Anda di halaman 1dari 71

SKRINING

Disusun oleh : Krisnawati Bantas


Departemen Epidemiologi FKMUI

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 1
Introduksi :

 Upaya prefentif pada bidang kesehatan masyarakat

secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 yakni :

 Upaya prefentif primer


 Upaya prefentif sekunder
 Upaya prefentif tertier

 Jika upaya prefentif primer tidak efektif dilaksanakan

maka upaya prefentif sekunder menjadi sangat penting

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 2
 Upaya prefentif sekunder terdiri dari :
 Diteksi awal suatu penyakit
 Pengobatan yang akurat

Ada 2 pendekatan untuk menditeksi awal suatu


penyakit :

 Melihat adanya tanda-tanda awal adanya penyakit

dan gejala-gejala/simptom penyakit


 Melakukan skrining. (pada pasien asimptomatik)

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 3
Skrining

 Tes yang dipakai untuk melakukan skrining disebut

tes skrining atau tes diagnostik

 Tes diagnostik ini digunakan untuk :

 Menentukan bahwa sesorang sakit pada individu-

individu yang belum menunjukkan gejala ataupun


tanda-tanda penyakit

 Menentukan bahwa seseorang bebas dari suatu

penyakit pada individu-individu yang belum


menunjukkan gejala atau tanda-tanda penyakit
11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 4
Idealnya suatu tes diagnostik :

 tes selalu :
 memberikan hasil tes positif untuk setiap

orang yang sakit


 memberikan hasil tes yang negatif untuk

setiap individu yang bebas dari sakit


 cepat
 aman
 tidak menyakitkan
 dapat dipercaya
 tidak mahal

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 5
Kriteria untuk suksesnya suatu program skrining di
populasi
1.Kondisi penyakit merupakan masalah kesehatan yang
penting
2.Penyakit harus ada obatnya
3.Fasilitas untuk diagnosis dan pengobatan harus tersedia
4.Intervensi yang efektif harus diketahui untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas
5.Tes diagnostik/skrining harus mempunyai sensitifitas
dan spesifisitas yang tinggi
6.Tes skrining harus dapat diterima di populasi
7. Riwayat alamiah dari kondisi penyakitharus sudah
dimengerti

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 6
Struktur Penelitian Tes Diagnostik

Mirip dengan studi observasional lainnya yakni


meneliti hubungan antara “predictor variable” dan
“outcome variable”

Pada studi tes diagnostik :

“predictor variable” nya adalah hasil dari tes,


dimana hasil tes tersebut dapat berupa variabel
yang mempunyai skala
kontinyu ( misal mg/dl ),
dikotomus ( positif atau negatif),
kategorikal (++++, +++, ++, +, - )

“outcome variable”nya adalah ada atau tidak


adanya penyakit (sakit positif atau sakit
negatif)

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 7
Menentukan status “sakit” dengan “Gold
Standard”.

Gold standard yang dipakai idealnya :


Selalu positif pada orang yang sakit

Selalu negatif pada orang yang tidak

sakit

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 8
Validitas Dari SuatuTes Skrining/Tes Diagnostik

 Validitas suatu tes skrining atau tes diagnostik

adalah kemampuan dari suatu tes diagnostik


untuk membedakan antara orang yang sakit dan
orang yang tidak sakit
 Validitas mempunyai 2 komponen yaitu :

Sensitifitas

Spesifisitas


11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 9
 Sensitifitas dari suatu tes adalah : Kemampuan dari

suatu tes untuk mengidentifikasikan secara benar siapa


- siapa yang sakit.

 Spesifisitas dari suatu tes adalah : Kemampuan dari

suatu tes untuk mengidentifikasikan secara benar siapa-


siapa yang tidak sakit

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 10
Hasil Tes Diagnostik Dikotomus

 Hasil tes diagnostik yang bersifat dikotomus dapat


berupa hasil tes yang positif dan hasil tes yang
negatif
 Konsep sensitifitas dan spesifisitas dari tes diagnostik
dengan hasil tes yang bersifat dikotomus :

Contoh pada kalkulasi dibawah ini :


Dari 100 orang sakit, 80 diidentifikasikan secara benar
(hasil tes positif ) oleh tes diagnostik
Sensitifitas dari tes adalah 80%.
Disini 20 orang tidak dapat diidentifikasikan
dengan benar oleh tes diagnostik tersebut.

