Anda di halaman 1dari 15

CONTOH STUDI KASUS

PPH Pasal 21

Oleh :
Kelompok 3
Mata Kuliah Perpajakan
Studi Kasus PPH Pasal 21

1. Aliyanto melakukan jasa perawatan mesin fotokopi kepada PT BCD dengan imbalan Rp28.000.000.
Aliyanto mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan membayarkan upah harian masing-masing
sebesar Rp750.000.
Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang pekerja selama 3 hari melakukan pekerjaan adalah
Rp11.250.000. Selain itu, Aliyanto juga membeli spare part mesin fotokopi yang dipakai untuk
perawatan sebesar Rp 5.550.000. Maka, berapakah PPh Pasal 21 yang terutang?
Jawab : 
Berdasarkan perjanjian serta dokumen yang diberikan Aliyanto, diketahui bahwa yang menjadi
penghasilan bruto adalah upah yang harus dibayarkan kepada pekerja harian yang dipekerjakan oleh
Aliyanto dan biaya untuk membeli spare part mesin fotokopi.
Maka, jumlah penghasilan bruto sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT
BCD atas imbalan yang diberikan kepada Aliyanto adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi upah tenaga
kerja harian yang dipekerjaan Aliyanto dan biaya spare part mesin fotokopi. Perhitungannya sebagai berikut:
Rp28.000.000 – (Rp11.250.000 + Rp 5.550.000) = Rp 11.200.000
PPh Pasal 21 yang harus dipotong PT BCD atas penghasilan yang diterima Aliyanto adalah sebesar:
5% x 50% x Rp 11.200.000 = Rp280.000
Dalam hal Aliyanto tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong oleh PT BCD menjadi:
120% x 5% x 50% x Rp 11.200.000 = Rp 336.000
Catatan: untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh
Aliyanto.
Studi Kasus PPH Pasal 21

2. Alya adalah karyawati pada perusahaan PT. ABC dengan status menikah dan mempunyai tiga anak.
Suami Alya merupakan pegawai di perusahaan PT BCD. Alya menerima gaji Rp 7.000.000 per bulan.
PT. ABC mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun
dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 70.000 per bulan. Di
samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan
sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Alya membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja
dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji. Pada bulan Mei 2020, di samping
menerima pembayaran gaji, Alya juga menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000.
Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Gaji Pokok                                                                                 7.000.000
(i) Tunjangan Lainnya (jika ada)                                             2.000.000
(ii) JKK 0,24%                                                                                   16.800
JK 0,3%                                                                                             21.000
Penghasilan Bruto                                                                     9.037.800
Pengurangan:                       
(iii) Biaya jabatan 5% x 9.037.800 451.890           
Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok 140.000
(iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok   70.000 (661.890)
NEXT 
Studi Kasus PPH Pasal 21

Penghasilan neto (bersih) sebulan 8.375.910


(v) Penghasilan neto setahun 12 x 8.375.910  = 100.510.920
(vi) PTKP (54.000.000)  
  Penghasilan Kena Pajak Setahun 46.510.920
(vii) Pembulatan ke bawah
46.510.000
PPh Terutang 5% x 46.510.920 2.325.500       
PPh Pasal 21 Bulan Mei = 2.325.500/12 193.792

Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP). Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, akan
dikalikan 120%, sehingga PPh Pasal 21 Bulan Mei menjadi Rp 193.792 x 120%
= Rp 232.550
Studi Kasus PPH Pasal 21

3. Fadil Hasan bekerja pada Gaji Sebulan 7.500.000

perusahaan PT Perkasa Biaya Jabatan (5%) (375.000)


dengan memperoleh gaji Iuran Pensiun (100.000)
sebulan Rp7.500.000 dan
Penghasilan Neto Sebulan 7.025.000
membayar iuran pensiun
Penghasilan Neto Setahun (x12) 84.300.000
sebesar Rp100.000, Fadil
Hasan menikah tetapi belum PTKP K0 (58.500.000)

mempunyai anak. Pada PKP setahun 25.800.000

bulan Januari 2016 PPh terutang (5%) tahunan 1.290.000


penghasilan Fadil Hasan dari PPh terutang bulanan (: 12) 107.500
PT Perkasa hanya dari gaji.
Studi Kasus PPH Pasal 21

Gaji Sebulan 7.500.000

Biaya Jabatan (5%) (375.000)


Apabila tidak mempunyai
Iuran Pensiun (100.000)
NPWP maka
Penghasilan Neto Sebulan 7.025.000

PPh nya menjadi Penghasilan Neto Setahun (x12) 84.300.000

PTKP K0 (58.500.000)

120% x Rp107.500 = PKP setahun 25.800.000

Rp129.000. PPh terutang (5%) tahunan 1.290.000

PPh terutang bulanan (: 12) 107.500


Studi Kasus PPH Pasal 21

4. Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Tidak Berkesinambungan


Mengutip situs resmi DJP, pegawai tidak tetap tidak berkesinambungan adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan
pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari
Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari
pemberi penghasilan.
Berikut ini adalah cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan tidak
berkesinambungan:
Arzi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT. CDE dengan penghasilan Rp 8.000.000.
Besarnya PPh 21 yang terutang adalah:
5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 200.000.
Bila Arzi tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
120% x 5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 240.000.
Penjelasan:
Karena Arzi bukan pegawai tetap di PT. CDE, maka PKP yang dikenakan sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto.
Hal ini sesuai dengan peraturan PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c. Sedangkan tarif PPh Pasal 21 untuk penghasilan
tahunan sampai dengan Rp 50.000.000 adalah 5%.
Studi Kasus PPH Pasal 21

5. Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)


Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan tunjangan pajak
(gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.
Misalnya, Ardi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan senilai Rp 10.000.000, maka
perhitungannya:
 Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
 Tarif PPh: 15%
 Tunjangan pajak (dari perusahaan): Rp 9.900.000/tahun atau Rp 825.000/bulan
 Total gaji bruto: 10.825.000
 Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan
 Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan
Studi Kasus PPH Pasal 21

6. Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)


Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21
terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut belum dipotong PPh 21.
Misalnya, Ardi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan senilai Rp 10.000.000, maka
perhitungannya sebagai berikut:
 Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun
 Tarif PPh: 15%
 PPh 21 (yang ditanggung sendiri): Rp 9.900.000/tahun atau Rp 825.000/bulan
 Gaji bersih (take home pay): Rp 9.175.000
Studi Kasus PPH Pasal 21

7. Contoh Perhitungan PPh 21 secara manual untuk karyawan yang


menerima tunjangan pajak adalah sebagai berikut:

Fahri bekerja pada PT Kartika Kawashima. Status-nya belum menikah dan


tidak mempunyai tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp
5.500.000 sebulan.
Perusahaan tempatnya bekerja memberikan tunjangan pajak penuh kepada
Fahri sejumlah Rp 35.167. Sementara, iuran pensiun yang dibayar Fahri
adalah Rp 55.000 sebulan.
Jadi, Contoh Hasil Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Agustus
2016 bagi Fahri yang tidak menerima penghasilan lain dari PT. Kartika
Kawashima selain gaji adalah:

NEXT 
Studi Kasus PPH Pasal 21

Gaji Pokok            5.500.000


(i) Tunjangan Pajak                 35.167
Penghasilan bruto (kotor) sebulan            5.464.833
Pengurangan    
1. (iii) Biaya Jabatan: 5% x 5.464.833,00 = 276.758,00           276.758  
2. Iuran/Jaminan Pensiun, 1% dari gaji pokok             55.000  
3. (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari gaji pokok, jika ada             60.000  

              (331.758)
(v) Penghasilan neto (bersih) sebulan            5.203.408
Penghasilan neto setahun 12 x 5.203.408,00          62.440.900
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)      54.000.000  
    (54.000.000)
(vii) Penghasilan Kena Pajak Setahun            8.440.000
PPh Terutang    
5% x 8.440.000,00               422.000
     
PPh Pasal 21 Bulan September = 422.000 / 12                 35.167

Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%, sehingga
PPh 21 terutangnya menjadi Rp 35.167 x 120% = Rp 42.200.
Studi Kasus PPH Pasal 21

8. Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tidak tetap yang menerima penghasilan tidak
berkesinambungan:
Ardi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT. Cahaya Kurnia dengan
penghasilan Rp 5.000.000.
Besarnya PPh 21 yang terutang adalah:
5% x 50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 125.000.
Bila Aditya tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
120% x 5% x 50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 150.000.

Penjelasan:
Karena Ardi bukan pegawai tetap di PT. Cahaya Kurnia, maka PKP yang dikenakan sebesar
50% dari jumlah penghasilan bruto.
Hal ini sesuai dengan peraturan PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c. Sedangkan tarif PPh Pasal
21 untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000 adalah 5%.
Studi Kasus PPH Pasal 21
9. Contoh Perhitungan PPh 21 Setahun
Pak Kelik mulai bekerja di PT AAA pada bulan Februari 2021 dengan status masih lajang dan tidak punya
tanggungan dengan gaji Rp8.000.000 sebulan dan memiliki NPWP.
PT AAA memberikan tunjangan NPJS Ketenagakerjaan dengan iuran yang dibayarkan perusahaan sebesar 3%
dari gaji dan iuran pensiun yang dipotong dari Pak Kelik sebesar dari gaji setiap bulan.
Berapa PPh 21 Pak Kelik pada Februari? Maka, berikut perhitungan PPh 21 Februari yang di dalamnya ada
komponen penghitungan PPh 21 setahun atau penghasilan neto setahun.
No. Keterangan Perhitungan Jumlah
Penghasilan:
1. Gaji sebulan = Rp8.000.000
2. Premi Jaminan Pensiun = 3% x Rp8.000.000 = Rp240.000 (+)
3. Penghasilan Bruto = Rp8.240.000
Pengurang:
4. Iuran Pensiun = 2% x Rp8.000.000 = Rp160.000 (-)
5. Penghasilan Neto sebulan = Rp8.080.000
6. Penghasilan Neto setahun:
= Februari – Desember = 11 bulan x Rp8.080.000 = Rp88.880.000
7. PTKP (TK/0) = Rp54.000.000 (-)
8. Penghasilan Kena Pajak = Rp34.880.000
9. PPh Terutang = 5% x Rp34.880.000 = Rp1.744.000

10. PPh Terutang Februari = 12 bulan : Rp1.744.000 = Rp145.333


Studi Kasus PPH Pasal 21

10. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan


Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2009.
Tahun 2009 Teja menerima pensiun sebulan Rp. 2.000.000,-
Penghitungan PPh Ps. 21 :
Pensiun sebulan = Rp. 2.000.000
Pengurangan
Biaya Pensiun 5% x 2.000.000 = Rp. 100.000
Penghasilan Netto sebulan = Rp. 1.900.000
Penghasilan Netto setahun = Rp. 22.800.000
PTKP(K/1) = Rp. 18.480.000
PKP = Rp. 4.320.000
PPh Ps. 21 setahun = 5% x 4.320.000 = Rp. 216.000
PPh Ps. 21 sebulan (Rp. 216.000: 12) = Rp. 18.000
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai