IJARAH
Hizb Alfulki Fauzan
20201311011
Pendahuluan
Pada penjelasan kali ini saya akan membahas secara khusus akuntansi untuk
transaksi Ijarah dan Ijarah muntahiya bittamlik. Pembahasan diawali dengan bahasan
detail tentang ketentuan syariah terkait skema transaksi ijarah dan ijarah muntahiya
bittamlik. Kemudian, akan dibahas tentang alur transaksi beserta variasi yang
mungkin muncul terkait dengan sifat dasar transaksi ijarah dan ijarah muntahiya
bittamlik dan dilanjutkan dengan teknik pengakuan dan pengukuran berbagai
transaksi yang terjadi tersebut. Relevansi bab ini adalah sebagai dasar pengetahuan
dalam menguasai praktik akuntansi terkait pengakuan dan pengukuran berbagai
transaksi yang terjadi dalam aktivitas penyaluran dana bank syariah dengan
menggunakan skema ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik.
Definisi
Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) merupakan transaksi sewa-menyewa yang
diperbolehkan oleh syariah. Akad ijarah merupakan akad yang memfasilitasi transaksi
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang. Adapun akad IMBT
memfasilitasi transaksi ijarah, yang pada akhir masa sewa, penyewa diberi hak pilih untuk
memiliki barang yang disewa dengan cara yang disepakati oleh kedua belah pihak. Akad
ijarah dalam suatu lembaga keuangan syariah dapat digunakan untuk transaksi penyewaan
suatu barang maupun penggunaan suatu jasa yang dibutuhkan oleh nasabah.
penggunaan Ijarah
Bagi bank syariah, transaksi ini memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan
dengan jenis akad lainnya, yaitu:
1. Dibandingkan dengan akad murabahah, akad ijarah lebih fleksibel dalam hal
objek transaksi. Pada akad murabahah, objek transaksi haruslah berupa
barang sedangkan pada akad ijarah, objek transaksi dapat berupa jasa
seperti jasa kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, pariwisata, dan lainnya
yang tidak bertentangan dengan syariah.
2. Dibandingkan dengan investasi, akad ijarah mengandung risiko usaha yang
lebih rendah, yaitu adanya pendapatan ijarah yang relatif tetap.
Ketentuan syar’i transaksi ijarah diatur dalam fatwa DSN Nomor 09 Tahun 2000. Adapun
ketentuan syar’i transaksi ijarah untuk penggunaan jasa diatur dalam fatwa DSN Nomor 44
tahun 2004. Sedangkan ketentuan syar’i IMBT diatur dalam fatwa DSN Nomor 27 Tahun 2000.
Secara detail, fatwa DSN tentang transaksi ijarah dan IMBT dibahas dalam bagian rukun transaksi
ijarah, multijasa, dan IMBT berikut.
Rukun Transaksi Ijarah
● 6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas termasuk jangka waktunya. Atau bisa juga dik
enali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik. Untuk sesuatu yang tidak aktif, kapasitas diketahuiny
a adalah waktu sewa. Untuk sesuatu yang aktif seperti manusia dan binatang kapasitas diketahuiny
a adalah dasar pekerjaan dan waktu.
● 7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesu
atu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.
● 8. Ketentuan dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Rukun Transaksi Ijarah
Ijab dan Kabul
Ijab dan kabul dalam akad ijarah merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang
berkontrak, dengan cara penawaran dari pemilik aset (bank syariah) dan penerimaan
yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah). Pelafalan perjanjian dapat dilakukan dengan
lisan, isyarat (bagi yang tidak bisa bicara), tindakan maupun tulisan, bergantung pada
praktik yang lazim di masyarakat dan menunjukkan keridhaan satu pihak untuk
menyewa dan pihak lain untuk menyewakan tenaga/ fasilitas.
Rukun Transaksi Ijarah untuk pembiayaan Multijasa
Pembiayaan multijasa dengan skema ijarah adalah pembiayaan yang diberikan oleh
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam memperoleh manfaat atas
suatu jasa dengan menggunakan akad ijarah. Pembiayaan multijasa hukumnya boleh
(jaiz) dengan menggunakan akad ijarah atau kafalah. Dalam hal LKS menggunakan akad
ijarah, maka harus mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah. Dalam
kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau
fee. Besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal
bukan dalam bentuk persentase
Rukun Transaksi IMBT
Berdasarkan fatwa DSN Nomor 27 Tahun 2002, disebutkan bahwa pihak yang melakukan
transaksi IMBT harus melaksanakan akad ijarah terlebih dahulu. Dengan demikian, pada
akad IMBT juga berlaku semua rukun dan syarat transaksi ijarah. Adapun akad perjanjian
IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani. Selanjutnya, pelaksanaan akad
pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian hanya dapat dilakukan
setelah masa ijarah selesai. Berdasarkan fatwa DSN Nomor 27 tersebut, janji
pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah hukumnya bersifat tidak
mengikat. Oleh karena itu, apabila janji tersebut ingin dilaksanakan, maka harus ada
akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Pengawasan Syariah Tranksaksi Ijarah dan IMBT
Untuk menguji kesesuaian transaksi ijarah dan IMBT yang dilakukan bank dengan fatwa
dewan DSN, DPS suatu bank syariah akan melakukan pengawasan syariah. Menurut
Bank Indonesia, pengawasan tersebut antara lain berupa:
a. Memastikan penyaluran dana berdasarkan prinsip ijarah tidak dipergunakan untuk
kegiatan yang bertentangan dengan prinsip syariah
b. Memastikan bahwa akad pengalihan kepemilikan dalam IMBT dilakukan setelah
akad ijarah selesai, dan dalam akad ijarah, janji (wa’ad) untuk pengalihan
kepemilikan harus dilakukan pada saat berakhirnya akad ijarah
Pengawasan Syariah Tranksaksi Ijarah dan IMBT
a. Meneliti pembiayaan berdasarkan prinsip ijarah untuk multijasa menggunakan perjanjian seba
gaimana diatur dalam fatwa yang berlaku tentang multijasa dan ketentuan lainnya antara lain
ketentuan standar akad
b. Memastikan besar ujrah atau fee multijasa dengan menggunakan akad ijarah telah disepakati
di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase.
