di KPP A sebagai NPWP domisili dan juga
mendaftarkan NPWP di KPP B sebagai NPWP Cabang/ NPWP Lokasi.
• Di KPP A, Tn. Nana tidak memiliki kewajiban PPh Pasal 25 sedangkan di
KPP B Tn. Nana memiliki kewajiban PPh Pasal 25.
• Omset usaha Tn. Nana di wilayah KPP B adalah sebesar
Rp100.000.000,00.
• Pembayarannya adalah 0,75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan
kotor/pendapatan kotor yaitu sebesar
• 0,75%x Rp100.00.000 = Rp750.000,00.
• Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak Tn
Nana pada akhir tahun. Sedangkan pelaporan SPT Tahunan dilakukan di
KPP A.
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
Tempat Tinggal Dan Tempat Usaha Di Lebih
Dari Satu KPP
• Tn. Thor mempunyai tempat tinggal di KPP A, mempunyai 2 tempat usaha sebagai
Pedagang Pengecer di KPP B dan 1 tempat usaha di wilayah KPP C. Tn. Thor tidak
memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018.
• Maka di KPP A, Tn Thor diterbitkan NPWP Domisili, tidak ada kewajiban PPh Pasal 25.
Di KPP B diterbitkan 2 NPWP Cabang atas masing-masing tempat usaha dan memiliki
kewajiban PPh Pasal 25 sebesar 0,75% dari peredaran bruto dari masing-masing
tempat usaha.
• Di KPP C diterbitkan 1 NPWP Cabang atas 1 tempat usaha, PPh Pasal 25 sebesar
0,75% dari peredaran bruto..
• Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Lokasi Omset Sebulan PPh Pasal 25 OPPT


Usaha 1 di KPP B Rp    50.000.000,00 Rp     375.000,00
Usaha 2 di KPP B Rp  100.000.000,00 Rp     750.000,00
Usaha 3 di KPP C Rp  200.000.000,00 Rp  1.500.000,00
©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley
Tarif Khusus
Pajak
Penghasilan bagi
UMKM
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
UMKM Indonesia Nomor 23 Tahun 2018
Tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu

PJ.091/PPh/S/003/2018-02
PEREDARAN BRUTO
TERTENTU
Merupakan jumlah peredaran bruto dalam 1 (satu) tahun dari
tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak bersangkutan,
yang ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto
dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang

Dalam hal WP Orang Pribadi suami istri yang menghendaki


perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis
(PH) atau isterinya menghendaki memilih untuk
menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri
(MT), peredaran bruto tertentu ditentukan berdasarkan
penggabungan peredaran bruto usaha dari
suami dan isteri
PPH TERUTANG ATAS WAJIB PAJAK YANG
MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
• Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak
dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto
setiap bulan.
• Yang dimaksud dengan wajib pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu adalah:
a. Wajib pajak orang pribadi
b. Wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer,
firma, atau perseroan terbatas
Yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp 4,8 milyar dalam satu tahun pajak.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


SUBJEK
PAJAK

Orang Pribadi
Jangka waktu 7 tahun

Badan Usaha , berbentuk:


PT, dengan jangka waktu 3 tahun
CV, Firma, & Koperasi, dengan jangka waktu 4 tahun

Jangka waktu dihitung, sejak:


WP Lama : Tahun Pajak PP berlaku
WP Baru : Tahun Pajak terdaftar
WP TIDAK DIKENAI PP INI

1 WP yang memilih untuk dikenai PPh Pasal 17


(Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan ke KPP dan pada Tahun
Pajak- Tahun Pajak berikutnya terus menggunakan Tarif PPh Pasal 17)

2 WP Badan yang memperoleh fasilitas PPh


Pasal 31A UU PPh atau PP 94 Tahun
2010

3 BUT
4 CV atau Firma yang:
• dibentuk oleh beberapa WP OP yang memiliki
keahlian khusus; dan
• menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas
BUKAN OBJEK

1 Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan


Misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris,PPAT, arsitek, pemain musik,
Bebas
pembawa acara, dll

2 Penghasilan di Luar Negeri


3
Penghasilan yang dikenai PPh Final
Misal: sewa rumah, jasa konstruksi, PPh usaha migas, dan lainnya yang

4 objek pajak
Penghasilan yang dikecualikan
diatur berdasarkan PP sebagai
CONTOH 1
• Toko Beton pada tahun 2018 memiliki peredaran bruto
sebesar Rp 3 milyar.
• Pada bulan Januari 2019 memiliki peredaran bruto sebesar
Rp 200 juta. Atas penghasilan dari usaha tersebut Toko
Beton dikenakan Pajak Penghasilan final sebesar
• Rp 200.000.000 x 0,5% = Rp 1.000.000
• Dengan demikian, pada akhir tahun Toko Beton tidak perlu
menghitung penghasilan neto fiskal melalui rekonsiliasi
fiskal.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


CONTOH 2
• Anton memiliki dua warnet yang berada di wilayah yang berbeda,
yakni warnet A di Nagoya (terdaftar di KPP Batam Utara) dan warnet B
di Batam Center (terdaftar di KPP Batam Selatan).
• Peredaran bruto tahun 2018 warnet A = Rp300.000.000,00 warnet B=
Rp250.000.000,00 sehingga total peredaran bruto Rp 550.000.000,00.
• Karena total peredaran bruto selama tahun 2018 kurang dari Rp
4.800.000.000 maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh
Anton pada tahun 2019 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
sebesar 0,5% dari peredaran bruto.
• Januari 2019 Anton memperoleh peredaran bruto sebagai berikut:
Peredaran bruto warnet A = Rp 25.000.000,
Peredaran bruto warnet B = Rp 15.000.000

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


CONTOH 2
• Penghitungan PPh Terutang:
PPh warnet A = 0,5% X Rp 25.000.000 = Rp.125.000 dilaporkan ke
KPP Batam Utara
PPh warnet B = 0,5% X Rp 15.000.000 = Rp.75.000 dilaporkan ke
KPP Batam Selatan

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


Jenis-jenis SPT PPh Orang Pribadi
Mempunyai penghasilan:
•dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan

1770 pembukuan atau norma penghitungan pengjasilan neto


•dari satu atau lebih pemberi kerja;
•yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final;
•dari penghasilan lain.

Mempunyai penghasilan:

1770 S •dari satu atau lebih pemberi kerja;


•dalam negeri lainnya;
•yang dikenakan PPh final dan/atau bersifat final.

Mempunyai penghasilan:
•Selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan
1770 SS jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 60 juta
setahun (pekerjaan dari satu atau lebih pemberi
kerja).
HARTA DALAM SPT OP (1)

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


HARTA DALAM SPT OP (2)

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


HUTANG/KEWAJIBAN DALAM SPT OP

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley


PMK NOMOR 86/PMK.03/2020
TENTANG
INSENTIF PAJAK UNTUK WP
TERDAMPAK PANDEMI COVID-19
• PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah atas penghasilan yang diterima
Pegawai dengan kriteria tertentu
• Dalam hal Pegawai yang menerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung
Pemerintah menyampaikan SPT Tahunan OP Tahun Pajak 2020 dan
menyatakan kelebihan pembayaran, kelebihan pembayaran yang
berasal dari PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah tidak dapat
dikembalikan.

©2012 Prentice Hall Business Publishing, Auditing 14/e, Arens/Elder/Beasley

Anda mungkin juga menyukai