Dari 900 orang yang tidak sakit, 800 diidentifikasikan


secara benar (hasil tes negatif) oleh tes diagnostik
Spesifisitas dari tes adalah 800/900 atau 89%.
Disini ada 100 orang yang tidak dapat
diidentifikasikan dengan benar oleh tes
diagnostik tersebut
11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 11
Kalkulasi dasar dari sensitifitas dan spesifisitas
STATUS PENYAKIT
HASIL TES SAKIT (+ ) SAKIT ( - )

POSITIF TP (True + ) FP (False + )

NEGATIF FN (False - ) TP (True - )

TP + FN FP + TN

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 12
Sensitifitas dari tes adalah TP / (TP + FN)  yaitu

proporsi dari orang yang sakit yang hasil tesnya positif

Spesifisitas dari tes adalah TN/(TN +FP)  yaitu proporsi



dari orang yang sehat yang hasil tesnya negatif

TP atau True Positive adalah orang yang sakit dan hasil



tesnya dinyatakan positif oleh tes diagnostik

FP atau False Positive adalah orang yang sehat/ tidak



sakit tapi hasil tesnya dinyatakan positif oleh tes
diagnostik

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 13
TN atau True Negative adalah orang yang sehat/tidak
sakit dan hasil tesnya dinyatakan negatif oleh tes
diagnostik

FN atau False Negatif adalah orang sakit tapi hasil


tesnya dinyatakan negatif oleh tes diagnostik

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 14
Karakteristik Performance Dari Suatu Tes Diagnostik

1.Sensitifitas
2.Spesifisitas
3.False Negative Rate
4.False Postive rate
5.Prevalence
6.Predictive Value Positive
7.Predictive value Negative

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 15
Sensitifitas

 Definisi :

Sensitifitas suatu tes diagnostik adalah : besarnya


probabilitas bahwa seseorang yang sakit akan
memberikan hasil tes positif pada tes diagnostik
tersebut
Sensitifitas adalah True Positive Rate (TPR) dari
suatu Tes diagnostik

 Notasi : P( T+|D+ ).
 Kalkulasi : Sensitifitas P (T+ |D+ ) = TPR

Individu yang sakit dengan hasil tes +


Sensitifitas =-------------------------------------------------------
Semua individu sakit

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 16
Contoh : Dari 600 orang karsinoma payudara
yang ditentukan dengan biopsi (gold standard),
570 diantaranya dinyatakan positif oleh suatu
tes diagnostik X

Sensitifitas tes X = P (T+ |D+ ) = 570/600 =



0.95 atau 95%

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 17
Spesifisitas

 Definisi : Sepisifisitas suatu tes diagnostik adalah

besarnya probabilitas bahwa individu yang tidak


sakit/sehat akan memberikan hasil tes yang negatif
pada tes tersebut
 Notasi : Spesifisitas = P (T- |D-)
 Kalkulasi : Spesifisitas = P(T-|D-) = TNR (True Negative

Rate)

Individu yang sehat dengan hasil tes negatif


Spesifisitas = -------------------------------------------------------------
Semua individu sehat

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 18
Contoh : dari 1000 individu tanpa karsinoma payudara
yang ditentukan oleh biopsi (gold standard), 850
diantaranya dinyatakan negatif oleh tes X

Spesifisitas tes X adalah P (T-|D-) = 850/1000 =


0.85 atau 85%

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 19
False Negative Rate (FNR)

 Definisi : False Negative Rate dari suatu tes diagnostik

adalah besarnya probabilitas dari individu-individu


yang sakit memberikan hasil tes negatif
 Notasi : P(T-|D+)
 Kalkulasi : FNR = P(T-|D+)

Individu-individu yang sakit dengan hasil


tes negatif
FNR = ------------------------------------------------------------------
Semua individu yang sakit

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 20
Contoh : Dari 600 individu dengan karsinoma
payudara 30 diantaranya memberi hasil tes yang
negatif pada tes X.

False Negative Rate dari Tes X = P(T-|D+)


adalah 30/600 = 0.05 atau 5%

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 21
Contoh : Dari 600 individu dengan karsinoma
payudara 30 diantaranya memberi hasil tes yang
negatif pada tes X.

False Negative Rate dari Tes X = P(T-|D+)


adalah 30/600 = 0.05 atau 5%

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 22
False Positive Rate (FPR)

 Definisi : False Positive Rate suatu tes diagnostik

adalah probabilitas dari orang yang sehat


memberikan hasil tes yang positif
 Notasi : FPR = P(T+|D-)
 Kalkulasi : False Positive Rate = P(T+ |D-)

Individu-individu sehat dengan hasil


tes positif
FPR = -----------------------------------------------------------------
Semua individu sehat

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 23
Contoh : Dari 1000 individu sehat (tanpa karsinoma
payudara yang dinyatakan oleh Gold standard) 150
diantaranya dinyatakan positif oleh tes X.

False Positive Rate = P(T+|D-) = 150/1000 = 0.15


atau 15 %

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 24
Predictive Value Positive (PVP)

 Definisi : Predictive Value Positive dari suatu tes

diagnostik adalah probabilitas dari individu-individu


dengan hasil tes positif yang benar-benar sakit
 Notasi : P (D+|T+ )
 Kalkulasi : Positive Predictive Value = P(T+|D+)

Individu-individu dengan tes positif yang


benar-benar sakit
PVP=----------------------------------------------------------------
Semua individu dengan hasil tes positif

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 25
Contoh : Dari 720 orang yang dinyatakan
positif oleh tes X, hanya 570 orang yang benar-
benar sakit (dinyatakan oleh Gold standard)

PVP dari tes X = P(D+ T+) = 570/720 =



0.79 atau 79%

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 26
Predictive Value Negative (PVN)

 Definisi : Predictive Value Negative dari suatu tes

diagnostik adalah probabilitas individu dengan hasil


tes negatif yang benar-benar sehat
 Notasi : P(D-|T-)
 Kalkulasi : Peredictive Value Negative = P (D-|T-)

Individu-individu yang sehat dengan hasil


tes negatif
PVN =---------------------------------------------------------------------
Semua individu dengan hasil tes negatif

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 27
Contoh : dari 880 orang yang dinyatakan negatif
oleh tes X tetapi yang dinyatakna benar-benar
sehat oleh gold standard hanya 850 orang.

Predictive
 Negative Value dari tes X=
850/880 = 0.96 atau 96%

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 28
Prevalence

 Definisi : Prevalence adalah proporsi individu di

populasi yang telah sakit


 Notasi : P (D+)
 Kalkulasi : Prevalence = P(D+)

Jumlah individu sakit


Prevalence =------------------------------------
Jumlah populasi

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 29
Nilai dari suatu tes diagnostik tidak hanya tergantung
kepada sensitivitas dan spesifitasnya, tapi juga
tergantung pada prevalens penyakit di populasi

Jika prevalens penyakit menurun:

seseorang yang mempunyai hasil tes positif


kemungkinan bahwa orang tersebut benar-benar
sakit akan menurun

kemungkinan untuk terjadinya false positif menjadi



meningkat.

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 30
Sehingga semakin jarang frekwensi penyakit,

maka tes diagnostik yang digunakan sebaiknya
yang mempunyai spesifisitas yang tinggi agar
dapat berguna secara klinis

Sebaliknya
 semakin sering frekwensi
penyakit, maka tes diagnostik yang
digunakan sebaiknya yang mempunyai
sensitifitas yang tinggi, jika tidak, hasil tes
yang false negatif akan meningkat

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 31
 Pada “single patient” kejadian suatu penyakit biasanya
diistilahkan sebagai “prior probability”

 “prior probability” adalah probabilitas terjadinya


penyakit pada seorang individu berdasarkan karakteristik
demografis dan klinis yang dimilikinya. ( estimasi
sebelum tes dilakukan)

 misalnya “prior probability” penyakit jantung


koroner sangat rendah, katakan hanya 1% pada
kelompok usia sangat muda,

 tapi“prior probability” penyakit tadi dapat


sangat tinggi pada seseorang yang perokok dan
telah mempunyai gejala-gejala angina pectoris

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 32
Sensitifitas dan False Negative Rate

Kalkulasi sensitivitas berdasrkan FN Rate :


Sensitifitas = P(T+|D+) = 1- P(T-|D+)
Sensitifitas = 1- FN Rate

Jika suatu tes benar-benar sensitif misal sensitifitasnya


100% atau 1,

maka semua orang yang sakit akan memberikan



hasil tes yang positif tidak akan ada yang
memberikan hasil tes negatif  FN Rate akan 0

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 33
Kalkulasi FN Rate berdasarkan sensitifitas
FN Rate = P(T-|D+)
FN Rate = 1 - P(T+|D+)
FN Rate = 1- Sensitifitas

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 34
Spesifisitas dan False Positive Rate

Kalkulasi spesifisitas berdasarkan FP Rate


Spesifisitas = P (T-|D-)
Spesifisitas = 1 - P(T+|D-)
Spesifisitas = 1 - FP Rate

Jika suatu tes benar-benar spesifik dimana spesifisitasnya


100%  1,
maka semua individu yang sehat akan memberikan

hasil tes yang negatif, tidak ada hasil tes yang
positif  FP Rate akan 0

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 35
Kalkulasi FP Rate berdasarkan spesifisitas
FP Rate = P(T+|D-)
FP Rate = 1 - P(T-|D-)
FP Rate = 1 - spesifisitas

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 36
Hubungan Antara Prevalens/Prior Probability,
Sensitivitas, Spesifisitas dan Kemampuan Memprediksi
Suatu Penyakit

Hubungan tersebut dapat dikalkulasi dengan cara :


1.Back Calculation Method / Metoda kalkulasi kembali
2.Bayes’ Rule Method /Metoda Hukum Bayes

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 37
Menghitung PVP dan PVN berdasarkan Back Calculation
Method

• Efek dari perubahan prevalens pada PVP dan PVN


suatu tes diagnostik dapat digambarkan melalui
tabel 2 x 2
• Contoh : Peneliti ingin mengukur kemampuan
memprediksi suatu tes diagnostik X pada suatu
populasi dimana prevalens karsinoma payudara =
5%. Sensitifitas dan spesifisitas dari tes X adalah
95% dan 85%

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 38
Prosedur yang dilakukan :
1.Pilih sampel , misalnya besarnya sampel 1600
2.Berdasarkan prevalens P(D+) = 5%, maka jumlah individu yang
sakit karsinoma payudara = 5/100 x 1600 = 80 orang
3.Hitung orang yang tidak terkena karsinoma payudara  1600-80
= 1520 orang
4.Hitung orang (proporsi) dari orang-orang yang sakit karsinoma
payudara yang mempunyai hasil tes X positif berdasarkan
sensitifitas 0.95  Orang yang sakit dengan hasil tes positif
(True Positive ) = 0.95 x 80 = 76
5.Hitung proporsi dari orang yang tidak sakit yang mempynayi
hasil tes X negatif berdasarkan spesifisitas 0.85  Orang yang
sehat dengan hasil tes negatif (True Negative) = 0.85 x1520 =
1292
6.Masukkan angka-angka tersebut dalam tabel 2 x 2 sehingga
dapat diperoleh : orang yang sakit tapi hasil tes negatif (FN) dan
orang yang tidak sakit tapi hasil tes positif (FP)
11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 39
7. Hitunglah :
• Predictive Value Positive  P (D+|T+) = 76/304 = 0.25
• Predictive Value Negative  P( D-|T-) = 1292/1296 =
0.997

8. Interpretasi : Kemampuan tes X untuk memprediksi kanker


payudara pada seseorang bila prevalens kanker payudara 5%
adalah
• bila hasil tes X positif pada seseorang maka kemungkinan
orang tersebut menderita kanker payudara 25%
• bila hasil tes X negatif pada seseorang maka kemungkinan
orang tersebut tidak menderita kanker payudara 99.7%

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 40
Tabel 2 x 2 untuk menggambarkan langkah-langkah dalam
“Back Calculation Method”

Ca Payudara Ca Payudara
Total
(+ ) (-)
Tes X (+ ) 76(step 4) 228(step 7) 303(step 8)
Tes X ( - ) 4(step 6) 1292(step 5) 1296(step 9)
Total 80(step 2) 1520(step 3) 1600(step 1)

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 41
Secara umum :

• Sensitifitas dan spesifisitas tidak tergantung pada


prevalens penyakit di populasi

• Prevalens mempengaruhi Predictive Value Positive


dan Predictive Value Negative :

• Jika prevalens penyakit di populasi tinggi


Predictive Value Positive akan meningkat
dan Predictive Value Negative akan
menurun

• Jika prevalens penyakit di populasi rendah,


Predictive Value Positive menurun dan
Pedictive Value Negative meningkat

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 42
Multiple Testing / tes diagnostik ganda

Karena kebanyakan tes diagnostik kurang akurat ,


maka para klinisi sering menggunakan beberapa tes
diagnostik untuk menentukan suatu penyakit

Beberapa tes diagnostik yang dipakai bersama-sama


tadi dapat dilakukan secara paralel ataupun secara
serial

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 43
Tes Diagnostik Paralel

1. Contoh :dari 1 sampel darah dilakukan 18


macam pemeriksaan rutine.
2. Penggunaan : tes paralael biasanya dilakukan
bila dibutuhkan hasil pengukuran dengan
cepat misal pada kondisi emergensi ataupun
pada pemeriksaan fisisk yang rutin.
3. Hasil yang positif dari salah satu kelompok
tes yang dilakukan diambil sebagai bukti
adanya penyakit

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 44
4.Contoh ECG dan echocardiografi dua prosedur untuk
menentukan adanya kondisi ventricle septal defect ,
hasil dari kedua tes tersebut dapat sebagai berikut :
• (T1 +, T2 +)  ECG +, echocardiografi +
• (T1 +, T2 -)  ECG +, echocardiografi -
• (T1 -, T2 +)  ECG -, echocardiografi +
• (T1 -, T2 -)  ECG -, echocardiografi –

Jika salah satu tes menghasilkan positif , maka


penyakit dianggap postif atau ada

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 45
Tes Diagnostik Serial

1. Tes dilakukan secara berurutan atau sekuensial


2. Penggunaan :
 Jika tidak dibutuhkan pengukuran yang cepat,
 Dilakukan bila suatu tes awal positif
 Jika tes yang ada semuanya mahal dan berisiko

pilih tes yang paling spesifik dulu


3. Hasil : semua tes harus mempunyai hasil positif baru
penyakit dianggap positif.

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 46
Contoh Hasil Bersama suatu Tes 1 dan Tes
2 untuk penyakit VSD (ventricular septal
deffect) yang dilakukan secara paralel
maupun serial

Tipe Tes Tipe Tes VSD VSD


Hasil Tes (serial) (paralel) (D+) (D-) Total
T1+, T2- Neg Pos 15 20 35
T1-,T2 + Neg Pos 20 15 35
T1+, T2+ Pos Pos 60 5 65
T1-, T2- Neg Neg 5 60 65
Total 100 100 200

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 47
Dari data diatas
Tes Paralel

VSD VSD
Hasil Tes (D+) (D-) Total
Tes + 95 40 135
Tes - 5 60 65
Total 100 100 200

Sensitifitas tes paralel = 95/100 = 0.95


Spesifisitas tes paralel = 60/100 = 0.60

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 48
Dari data diatas
Tes serial

VSD VSD
Hasil Tes (D+) (D-) Total
Tes + 60 5 65
Tes - 40 95 135
Total 100 100 200

Sensitifitas = 60/100 =0.6


Spesifisitas = 95/100 = 0.95

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 49
Kesimpulan :
1. Tes Paralel memberikan :
 Sensitifitas yang lebih tinggi dari pada tes serial
 Memberikan Predictive Value Negative yang

lebih baik
 Spesifisitas yang lebih rendah daripada tes serial

2. Tes Serial memberikan :


 Spesifisitas yang lebih tinggi dari pada tes

paralel
 Predictive Value Positive yang lebih baik
 Sensitifitas yang lebih rendah daripada tes
paralel

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 50
Hasil Tes Diagnostik Dengan Skala Kontinyu

 Hasil tes diagnostik dapat berupa variabel


kontinyu. Contoh : tekanan darah, kadar gula
darah dan lain-lain  hasil tes tidak dinyatakan
dalam bentuk hasil tes (+ ) atau (- ).

 Untuk menentukan validitas (sensitifitas dan


spesifisitas ) dari tes tadi diperlukan keputusan
untuk menentukan hasil tes dari skala kontinyu
tadi menjadi dalam bentuk dikotomus yaitu tes (+)
dan tes (- ), sehingga diperlukan mencari “cut-off
point” dimana tes dikatakan (+) atau (-).

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 51
Sebagai ilustrasi, diberikan contoh dibawah ini :
DM + DM-

tinggi

rendah

A B

A = Populasi terdiri dari orang-orang sehat dan penderita


Diabetes Mellitus yang masih berbaur mejadi satu
B = Populasi telah dikelompokkkan menjadi orang-orang
sehat (Non Diabetes Mellitus) dan penderita Diabetes
Mellitus

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 52
C : Jika cut-off point pada kadar gula
yang relatif tinggi maka :
Sensistifitas tes = 5/20 = 25%
Spesifisitas tes = 18/20 = 90%
DM + DM-
Tes + 5 2
Tes - 15 18
20 20 DM + DM -
tinggi

rendah

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 53
D: Jika cut-off point pada kadar gula
yang relatif rendah maka :
Sensistifitas tes = 17/20 = 85%
Spesifisitas tes = 6/20 = 30%
DM + DM-
Tes + 17 14
Tes - 3 6
20 20
DM+ DM-

tinggi

rendah
11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 54
Pada prakteknya :

 Sering sulit menentukan “cut-off point” dari suatu

hasil tes yang berskala kontinyu.

 Selalu ada “trade-off” antara sensitifitas dan


spesifisitas tes artinya jika sensitifitas dinaikkan maka
spesifisitas akan turun, sebaliknya jika spesifisitas
diturunkan maka sensitifitas akan meningkat

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 55
Pilihan atas “cut-off point” suatu hasil tes yang
bersifat kontinyu tergantung kepada
kepentingan atas makna dari False Positive (FP)
dan makna dari False Negative (FN)

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 56
Makna dari False Positive (FP)

 Orang tidak sakit tapi hasil tes menunjukkan

positif
 Merupakan beban mental terutama untuk
penyakit-penyakit yang serius
 Jika hasil tes yang positif tadi di “follow-up”

ternyata kemudian orang tersebut sebetulnya


tidak sakit maka hal tersebut akan memberikan
beban finansial

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 57
Makna dari False Negative (FN)

 Orang sakit tapi hasil tes menunjukkan negatif


 Pasien tidak segera diobati hal tersebut akan

berbahaya untuk penyakit-penyakit yang serius

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 58
Dengan demikian pemilihan atas “cut-off point” dari
suatu hasil tes yang bersifat kontinyu berkaitan dengan
kepentingan makna False Positive atau False Negative
terhadap penyakit yang di tes.

 Jika suatu tes penyakit menginginkan hasil False


Positive yang rendah maka Spesifisitas tes harus
tinggi

 Jika suatu tes penyakit menginginkan hasil False


Negative yang rendah maka Sensitivitas tes harus
tinggi

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 59
Cara lain untuk menentukan “cut-off point” dari suatu
hasil tes yang bersifat kontinyu yaitu dengan
menggunakan ROC :
 ROC merupakan singkatan dari Receiver Operator
Characteristic
 Memeberikan gambaran “trade off” antara spesifisitas

dan sensitifitas dari suatu tes yang digambarkan pada


suatu kurva
 Peneliti memilih berbagai nilai “cut-off point” dan

menentukan sensitifitas serta spesifisitas dari tiap-tiap


nilai “cut-off point” yang dipilih
 Peneliti menggambarkan sensitifitas sebagai fungsi dari

(1-spesifisitas) pada kurva, dimana (1-spesifisitas)


sesungguhnya adalah False positive (FP)

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 60
 Nilai dari tes tadi digambarkan sepenjang kurva

 Suatu tes yang ideal maka nilai dari tes akan


mencapai puncak sebelah pojok kiri dari kurva. Pada
posisi tersebut suatu tes mempunyai nilai
sensitifisitas 100% dan 0% (1-spesifisitas) atau
spesifisitas 100%. Pada prakteknya tes ideal seperti
itu sulit ditemukan

 Berikut ini merupakan contoh penggunaan ROC

untuk menentukan “cut -off point”

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 61
Spesifisitas (True Negative Rate)
1.0 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
W =
20mg/m/
0.9  X = 50 mg/ml 0.1

0.8 0.2

0.7 0.3

0.6 0.4

0.5 0.5

0.4  y =75 mg/ml 0.6

0.3 0.7

0.2 0.8

0.1 0.9
 Z = 100mg/ml
0.0 1.0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0
False Positive Rate( 1 - Spesifisitas )
Sensitifitas (True Positif Rate)
False Negative Rate (1 - Sensistifitas)

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 62
 Dari kurva diatas maka pilihan “cut-off point” 50

mg/ml merupakan nilai yang terbaik dari “trade


off” antara Sensitifitas dan Spesifisitas dimana
Sensitifitas tes nya = 90% dan Spesifisitas tes =
90%.

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 63
Cara menggunakan Kurva ROC
A.Gambarkan kurva. Kurva ROC dibuat dengan
memplot nilai-nilai True Positive (Sensitivitas)
terhadap nilai-nilai False Positive ( 1-Spesifisitas)

B.Menggunakan kurva ROC untuk menentukan


kriteria positif suatu tes

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 64
Lingkaran pada pada pojok kiri atas menggambarkan
hasil suatu tes diagnostik yang sempurna dimana
Sensitifitas dan Spesifisitas tes masing-masing
mempunyai nilai 100%.

Artinya titik tersebut merupakan kriteria positif dari


suatu tes dimana semua penderita teridentifikasi
sebagai sakit, dan semua orang yang sehat
teridentifikasi sebagi tidak sakit

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 65
Bila dari suatu tes diagnostik diinginkan beban False
positif sama dengan False Negative dimana makna dari
False Positive sama pentingnya dengan False Negative :

Maka pilihlah kriteria positif dari tes pada titik


terdekat dengan pojok kiri teratas dari kurva ROC
 dalam gambar adalah titik X
Pada titik tersebut merupakan titik dengan nilai
Sensitifitas dan Spesifisitas yang maksimal dari
suatu tes

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 66
Bila dari suatu tes diagnostik diinginkan beban False
positif sama dengan False Negative dimana makna dari
False Positive sama pentingnya dengan False Negative :

Maka pilihlah kriteria positif dari tes pada titik


terdekat dengan pojok kiri teratas dari kurva ROC
 dalam gambar adalah titik X
Pada titik tersebut merupakan titik dengan nilai
Sensitifitas dan Spesifisitas yang maksimal dari
suatu tes

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 67
Bila dari suatu tes diagnostik diinginkan beban False
positif sama dengan False Negative dimana makna dari
False Positive sama pentingnya dengan False Negative :

Maka pilihlah kriteria positif dari tes pada titik


terdekat dengan pojok kiri teratas dari kurva ROC
 dalam gambar adalah titik X
Pada titik tersebut merupakan titik dengan nilai
Sensitifitas dan Spesifisitas yang maksimal dari
suatu tes

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 68
C. Menggunakan kurva ROC untuk membandingkan 2
tes :

Area dibawah kurva menggambarkan akurasi secara


keseluruhan dari suatu tes.
Makin besar area makin baik tes tersebut
Kurva ROC untuk suatu tes yang tidak memberikan
informasi yang bak biasanya jatuh pada diagonal
yang membentang dari sudut kiri bawah kekanan
atas

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 69
Kurva ROC untuk suatu tes yang tidak
memberikan informasi yang biasanya
jatuh pada diagonal yang membentang
dari sudut kiri bawah kekanan atas

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 70
Pada perbandingan antara 2 kurva ROC, maka kurva
yang mempunyai area yang lebih luas mempunyai nilai
Sensitifitas dan Spesifitas tes yang lebih baik

11/15/21 KRIS/SKRINING/S1 71

Anda mungkin juga menyukai