Anda di halaman 1dari 16

HIGH ALTITUDE ILLNESS

DEFINISI
 Sekumpulan gejala pada individu yang belum teraklimatisasi saat
bepergian ke tempat dengan ketinggian tinggi  memicu hipoxia
 HAI terdiri dari acute mountain sickness (AMS), high-altitude
cerebral edema (HACE), dan high-altitude pulmonary edema
(HAPE)
 Penurunan tekanan barometrik  penurunan tekanan parsial O2
 hipoxia  hipoxemia (penurunan O2 pada arteri, memicu
hipoxia jaringan)
 Terjadi ketika paparan pertama pada hipoxia dan aklimatisasi
spontan, biasanya hitungan jam-hari
EPIDEMIOLOGI
 AMS is common, usually benign and self-limiting if managed
appropriately. HACO and HAPO are rare, with an estimated
incidence of 0.1–4%
 AHAI is common; up to 50–70% of mountaineers develop
symptoms of AMS, although this incidence is dependent on
both ascent rate and altitude.
FAKTOR RISIKO
 All individuals ascending at greater than 500 m a day above
the level of 3000 m are at increased risk for AHAI. In
addition, those who rapidly ascend over 3500 m in one day
are at risk of AHAI
 AMS typically develops at altitudes greater than 2500 m,
HAPO greater than 3000 m and HACO greater than 4000–
5000 m, although susceptible individuals can be affected
below these altitudes
ACUTE MOUNTAIN SICKNESS (AMS)
 Kombinasi gejala non-spesifik yang muncul beberapa jam
setelah pendakian  sakit kepala, malaise, pusing,
anoreksia, nausea dan gangguan tidur.
 Meningkat setelah 4-6 jam berada pada ketinggian 2000-
2500 m, dan biasanya hilang setelah 1-3 hari pendakian jika
pendaki berhenti melakukan pendakian dan beristirahat.
(1) a recent ascent to altitude, (2) the presence of a headache and one other symptom and
(3) an LLS greater than 3
HIGH-ALTITUDE CEREBRAL EDEMA (HACE)
 Biasanya dimulai dengan keluhan AMS.
 Gejala prodromal seperti gangguan mental dini atau perubahan tingkah
laku biasanya tidak dipedulikan atau disadari oleh pendaki maupun
pendampingnya.
 Gejala utama: ataxia dan tidak mampu berjalan, dan atau gangguan
kesadaran dengan perburukan ke arah koma dalam hitungan jam.
 Demam dapat muncul. Saturasi oksigen arterial sangat rendah.
 Edem cerebral yang terjadi pada HACE dapat menyebabkan herniasi otak
dengan kompresi batang otak yang akhirnya menimbulkan kematian
dalam 24 jam pertama sejak mulai gejala.
 Gambaran MRI cerebral HACE memperlihatkan mikrohemoragi di corpus
callosum.
PREVENTIF
 Aklimatisasi
 Acetazolamide (carbonic anhydrase inhibitor)  mengurangi
konversi CO2 mjd bikarbonat dan proton  diuresis bikarbonat dan
asidosis metabolik  meningkatkan Hypoxic Ventilatory Response
(HVR)  mempercepat aklimatisasi
 Acetazolamide diberikan pada high-risk situations:
(a) the individual is susceptible
(b) an altitude greater than 3500 m is attained in one day or
(c) ascent must be faster than 300 m per day, acetazolamide 125 mg
twice daily is considered first line
AKLIMATISASI
1. Pendakian lebih dari 3000 meter, dianjurkan untuk istirahat
setiap ketinggian 300-600 meter per hari.
2. “Climb high and sleep low ”, artinya pendaki dapat mendaki lebih
dari 1000 kaki dalam satu hari, asalkan tetap beristirahat di
ketinggian yang lebih rendah.
3. Hidrasi adekuat (± 3-4 liter per hari) untuk mencegah dehidrasi.
4. Diet tinggi karbohidrat, hindari rokok, alkohol dan obat-obat anti
depresan.
5. Bila muncul keluhan selama berada di ketinggian, sebaiknya
jangan mendaki lebih tinggi dan istirahat. Bila keluhan semakin
meningkat, dianjurkan untuk turun ke ketinggian lebih rendah
TATA LAKSANA
 Acetaminophen dan ibuprofen
 Acetaminofen dan NSAID seperti ibuprofen dan aspirin
seringkali efektif dalam mengurangi sakit kepala akibat AMS.
 Pemberikan 800 mg ibuprofen dan 85 mg acetazolamide 
perbaikan keluhan
HIGH-ALTITUDE PULMONARY EDEMA (HAPE)

 Akibat vasokonstriksi hipoksia paru nonuniform  kegagalan


kapiler paru dan oedem paru pada tekanan atrium kiri normal.
 Gejala awal: hilangnya kapasitas latihan selama pendakian, sering
muncul bersamaan dengan sesak nafas dan batuk kering
 Gejala ini muncul 2-3 hari setelah sampai di ketinggian, terutama
jika sangat cepat di atas 4000 m.
 Gejala lanjutan: sesak nafas saat istirahat, ortopnea, sputum
berdarah, sianosis dan rhonki paru.
 Jika oedem pulmonar muncul pada ketinggian 3000 m, penyakit
penyerta biasanya ditemukan pada gagal jantung kiri ataupun
emboli paru.
TATA LAKSANA
TATA LAKSANA
 Inhibitor Phosphodiesterase
 Penurunan sintesis nitrit oksida merupakan faktor penting
pada HAPE.
 Nitrit oksida, vasodilator yang dihasilkan endotel vaskular
paru, memiliki waktu paruh yang pendek akibat aktivitas
phospodiesterase lokal; sehingga penghambatannya dapat
meningkatkan efek NO

Anda mungkin juga menyukai