Alur Trasaksi Ijarah dan IMBT
Ketiga, nasabah menggunakan barang atau jasa yang disewakan sebagaimana yang telah
disepakati dalam kontrak. Selama penggunaan objek sewa, nasabah menjaga dan menanggung
biaya pemeliharaan barang yang disewa sesuai kesepakatan. Sekiranya terjadi kerusakan bukan
karena kesalahan penyewa, maka bank syariah sebagai pemberi sewa akan menanggung biaya
perbaikannya.
Keempat, nasabah penyewa membayar fee sewa kepada bank syariah sesuai dengan kesepakatan
akad sewa.
Kelima, pada transaksi IMBT, setelah masa ijarah selesai, bank sebagai pemilik barang dapat
melakukan pengalihan hak milik kepada penyewa.
Cakupan Standar Akuntansi Ijarah dan IMBT
Ketentuan akuntansi untuk transaksi ijarah diatur dalam PSAK No. 107 yang berlaku
untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan mulai pada atau setelah tanggal 1
Januari 2009. Standar ini memuat tentang mekanisme transaksi dan ketentuan tentang
pengakuan dan pengukuran transaksi yang terdapat dalam skema ijarah baik untuk
pemberi sewa maupun penyewa. Beberapa hal dicakup dalam standar ini adalah
pengakuan dan pengukuran biaya perolehan, penyusutan, pendapatan, beban dan
perpindahan kepemilikan. Bentuk aplikasi standar ini akan dibahas pada subbab teknis
perhitungan dan penjurnalan transaksi ijarah bagi bank syariah.
Teknis perhitungan Transaksi Ijarah
Beberapa hal yang perlu dilakukan terhadap perhitungan terkait transaksi ijarah adalah
perhitungan penentuan keuntungan dan fee ijarah, perhitungan uang muka sewa, dan
biaya administrasi ijarah.
Adapun untuk fee IMBT, mengingat penyewa memiliki hak pilih untuk memiliki barang
yang disewakan, modal barang persewaan dapat diperlakukan sama dengan harga
perolehan barang.
Penyajian Transaksi Ijarah atas Aset Berwujud
Berdasarkan PAPSI 2013 terdapat beberapa ketentuan penyajian di laporan keuangan
terhadap akun yang berkaitan dengan transaksi ijarah dengan aset berwujud.
1. Objek sewa yang diperoleh bank disajikan sebagai aset ijarah.
2. Akumulasi penyusutan/amortisasi dan cadangan kerugian penurunan nilai dari aset
ijarah disajikan sebagai pos lawan aset ijarah.
3. Porsi pokok atas pendapatan sewa yang belum dibayar disajikan sebagai piutang
sewa.
4. Porsi ujrah atas pendapatan sewa yang belum dibayar disajikan sebagai pendapatan
sewa yang akan diterima yang merupakan bagian dari aset lainnya pada saat
nasabah tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-
performing maka pendapatan sewa yang akan diterima disajikan pada rekening
administratif.
5. Cadangan kerugian penurunan nilai atas piutang sewa disajikan sebagai pos lawan
(contra account) piutang ijarah.
6. Beban penyusutan/amortisasi aset ijarah disajikan sebagai pengurang pendapatan
ijarah pada laporan laba rugi
Pengungkapan Transaksi Ijarah atas Aset Berwujud
Berdasarkan PAPSI 2013, hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi ijarah dengan
menggunakan aset berwujud antara lain:
● Ijarah muntahiya bittamlik: sewa-menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa
dengan opsi perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad
sewa
Akuntansi Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik
● Bank sebagai Pemilik Obyek Sewa
○ Obyek sewa diakui sebesar biaya perolehan pada saat perolehan dan
disusutkan sesuai dengan kebijakan penyusutan pemilik obyek sewa untuk
aktiva sejenis jika transaksi ijarah dan masa sewa jika transaksi ijarah
muntahiyah bittamlik.